Resolusi itu menyebutkan agar negosiasi didasarkan pada garis-garis wilayah yang ada sebelum Israel mencaplok Tepi Barat, Yerusalem timur dan Jalur Gaza dalam perang Timur Tengah 1967. Dalam resolusi itu juga disebutkan soal adanya kesepakatan damai dalam waktu 12 bulan.
Namun resolusi itu hanya disetujui oleh delapan negara anggota DK PBB, termasuk Prancis, Rusia dan China. Dua negara menolak dan lima negara abstain, termasuk Inggris. Kedua negara yang menolak adalah Amerika Serikat dan Australia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dubes AS untuk PBB Samantha Power membela posisi Washington atas draf resolusi tersebut dengan mengatakan bahwa itu bukan voting terhadap perdamaian antara Palestina dan Israel.
"AS setiap hari mencari cara-cara baru untuk mengambil langkah konstruktif guna mendukung pihak-pihak dalam upaya mencapai penyelesaian," tuturnya seperti dilansir Reuters, Rabu (31/12/2014).
"Resolusi Dewan Keamanan yang dibawa ke depan kita hari ini bukanlah salah satu langkah konstruktif tersebut," imbuhnya.
Menurut Power, teks resolusi tersebut sangat tidak berimbang dan berisi "tenggat waktu yang tidak konstruktif yang tidak mempertimbangkan kekhawatiran keamanan Israel."
Dubes Yordania untuk PBB, Dina Kawar, satu-satunya perwakilan Arab di DK PBB, menyesalkan penolakan resolusi tersebut.
Gagalnya resolusi ini tidaklah mengejutkan. Para diplomat di DK PBB mengatakan, Washington telah menegaskan bahwa pihaknya tidak menginginkan voting atas resolusi seperti itu sebelum pemilihan Israel pada Maret mendatang. Namun Palestina bersikeras agar voting tetap dilakukan meskipun jelas-jelas bahwa Washington tak akan membiarkan resolusi itu gol.
(ita/ita)