Kepada detektif yang menangani kasus ini, ayah Alexis menuturkan bahwa anaknya memiliki masalah emosional. Menurut sang ayah, putranya mengalami gangguan stres pascatrauma usai menjadi petugas penyelamat dalam tragedi serangan 11 September 2001 di New York.
Seperti dilansir AFP, Selasa (17/9/2013), beberapa kerabat dan teman yang mengenal Alexis menyebutnya pendiam. Pria berumur 34 tahun yang mempelajari ajaran Buddha ini kerap terlihat bermeditasi di sebuah kuil Buddha di Texas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sirun, Alexis merupakan pria baik yang gemar membantu orang lain membawakan benda-benda berat. "Saya tidak menyangka dia bisa sekeji ini," ucap Sirun.
"Saya tidak akan terkejut jika mendengar dia bunuh diri. Tapi saya tidak menyangka dia bisa melakukan pembunuhan," imbuhnya.
Mantan teman sekamar Alexis juga terkejut mendengar berita ini. "Saya tidak menyangka dia bisa melakukan ini. Dia memiliki senjata, tapi saya tidak menyangka dia sebodoh itu. Dia tidak terlihat agresif bagi saya," tutur rekan Alexis, Nutpisit Suthamtewakul.
Alexis bergabung dengan Angkatan Laut AS sejak 2007 hingga 2011. Dia menghabiskan sebagian besar karier militernya di bagian dukungan logistik di Forth Worth dan sempat naik pangkat menjadi Aviation Electrician's Mate. Semasa mengabdi kepada negara, Alexis pernah menerima dua penghargaan umum, yakni National Defense Service Medal dan Global War on Terrorism Service Medal.
Dalam aksi penembakan yang terjadi di markas AL, Naval Yard pada Senin (16/9) malam waktu setempat, Alexis tewas setelah terlibat baku tembak dengan aparat setempat. Total 12 orang tewas akibat aksi penembakan brutal yang dilakukan Alexis.
(nvc/ita)