Para demonstran meneriakkan 'Matilah Amerika!' dan menyerukan agar pemimpin Pakistan untuk ikut serta dalam unjuk rasa yang muncul di sejumlah wilayah, seperti Islamabad, Karachi, dan Multan.
Di Islamabad, Sekretaris Jenderal Jamiat Ulema-e-Islam (JUI), Maulana Abdul Ghafoor Haideri, yang berafiliasi dengan Taliban, meminta agar dunia Islam meninjau ulang hubungannya dengan AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan Kementerian Luar Negeri Pakistan telah menyatakan dengan tegas, bahwa pihaknya mengutuk insiden pembakaran Alquran tersebut. Mereka menyebutnya sebagai tindakan tidak bertanggung jawab dan berharap agar tidak terulang kembali.
"Atas nama pemerintah dan rakyat Pakistan, kami mengutuk keras tindakan penodaan kitab suci Alquran tersebut," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri, Abdul Basit.
Di Karachi, ratusan aktivis yang tergabung dalam Jamaat-ud-Dawa, organisasi yang masuk dalam daftar hitam karena terkait dengan Al-Qaeda, juga berunjuk rasa.
Mereka membawa bendera dengan garis hitam dan putih serta tertulis ayat-ayat Alquran. Mereka juga membentangkan spanduk yang bertuliskan: 'Amerika akhirnya akan kalah sia-sia dalam perangnya melawan Allah dan Alquran'.
Sejak Selasa, 21 Februari kemarin, aksi demo anti-AS terjadi di luar pangkalan udara Bagram, Afghanistan. Para demonstran mengecam pembakaran Alquran yang dilakukan tentara-tentara NATO pimpinan AS. Atas insiden itu, Gedung Putih dan militer AS telah menyampaikan permintaan maaf. Presiden Obama juga telah meminta maaf melalui surat kepada Presiden Afghanistan, Hamid Karzai.
Memasuki hari keempat, unjuk rasa di Afghanistan sejauh ini telah menewaskan 15 orang, termasuk 2 tentara AS.
Seperti diketahui, hubungan Pakistan dengan AS terus memburuk semenjak penggerebekan Osama bin Laden dan serangan udara NATO yang menewaskan 24 tentara Pakistan pada tahun lalu.
(nvc/nwk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini