Keluarga wartawan Amerika Serikat Steven Sotloff yang dipenggal oleh militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), akhirnya berkomentar. Pihak keluarga juga menantang pemimpin ISIS berdebat soal ajaran damai dalam Islam.
Barak Barfi, salah satu sahabat Sotloff yang ditunjuk menjadi juru bicara keluarga, menyampaikan pernyataan keluarga Sotloff kepada publik. Barfi menyebut Sotloff terpecah antara dua dunia, namun dunia Arab menarik perhatian wartawan berusia 31 tahun tersebut.
Dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters, Kamis (4/9/2014), Barfi menyebut Sotloff sebagai penggemar futbol Amerika, gemar junk food, serta suka menonton serial kartun 'South Park' dan kerap membahas golf dengan ayahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Barfi kemudian mengakhiri pernyataannya dalam bahasa Arab. "Steve tewas sebagai martir dalam nama Tuhan," tuturnya.
Namun selanjutnya, Barfi melontarkan tantangan bagi pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi untuk berdebat soal Islam. "Celakalah Anda. Anda bilang bulan Ramadan adalan bulan penuh ampunan. Di mana belas kasihan Anda," ujarnya kepada pemimpin ISIS.
"Tuhan tidak mengasihi para penyerang," imbuh Barfi yang seorang cendekiawan Arab ini. Dia juga salah satu peneliti pada New America Foundation di Washington.
"Saya siap untuk mendebat Anda soal pengajaran yang baik. Saya tidak memiliki pedang di tangan saya dan saya siap menghadapi jawaban Anda," tegasnya.
Sotloff merupakan wartawan freelance asal AS yang bepergian ke Timur Tengah dan menulis artikel untuk berbagai media seperti majalah Time, Foreign Policy dan sebagainya. Sotloff diculik di Suriah pada Agustus 2013 lalu, setelah menyeberang dari perbatasan Turki.
Sotloff tumbuh besar di wilayah Miami dan mengambil studi Jurnalisme di University of Central Florida. Juru bicara kementerian luar negeri Israel menuturkan via media sosial Twitter bahwa Sotloff juga memegang kewarganegaraan Israel.
"Minggu ini kami berduka. Tapi kami akan bangkit dari cobaan ini ... Kami tidak akan membiarkan musuh kami menyandera kami dengan satu-satunya senjata yang mereka miliki -- rasa takut," tandas keluarga Sotloff.
(nvc/ita)