Selain penutupan gedung yang telah empat tahun digunakan untuk bersiaran, beberapa wartawan yang mengabdi di radio tersebut juga dipaksa masuk ke truk pasukan militer yang telah disiapkan.
"Mereka dibawa ke departemen investigasi kriminal," kata salah seorang saksi Osman Ayanle, seperti dilansir Reuters, Sabtu (26/10/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesaat sebelum penutupan berlangsung, wartawan dari radio yang menjadi kebanggaan warga Somalia itu sempat menyiarkan berita bila mereka berada dalam kepungan pasukan bersejata lengkap.
"Radio Shabelle telah mengabaikan dan menolak surat dari kementerian dalam negeri yang meminta untuk mengosongkan gedung," kata salah seorang perwira kepolisian setempat.
Dia menolak menyebut bila penutupan radio terkait dengan aktivitas radio selama ini. Kepolisian bersikukuh alasan di balik pengepungan radio tersebut karena pihak radio mengabaikan perintah pemerintah yang meminta pengosongan gedung.
Sementara itu, pihak Shabelle menyatakan bila mereka secara sah menduduki gedung tersebut sesuai dengan kesepakatan dengan pihak Kementerian Transportasi Somalia. Gedung itu sendiri merupakan milik salah satu maskapai sebelum kekerasan pecah pada 1991 di Somalia.
"Kami memutuskan untuk tinggal di gedung. Kita lebih baik mati di dalam gedung dan bukan terbunuh di luar sana," kata pihak Shabelle.
Untuk diketahui, Radio Shabelle pernah mendapatkan penghargaan atas kebebasan pers yang diberikan oleh RSF. di tahun 2012.
(ahy/bil)