Seperti dilansir Reuters, Kamis (12/3/2015), Thomas Jackson mengumumkan pengunduran dirinya pada Rabu (11/3) waktu setempat. Ini dilakukan setelah 4 Maret lalu, Departemen Kehakiman AS merilis hasil penyelidikan mereka yang mengungkap serangkaian praktik melanggar hukum di wilayah St Louis.
Para demonstran di Ferguson sudah sejak lama menyerukan pemberhentian Jackson. Terutama semenjak kasus penembakan fatal pemuda kulit hitam Michael Brown (18) pada 9 Agustus 2014 lalu, yang memicu protes luas di AS. Ditambah, juri pada pengadilan setempat memutuskan untuk tidak mengadili polisi yang menembak mati Brown.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Departemen Kehakiman AS juga menemukan bukti bahwa sebagian besar polisi di Ferguson hanya fokus pada meningkatkan pemasukan daripada menjaga keamanan dan keselamatan publik. Tidak hanya itu, laporan juga menyebut bahwa kepolisian Ferguson sering menggunakan kekerasan yang berlebihan dan melakukan penangkapan ilegal.
Bahkan kepolisian Ferguson nekat mengerahkan anjing penyerang dan menggunakan taser, senjata kejut listrik terhadap orang-orang yang tidak bersenjata.
Diketahui bahwa sebagian besar warga Ferguson merupakan keturunan Afrika-Amerika, namun kebanyakan polisi di kota tersebut berkulit putih. Total ada 54 personel kepolisian Ferguson yang terbagi atas beberapa divisi.
Jackson menjabat kepala kepolisian Ferguson sejak tahun 2010 lalu. Pengunduran diri ini terhitung efektif berlaku pada 19 Maret mendatang. Jackson mendapat uang pesangon sebesar 1 tahun gaji atau sekitar US$ 100 ribu (Rp 1 miliar) dan juga asuransi kesehatan.
Sebagai pengganti Jackson, otoritas kota Ferguson akan melakukan pemilihan secara nasional.
(nvc/ita)