"Pemerintah masih memeriksa identitas mereka, menanyai apa yang ingin mereka lakukan dan ke mana mereka ingin pergi," sebut juru bicara pemerintah Myanmar, Ye Htut kepada Reuters, Senin (1/6/2015). Ye Htut enggan menyebut lebih jelas lokasi kapal imigran tersebut.
"Biasanya, sebagian besar dari mereka ingin kembali ke Bangladesh, jadi kami akan mengatur seperti keinginan mereka," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun keterangan ini sebenarnya belum bisa dipastikan kebenarannya karena para imigran belum bisa ditemui oleh wartawan lokal maupun internasional yang ada di Myanmar. Malah beberapa jurnalis dari Reuters dan media asing lainnya dilarang untuk mendekati kapal imigran tersebut pada Minggu (31/5).
Bahkan kapal yang ditumpangi para jurnalis dikepung oleh kapal militer Myanmar dan dipaksa kembali ke daratan. Dilaporkan juga bahwa ada pejabat militer Myanmar yang memaksa wartawan menghapus foto-foto dan video yang mereka ambil tentang kapal imigran tersebut. Disebut, ada satu tentara yang menodongkan senapan ke arah wartawan.
Secara terpisah, seorang pejabat militer Myanmar lainnya yang enggan disebut namanya menuturkan kepada Reuters, bahwa beberapa imigran di kapal mampu berbicara bahasa Rakhine -- bahasa lokal di wilayah barat Myanmar yang tidak banyak digunakan di Bangladesh. Menanggapi hal ini, organisasi HAM memberikan reaksi negatif. Β
"Hanya beberapa hari setelah pertemuan di Bangkok membahas manusia perahu dan otoritas Myanmar tanpa malu sudah melanggar apa yang disepakati di sana," ucap Wakil Direktur Human Rights Watch Divisi Asia, Phil Robertson kepada Reuters.
Menurut Robertson, otoritas Myanmar seharusnya segera memberikan akses bagi lembaga internasional kepada para imigran tersebut. "Terutama karena tidak ada satu pun pihak di dunia internasional yang mempercayai penilaian Naypyidaw (ibukota Myanmar) yang terburu-buru bahwa semua orang ini berasal dari Bangladesh," imbuhnya. (Novi Christiastuti/Rachmadin Ismail)