Osama, Al Qaeda dan Perseteruan Dua Tokoh yang Menentukan

Growing Up Bin Laden

Osama, Al Qaeda dan Perseteruan Dua Tokoh yang Menentukan

- detikNews
Minggu, 08 Mei 2011 10:35 WIB
Jakarta - Pimpinan Al Qaeda Osama bin Laden terlecut semangat jihadnya saat ada invasi Uni Soviet ke Afghanistan pada tahun 1979. Nah, bagaimana dia mendirikan Al Qaeda hingga menghadapi perseteruan dua tokohnya, Abdullah Azzam dan Dr Ayman al-Zawahiri yang menentukan arah Al Qaeda selanjutnya?

Penulis Jean Sasson memberikan catatannya dalam buku 'Growing Up Bin Laden'. Buku ini ditulis oleh istri pertama Osama, Najwa Ghanem, bersama putra keempatnya, Omar bin Laden, dan Jean Sasson, penulis terkenal New York Times, diterbitkan pada 2009 oleh St Martin's Press New York. Di Indonesia, buku setebal 543 halaman ini diterbitkan Literati pada April 2010.

Saat Osama menikah pada 1974, dia masih duduk di sekolah percontohan Al Thager dan melanjutkan ke Universitas King Abdul Azis pada 1976, mengambil ekonomi dan manajemen. Namun menurut Najwa, kuliah Osama tak pernah selesai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selama masa pendidikan formal Osama, umat Muslim di Timur Tengah mengalami kebangkitan Islam yang disebut Salwa, bermula dari perang Israel dengan Mesir, Yordania dan Suriah pada 1967. Negara Timur Tengah mengalami kekalahan. Ribuan pemuda Arab mempertanyakan pemimpin mereka dan menuntut perubahan.

Semangat Osama untuk jihad, atau perang suci telah terbentuk. Pada awal tahun 1979, Osama ditemani Najwa, pergi ke Indiana, AS, dan bertemu salah satu mentornya, Abdullah Azzam. Azzam, pria kelahiran Hartiyeh, Palestina, tahun 1941, saat Palestina dijajah Inggris.

Azzam belajar di Khadori College, bekerja sebagai guru di Yordania, mengambil BA bidang syariah di Damaskus, Suriah. Saat Israel menduduki Tepi Barat setelah memenangkan perang 6 hari, Azzam lari ke Yordania dan bergabung dengan Persaudaraan Muslim Palestina.

"Abdullah Azzam berkeras bahwa peta Timur Tengah yang dibuat Inggris Raya dan Prancis setelah Perang Dunia I harus ditulis kembali oleh bangsa Arab," tulis Sasson di halaman 48.

Saat gerilyawan Muslim meluncurkan jihad melawan Rusia, mereka didukung AS, Inggris Raya dan negara muslim lain. "Terpikat dengan pesan politik Abdullah Azzam, Osama siap secara mental untuk merespons invasi Soviet di Afghanistan," jelas Sasson pada halaman 49.

Saat itu Osama meninggalkan bangku kuliah dan menghabiskan waktunya bekerja atas nama pejuang perlawanan Afghan, Mujahiddin. Azzam menjadi partner Osama.

Dari tahun 1980-1985, ada 9 serangan besar Rusia yang mengakibatkan pertarungan hebat. Pada 1985, Azzam dan Osama mendirikan Kantor Layanan, yang menerima sukarelawan Muslim, melakukan pelatihan dan menjadi satuan pejuang di Afghanistan. Osama tak hanya mengumpulkan uang dan mengatur logistik, tapi juga mendirikan kamp pelatihan, membangun jalan dan membentuk satuan perlawanan, dan terjun dalam pertempuran.

Osama bertemu kelompok jihad utama Mesir yang berpandangan sama, membangun kembali dunia Muslim setelah Soviet dikalahkan. Mereka adalah: Mohammed Atef, Dr Ayman al-Zawahiri, Abu Ubaidah al-Banshiri, Abdullah Ahmed Abdullah, dan Omar Abdel Rahman, kiai buta Mesir.

Pada April 1988, 9 tahun 4 bulan setelah serangan Soviet di Afghanistan, perwakilan Afghanistan, Uni Soviet, AS dan Pakistan bertemu. Mereka sepakat meneken kesepakatan: Rusia menarik pasukan dari Afghanistan, Afghanistan dan Pakistan tak saling campur tangan urusan politik dan militer, AS mengakhiri dukungan pada kelompok anti-Soviet di Afghan.

Azzam menjadikan kasus itu menjadi dasar yang lebih luas, bahwa umat Muslim bisa mewujudkan dunia Islam yang sempurna. Dengan kesepakatan penuh, Osama menyerukan rapat perencanaan yang akan dinamai Al Qaeda-al-Askariya, atau 'pusat militer' yang kemudian dikenal dengan Al Qaeda saja, yang berarti 'pusat' atau 'fondasi'. Rapat pertama, di rumah Osama, di Peshawar, Pakistan.

Dalam perjalanan Osama memimpin Al Qaeda, ketegangan terlihat di antara pengikutnya, yang paling kasat mata, antara Azzam dan al-Zawahiri. Keduanya berebut dukungan dan dana dari Osama.

Azzam tidak mendukung aksi kekerasan kepada sesama muslim, sementara Zawahiri sebaliknya. Pasca penarikan pasukan Soviet sepenuhnya 15 Februari 1989, Al Qaeda mengklaim kemenangan terbesar dan berusaha menjadikan gerakan global sejak saat itu.

Ada beberapa percobaan pembunuhan pada Azzam, hingga pada 24 November 1989, Azzam (49) dan dua anak lelakinya terbunuh dalam ledakan ranjau darat saat karavan motor membawa mereka ke masjid di Peshawar untuk salat. Tak ada pihak yang bertanggung jawab, spekulasi merebak, namun diyakini, Zawahiri menjadi dalang pembunuhan tersebut.

Azzam lah yang diyakini menjadi satu-satunya orang yang bisa mencegah Osama melakukan serangan-serangan terhadap penguasa Arab Saudi dan AS di masa mendatang.

"Osama segera kembali ke Jeddah, sebagai pria yang visi politik, relijius, dan militannya telah sepenuhnya bangkit. Sejak saat itu, dia terus mendorong pertumbuhan Al Qaeda dan aktif mengadakan pertemuan dengan warga Arab lain yang mempunyai pandangan sama," tulis Sasson di halaman 132.

(nwk/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads