Anne Smedinghoff yang baru berusia 25 tahun ini, merupakan salah satu di antara 5 warga AS yang tewas dalam serangan terorisme secara terpisah di Afghanistan, Sabtu (6/4) waktu setempat. Smedinghoff tewas ketika tengah mendampingi otoritas Afghanistan membagi-bagikan buku kepada anak-anak setempat.
"Dia sangat menikmati kesempatan bekerja secara langsung dengan orang-orang Afghanistan," ujar orangtua Smedinghoff, Tom dan Mary Beth Smedinghoff seperti dilansir AFP, Senin (8/4/2013).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Serangan yang menewaskan Smedinghoff terjadi di Provinsi Zabul, Afghanistan pada Sabtu (6/4) waktu setempat. Selain Smeddinghoff, 3 tentara AS dan seorang warga sipil AS setempat tewas dalam serangan bom mobil yang menyerang konvoi tentara NATO tersebut.
Dalam serangan yang sama, 4 staf Kementerian Luar Negeri AS mengalami luka-luka, salah satunya dalam kondisi kritis. Sedangkan seorang warga sipil AS lainnya tewas dalam serangan terpisah yang terjadi di wilayah Afghanistan bagian timur.
Kematian Smedinghoff ini menuai komentar keras dari Menteri Luar Negeri AS John Kerry. Menlu Kerry yang sedang berkunjung ke Turki, menyebut militan Taliban melakukan serangan pengecut yang menewaskan diplomat muda yang idealis dan tanpa pamrih.
"Anne dan orang-orang yang bersamanya diserang oleh teroris Taliban, yang bangun pada hari itu bukan dengan misi untuk mendidik atau membantu orang lain, tapi dengan misi untuk menghancurkan," tutur Kerry.
"Seorang warga AS yang berani bertekad membantu dengan buku-buku yang ditulis dengan bahasa asli anak-anak sekolah yang belum pernah dia temui sebelumnya," imbuhnya. Kerry bertemu dengan Smedinghoff ketika dirinya berkunjung ke Afghanistan sekitar dua minggu lalu.
Sementara itu, bendera dan pita warna putih dipasang di sepanjang jalan menuju kediaman keluarga Smedinghoff di wilayah River Forest, pinggiran Chicago, AS. Smedinghoff menjalankan tugas pertamanya sebagai diplomat di Caracas, Venezuela, sebelum akhirnya pada Juli 2012 lalu, wanita muda ini memilih bekerja di Afghanistan sebagai staf diplomasi publik.
Kedua orangtuanya menuturkan, Smedinghoff bergabung dengan Kementerian Luar Negeri AS setelah lulus kuliah dari Johns Hopkins University pada tahun 2009 lalu. Menurut kedua orangtuanya, putrinya sangat menyukai pekerjaannya, meskipun berisiko tinggi.
"Kami selalu menyadari bahwa ada kemungkinan. Dia pergi ke berbagai lokasi. Dia biasanya memberitahu kami setelah bertugas, tapi dia tidak pernah menyatakan ketakutannya sama sekali," ucap ayah Smedinghoff kepada media setempat, CBS News.
(nvc/ita)