Laporan itu menyebut adanya bukti-bukti yang kredibel dan konsisten dengan penggunaan senjata kimia. PBB menyebutkan lima lokasi penggunaan senjata kimia tersebut, yakni Ghouta, Khan Al Asal, Jobar, Saraqueb dan Ahsrafieh Sahnaya. Untuk dua lokasi lainnya, yakni Bahhariyeh dan Sheik Masqood tidak terdapat cukup bukti soal penggunaan senjata kimia.
"Misi PBB menyimpulkan bahwa senjata kimia memang telah digunakan dalam konflik yang terus terjadi di Republik Arab Suriah," demikian bunyi laporan PBB seperti dilansir AFP, Jumat (13/12/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejumlah pasien atau korban selamat jelas-jelas didiagnosa keracunan senyawa organophosphorous. Sampel darah dan urine dari para pasien menunjukkan mereka positif sarin dan bekas-bekas sarin," demikian bunyi laporan tersebut.
Senjata kimia juga digunakan di wilayah Khan Al Asal pada 19 Maret lalu terhadap tentara Suriah dan juga warga sipil. Kemudian di Jobar, tercatat penggunaan senjata kimia dalam skala kecil terhadap tentara Suriah pada 24 Agustus lalu.
Lalu di wilayah Saraqueb, penggunaan senjata kimia tercatat digunakan pada 29 April lalu. Ada korban sipil yang turut menjadi korban senjata kimia tersebut. Pada 25 Agustus, senjata kimia dalam skala kecil digunakan melawan tentara Suriah di wilayah Ashrafiah Sahnaya, dekat Damaskus.
Laporan tersebut disampaikan oleh tim PBB yang dipimpin oleh seorang ahli bernama Swede Ake Sellstrom. Pada 16 September lalu, Sellstrom telah menyampaikan laporan awal kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon soal penggunaan senjata kimia di Suriah.
Dalam laporan awal, disebutkan bahwa senjata kimia yang dilarang telah digunakan secara luas di Suriah. Laporan awal tersebut juga menyebut adanya penggunaan gas sarin dalam serangan di wilayah Ghouta, dekat Damaskus pada 21 Agustus lalu.
Namun sayangnya, laporan PBB ini tidak turut menyebutkan pihak-pihak yang bersalah dan bertanggung jawab atas penggunaan senjata kimia tersebut. Mengingat hal tersebut di luar mandat yang diberikan Dewan Keamanan PBB terhadap tim investigasi mereka.
Presiden Suriah Bashar al-Assad mengakui bahwa tentaranya memang memiliki senjata kimia. Dia juga telah sepakat untuk menyerahkan senjata kimia tersebut kepada dunia internasional untuk dihancurkan. Namun Assad bersikeras bahwa militernya tidak pernah menargetkan warga sipil.
Hal ini menanggapi tudingan negara-negara Barat, pemerintah negara Arab, kelompok HAM internasional serta kelompok pemberontak bahwa rezimnya yang bertanggung jawab secara penuh atas serangan dengan senjata kimia tersebut. Assad dan sekutunya, Rusia serta Iran menyalahkan kelompok pemerontak atas serangan mematikan tersebut.
(nvc/ita)