Seymour Hersh, Ungkap Pembantaian Vietnam hingga Kebohongan Kematian Osama

Seymour Hersh, Ungkap Pembantaian Vietnam hingga Kebohongan Kematian Osama

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikNews
Rabu, 13 Mei 2015 06:18 WIB
Seymour Hersh (Newyorker)
Jakarta - Seymour M Hersh (78) menghebohkan dunia karena artikelnya berjudul "The Killing of Osama Bin Laden" diunggah di London Review of Books Volume 37 edisi 10-21 Mei 2015 di situs www.lrb.co.uk.

Artikel itu menuding AS selama ini berbohong atas proses penyergapan Osama bin Laden. Bagaimana kiprah Seymour M Hersh yang pernah mendapat Pulitzer tahun 1970 selama ini?

Hersh sendiri sebenarnya adalah sarjana sejarah dari Universitas Chicago, dan harus berjuang menemukan pekerjaan setelah lulus. Hersh kemudian diterima di Fakultas Hukum Universitas Chicago namun drop out karena nilainya tak memenuhi syarat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selepas itu Hersh kemudian bekerja sebagai reporter kriminal untuk kantor berita lokal dengan gaji US$ 35 per pekan. Setelahnya, Hersh mendirikan koran lokal pada 1961 yang bertahan tak lama. Hersh kemudian bekerja di United Press International dan Associated Press, di bawah editor yang berkeras menulis cerita bagaimana Pentagon mengembangkan senjata baru, senjata biologi dan kimia, demikian dilansir Independent, edisi 22 Mei 2004.

Pada awal 1968, Hersh kemudian sempat bekerja sebagai juru bicara kandidat capres Eugene McCarthy dari Partai Demokrat, yang terkenal dengan kebijakan anti perang Vietnamnya. Namun bekerja di dunia politik, membuat Hersh frustasi sendiri sehingga dia kembali ke dunia jurnalistik, kali ini sebagai jurnalis lepas (freelance).

Pada 1969, dia mendapat petunjuk informasi dari komandan peleton berusia 26 tahun, William Calley, yang menjadi kambing hitam dari AD AS atas pembunuhan massal di Vietnam. Alih-alih mengangkat telepon untuk meminta konfirmasi dari juru bicara pejabat resmi, Hersh langsung memacu mobilnya dan menuju kamp militer AD di Fort Benning, Georgia, di mana Hersh mendengar Calley ditahan.

Hersh mencari sendiri, dari pintu ke pintu, di mana Calley ditahan. Tak kunjung ketemu, Hersh kemudian berderap menuju meja resepsionis, memukul meja dan berteriak, "Sersan, saya ingin Calley keluar sekarang!".

Akhirnya, setelah Hersh mewawancarai Calley dengan intensif hingga menuliskan kisah 'Pembantaian My Lai' dalam Perang Vietnam yang dimuat pertama kali oleh St Louis Post-Despatch hingga AP pada 12 November 1969, berturut-turut sindikasi AP juga memuatnya, termasuk Time, Majalah Life, Majalah Newsweek, disiarkan TV CBS hingga foto-foto pembantaian di Desa My Lai oleh tentara AS diterbitkan.

Pembantaian My Lai terjadi pada 16 Maret 1968, di Desa My Lai, Vietnam Selatan, masih dalam masa Perang Vietnam. Pembantaian itu dilakukan tentara AD AS pada warga sipil tak bersenjata menewaskan antara 304-504 warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak.

Beberapa perempuan diperkosa beramai-ramai dan tubuhnya dimutilasi. 26 Tentara didakwa melakukan tindakan kriminal, namun hanya komandan peleton Kompi C, William Calley yang dihukum. Calley akhirnya divonis bui seumur hidup namun nyatanya hanya dikenai 3,5 tahanan rumah.

Kisah "Pembantaian My Lai" yang ditulis Hersh ini akhirnya dibeli Times seharga US$ 5 ribu. "Saya menulis 5 cerita. Pertama, saya dibayar US$ 100 namun akhirnya Times membayar US$ 5 ribu," jelas Hersh seperti dilansir Guardian, edisi 27 September 2013.

Kisah pembantaian dalam Perang Vietnam inilah yang membuat Hersh diganjar penghargaan Pulitzer Prize, penghargaan paling bergengsi dalam dunia jurnalistik, pada tahun 1970. Kisah pembantaian Perang Vietnam itu pun diabadikannya dalam 2 buku.

Tahun 1972 dia bekerja untuk The New York Times, membantu Times menyusul kerja wartawan investigasi dari Washington Post, Bob Woodward dan Carls Bernstein menguak kisah Watergate yang akhirnya mengganggu kekuasaan Presiden Richard Nixon, juga membuka kisah-kisah besar tentang CIA.

Nyaris 30 tahun kemudian, Hersh membuat kisah headline dengan mengungkap kekerasan yang dilakukan tentara AS di bui Abu Ghraib, Irak tahun 2004. Hersh mengetahui kisah di Abu Ghraib 5 bulan sebelum dia bisa menuliskannya.

Hersh saat itu mendapatkan informasi dari pejabat AD Irak yang sudah mengambil risiko atas nyawanya dengan keluar dari Baghdad ke Damaskus, Suriah untuk memberitahu Hersh, bagaimana para tahanan itu menulis kepada keluarga mereka meminta untuk datang dan membunuh karena merasa telah 'dirampas hidupnya'.

"Saya menunggu 5 bulan untuk mendapatkan dokumen, karena tanpa satu dokumen pun, tak akan ada apa-apa, tak akan ke mana-mana," ujar Hersh.

Hersh kemudian mengkonfirmasi semua dokumen itu kepada Presiden AS Barack Obama. Namun Hersh menilai Obama lebih buruk dari pendahulunya, George W Bush.

"Anda pikir Obama dihakimi oleh standar rasional manapun? Apakah Guantanamo ditutup? Apakah perang usai? Apakah ada seseorang benar-benar memperhatikan Irak? Apakah dia (Obama) dengan serius saat berbicara akan ke Suriah? Kami tak melakukan dengan baik dalam 80 perang yang sedang kami alami sekarang, untuk apa dia pergi dari satu perang ke perang lain? Ada apa dengan jurnalis?" gugat Hersh.

Hersh bahkan menilai jurnalisme investigasi di AS dibunuh oleh krisis kepercayaan, kurangnya sumber, dan gagasan sesat yang membutuhkan pekerjaan.

"Terlalu banyak yang terlihat bagi saya adalah untuk penghargaan. Itu jurnalisme yang hanya mencari Pulitzer Prize," sindirnya.

Hersh mengkritik mengapa jurnalis AS tidak lebih kritis mengenai program drone Presiden Obama. Hersh juga marah tentang rasa takut-takut jurnalis AS, dan kegagalan mereka menantang Gedung Putih dan takut menjadi tidak popular dengan pembawa pesan kebenaran.

"Seperti membunuh orang-orang, bagaimana Obama menghindar dari program drone? Kenapa kita tidak melakukan lebih? Bagaimana dia (Obama) memutuskan itu? Bagaimana dengan intelijennya? Mengapa kita tak mencari tahu bagaimana baik dan buruknya kebijakan ini? Mengapa koran-koran terus mengutip 2 atau 3 kelompok yang memantau pembunuhan drone itu. Mengapa kita tak melakukan kerja kita sendiri?" gugatnya.

Atau mengenai kematian Osama bin Laden yang disebutnya 'kebohongan' besar. Hersh menulis buku tentang keamanan nasional, termasuk bab pembunuhan bin Laden. Dia mengatakan laporan terbaru yang dikeluarkan satu Komisi 'independen' Pakistan tentang kehidupan di kompleks Abottabad tempat Bin Laden bersembunyi.

"Orang-orang Pakistan mengeluarkan laporan, jangan terjadi itu, mari kita begini, hal itu dilakukan dengan masukan Amerika yang cukup. Ini laporan omong kosong," katanya dilansir Guardian 2013 lalu.

Pemerintahan Obama, dinilainya, berbohong dengan sistematis, dan Hersh mengecam tak ada satu pun raksasa media AS, jaringan TV dan koran besar menantang Obama untuk membuktikan kebenaran itu.

"Itu menyedihkan, mereka lebih dari menurut, mereka takut mengangkat orang ini (Obama)," jelas dia.

Menurutnya, seorang jurnalis haruslah berani menjadi outsider atau orang luar, bukan hanya 'membawakan air' pada Presiden. Seorang jurnalis bukan hanya menampilkan suatu kontroversi isu, tapi lebih jauh dari itu, mencari mana yang benar dan yang salah terhadap isu ini.

"Dan itu tidak cukup terjadi. Itu butuh uang, itu butuh waktu, itu membahayakan, itu menimbulkan risiko. Ada beberapa orang - The New York Times masih memiliki jurnalis investigasi namun mereka lebih banyak 'membawakan air pada presiden' daripada yang saya tahu mereka.. seperti takut menjadi outsider lagi," tuturnya.

Hersh pada 2013 lalu berhenti sejenak untuk melakukan peliputan, dan menulis buku yang tak diragukan lagi, akan membuat tak nyaman untuk dibaca baik bagi Bush dan Obama.

"Republik ini dalam masalah. Kita berbohong tentang semuanya, bohong sudah menjadi kebutuhan pokok," tuturnya sambil memohon jurnalis melakukan sesuatu tentang itu.

(nwk/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads