Jakarta - Warga eks Kampung Bayam bertahan di hunian darurat, menanti kepastian tempat tinggal. Harapan mereka tertuju pada Kampung Susun JIS yang belum pasti dihuni.
Foto
Potret Warga Kampung Bayam Menanti Rumah yang Dijanjikan

Warga eks Kampung Bayam di hunian sementara di kawasan Jalan Tongkol, Jakarta Utara, Selasa (29/7/2025).Β Warga Kampung Bayam yang telah lama menantikan hunian layak di Kampung Susun JIS masih terus berada dalam ketidakpastian.
Harapan akan kepastian tempat tinggal kembali diuji setelah pada Selasa (28/7) malam, sekitar pukul 22.00 WIB, sejumlah perwakilan dari pihak PT Jakarta Propertindo (Jakpro) mendatangi warga dan menyerahkan surat perjanjian terkait proses pemindahan mereka ke Kampung Susun JIS.
Kedatangan tersebut berlangsung cukup larut, dan menimbulkan berbagai reaksi di kalangan warga. Warga terkejut karena didatangi malam-malam. Surat yang diberikan berisi perjanjian tentang pemanfaatan unit di Kampung Susun JIS, termasuk soal biaya sewa yang mencapai hampir Rp1,8 juta per bulan.
Sehari setelahnya, warga kembali diundang oleh pihak Pemerintah Kota Jakarta Utara untuk menghadiri sosialisasi mengenai rencana relokasi mereka ke Kampung Susun JIS.Β Undangan ini menimbulkan harapan baru bagi warga, meski rasa was-was belum sepenuhnya sirna. Warga berharap bahwa pertemuan tersebut bukan sekadar formalitas, melainkan menjadi awal dari kejelasan dan keadilan yang mereka nanti-nantikan.
Namun, satu persoalan krusial yang masih menjadi ganjalan adalah rencana besaran biaya sewa yang diajukan oleh Jakpro. Angka hampir Rp1,8 juta per bulan dinilai tidak masuk akal oleh sebagian besar warga, mengingat kondisi ekonomi mereka yang sebagian besar bekerja di sektor informal. Mereka mengaku tidak mampu membayar angka sebesar itu setiap bulannya.
Warga pun berharap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta turun tangan langsung dalam menyikapi polemik ini. Menurut mereka, Kampung Susun JIS bukan sekadar proyek hunian vertikal, tetapi juga bentuk tanggung jawab sosial atas relokasi mereka yang dahulu dijanjikan untuk tetap bisa tinggal dekat dengan kawasan asal mereka.
Hingga kini, belum ada keputusan final mengenai apakah warga akan diizinkan menempati Kampung Susun JIS dengan skema yang adil bagi semua pihak. Warga menegaskan bahwa mereka siap berdialog, tetapi tidak ingin hanya dijadikan objek kebijakan tanpa suara.
Harapan itu masih menggantung di antara dinding-dinding kosong Kampung Susun JIS, menunggu satu keputusan yang bisa mengembalikan arti dari kata "rumah" bagi ratusan warga Kampung Bayam yang hingga kini masih terus bertahan.
Di tengah megahnya stadion internasional yang menjulang tak jauh dari mereka, warga Kampung Bayam justru masih bertanya-tanya: kapan mereka bisa tinggal di rumah yang dijanjikan? Ironisnya, tempat yang dahulu dibangun atas pengorbanan mereka, kini justru belum bisa mereka nikmati. Di balik gemerlap proyek prestisius, masih ada kehidupan yang tertinggal di tenda-tenda darurat, menunggu kepastian yang tak kunjung tiba.