Total ada 29 orang yang ditangkap polisi setempat di sebuah wilayah terpencil di Papua Nugini. Para pelaku diketahui merupakan anggota dari kelompok pemburu dukun nakal yang disebut-sebut beranggotakan 1.000 warga setempat.
"Kami memakan otak mereka mentah-mentah dan mengambil bagian tubuh mereka seperti hati, penis, dan lain sebagainya, kemudian membawanya ke hausman (tempat tinggal tradisional mereka) untuk diserahkan kepada ketua kami dan digunakan untuk menciptakan kekuatan lain bagi para anggota," ujar salah seorang pelaku yang ditangkap, seperti dilansir oleh AFP, Jumat (13/7/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada polisi, para pelaku kanibalisme ini mengakui perbuatannya dilakukan demi membalas dendam, sebab para korban yang diketahui berprofesi sebagai dukun sengaja melanggar etika tradisi dengan meminta imbalan seks atas jasa-jasanya. Padahal biasanya, para dukun hanya boleh meminta imbalan uang atau berupa barang seperti babi dan beras.
"Sangat bertentangan dengan etika tradisi dan moral bagi seorang dukun untuk berhubungan intim dengan istri seseorang atau anak perempuan orang lain. Hal itulah yang menjadi penyebab utama kami membentuk kelompok pemburu dukun nakal," ujar salah seorang pemimpin kelompok ini yang tinggal di wilayah Tangi.
Namun seorang ahli paranormal setempat melihat bahwa kelompok ini berbeda dengan praktik kebudayaan warga setempat, yang hanya memburu orang-orang tertentu. Menurutnya, kelompok ini jelas-jelas merupakan kelompok kanibal, yang menutupi aksinya dengan kebudayaan lokal.
"Sesuai tradisi setempat, mereka tidak akan pernah membunuh dukun di siang hari, kemudian memutilasi dan memakan dagingnya, hatinya dan jantungnya atau membuat sup dari penis para dukun tersebut. Ini perbuatan gila dan aksi kanibalisme (dari kelompok in) dilakukan dengan dalih kebudayaan lokal," tegasnya.
Secara terpisah, Kepala Kepolisian wilayah Madang, Anthony Wagambie, mendesak para anggota kelompok lainnya untuk menyerahkan diri. "Ini adalah fenomena gunung es dan banyak hal yang harus dilakukan untuk mendidik warga setempat dalam rangka memberantas kelompok-kelompok serupa. Polisi tidak bisa melakukannya sendirian. Diperlukan usaha bersama dan kerjasama dari pemerintah, departemen terkait, organisasi non-pemerintah dan gereja setempat," terangnya.
(nvc/ita)











































