Seperti dilansir AFP, Sabtu (10/1/2015), Amedy Coulibaly (32), pelaku penyanderaan di toko kelontong Yahudi, pertama bertemu dengan Cheriff Kouachi saat sama-sama di penjara. Cheriff dan saudaranya Said Kouachi menewaskan 12 orang dalam penembakan brutal di kantor Charlie Hebdo pada Rabu (7/1).
Pada tahun 2013 lalu, Coulibaly dijatuhi vonis 5 tahun penjara karena berusaha melarikan diri setelah polisi menemukan memiliki 240 amunisi senapan Kalashnikov di dalam rumahnya. Dia juga sempat diadili atas keterlibatannya dalam upaya membebaskan militan Aljazair, Smain Ait Ali Belkacem dari penjara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baik Cheriff dan Coulibaly cukup dekat di dalam penjara dan keduanya sangat terkagum-kagum dengan militan Djamel Beghal, yang dipenjara 10 tahun karena berusaha membebaskan Belkacem dari penjara. Diduga dari Beghal itulah, keduanya semakin yakin menjadi militan.
Dalam keterangan terpisah, seperti dilansir CNN, juru bicara Alliance Police Union, Pascal Disant menyebut Coulibaly sempat menuntut pembebasan Kouachi bersaudara kepada polisi yang mengepungnya. Tidak ada konfirmasi resmi dari otoritas Prancis terkait hal ini.
Namun ketika Coulibaly melakukan penyanderaan di Vincennes, dalam waktu yang nyaris bersamaan, Kouachi bersaudara tengah menyandera satu orang di kota Dammartin-en-Goele dan dikepung besar-besaran oleh polisi antiteroris.
Coulibaly mengakui berkomunikasi dengan salah satu Kouachi bersaudara ketika dua penyanderaan di lokasi terpisah tersebut sama-sama masih berlangsung. Diduga saat itulah Coulibaly melontarkan tuntutannya untuk membebaskan Kouachi bersaudara.
Coulibaly sendiri akhirnya tewas ditembak polisi dalam penggerebekan di toko kelontong tersebut. Rekannya yang juga kekasihnya, Hayat Boumeddiene (26) berhasil melarikan diri setelah membaur dengan sandera yang dibebaskan.
Sedangkan Kouachi bersaudara juga tewas dalam penggerebekan terpisah di kota Dammartin-en-Goele, setelah keduanya bersembunyi di dalam tempat percetakan setempat.
(nvc/gah)