Australia dituding menggunakan program bantuan kemanusiaan sebagai kedok untuk memasang alat penyadap di dalam kantor PM Timor Leste dan juga dalam ruangan yang biasa digunakan untuk rapat kabinet. Hal tersebut terjadi saat masa perundingan tentang perjanjian gas Timor Sea pada tahun 2004 lalu.
Ramos-Horta yang kini menjabat sebagai utusan khusus untuk Sekjen PBB menyatakan, dirinya sama sekali tidak menyangka bahwa Australia berniat melakukan hal melanggar hukum seperti itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa waktu lalu, Australia memicu reaksi keras setelah dituding menyadap telepon Presiden SBY dan Ibu Ani serta beberapa pejabat Indonesia pada tahun 2009 lalu. Ramos-Horta menyatakan, bisa dipahami jika Australia memata-matai negara seperti Korea Utara, tapi bukan negara tetangga yang juga sekutu dekatnya.
"Ketika Anda berusaha menyadap percakapan telepon Presiden Indonesia, negara sahabat, atau istrinya, atau ketika Anda memata-matai negara sahabat seperti Timor Leste yang dibantu Australia untuk merdeka pada tahun 1999 lalu dan diklaim sebagai mitra oleh Australia, itu benar-benar merusak hubungan selama 10 tahun," tegasnya.
Lebih lanjut, Ramos-Horta meminta Australia untuk lebih sensitif dan transparan serta mengakui bahwa itu memang kesalahannya. "Australia suka menceramahi Timor Leste dan negara lain soal transparansi dan integritas dalam kehidupan. Ini tentu bukan contoh yang baik dari transparansi dan kejujuran," tandasnya.
(nvc/ita)