Jakarta - Stigma negatif tersemat di tubuh anak-anak punk. Tato, tindikan, dan pakaian urakan pun melekat didirinya. Lewat Tasawuf Underground, pertobatan pun dilakukan.
Foto
Jalan Pulang Anak Punk

Dari sinilah awalnya mereka perlahan hijrah dan belajar ilmu agama agar bisa diterima dan bermanfaat bagi sesama. Melepaskan seluruh masa lalunya yang dirasa kurang baik.
Kesan pertama yang diperlihatkan kepada tim detikcom adalah saat Azan Magrib berkumandang. Salah satu santri punk Tasawuf Underground itu pun bergegas dan lekas melangkah untuk mengumandangkan azan bagi rekan-rekannya. Biasanya, mereka selalu di cap negatif karena terbiasa hidup di jalanan yang tubuhnya dipenuhi dengan tatto.
Eits, jangan salah. Masih ada anak-anak punk yang memiliki kemauan untuk hijrah ke arah yang lebih baik. Seperti inilah salah satunya. Anak punk dan anak jalanan ini dibina di Pondok Tasawuf Underground yang berlokasi di Ruko Pasar Cimanggis, Tangerang Selatan.
Pondok Tasawuf Underground didirikan Ustaz Halim Ambiya untuk memberikan pelajaran agama dan pemberdayaan bagi anak punk dan anak jalanan lewat metode 'peta jalan pulang'.
Sosok Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur merupakan figur yang diidolakan santri Tasawuf Underground. Sebab, kata mereka, Gus Dur berjiwa punk lantaran membela kaum minoritas dan termarjinalkan. Foto-foto Gus Dur pun dipajang di salah satu sudut ruangan.
Sehari-hari mereka dibina dengan hal yang paling krusial yakni mendirikan salat berjamaah. Usai salat, biasanya Ustaz Halim mengadakan tadarus atau kajian. Diakuinya, kala membimbing anak punk mengaji, tak sedikitpun menemukan kesulitan. Karena mereka semua ingin belajar dari hati.Â
Ini adalah salah satu potret anak punk yang memilih jalan hidupnya untuk kembali mencari kebenaran hidup. Hiasan tatto di tubuhnya tak membuat mereka hilang akal, akan kembali jalan pulang.
Kebanyakan dari mereka adalah bekerja mengamen di jalanan. Tak sedikit juga anak-anak jalanan ada yang sampai memakai narkoba, tentu hal itu mengganggu ketertiban umum dan melanggar hukum. Karenanya, mereka harus saling menghormati sesama agar tak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Hijrah yang dijalani anak punk Tasawuf Underground tidak hanya urusan agama, tetapi mereka diarahkan hijrah untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik agar bermanfaat bagi sesama dan melawan stigma negatif.
Seperti Eboy, bukan nama sebenarnya (34), kini mengisi waktu bekerja mencuci kendaraan di salah satu outlet. Pendapatan yang ia peroleh dimanfaatkan untuk jajan sehari-hari.
Ada juga santri punk yang bisa menyablon pakaian dengan teknik cukil. Ustaz Halim mengatakan, alasan anak punk ini dilatih bekerja untuk mengasah kemampuannya. Bahkan, katanya, bekas anak asuhnya kini sudah ada yang diterima di salah satu perusahaan swasta.
Beda lagi dengan Widi alias Wadoy (33), yang bekerja jadi peracik kopi di kawasan Ciputat, Tangsel. Kemampuan ini ia dapatkan setelah ikut pelatihan selama tiga bulan.
Ustaz Halim juga menambahkan, Tasawuf Underground kini mulai mengajarkan anak punk di bidang lukis dan fotografi. Sebagai wujud apresiasi, karya mereka pun dipamerkan dalam acara Punkmeran.
Mereka ini sering menjadi korban atas situasi yang tidak mengenakan dalam hidupnya, karena tubuh mereka dipenuhi tatto dan berpakaian semrawut. Hal itulah yang sempat dirasakan Botak, bukan nama sebenarnya, (28) yang pernah menjalani hidup di jalanan dan kini perlahan hijrah untuk belajar menjadi imam yang layak di keluarganya kelak.
Dalam mengaji, mereka itu cukup tanggap untuk belajar membaca Al-Qur'an. Suasana yang dibawa pun senyaman mungkin supaya ilmu yang diberikan diresapi dan bisa dipahami serta dijalani dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Anak punk yang sudah berada disini saatnya menemukan jalan pulang. Mau sampai kapan lagi mereka ada di jalan?
Kini sudah saatnya memikirkan masa depan yang bermanfaat untuk orang lain karena "Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (H.R. Bukhari). Wallahu alam.