Jakarta - Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura telah dirintis sejak tahun 1972. Sempat timbul tenggelam, perjanjian ekstradisi akhirnya terwujud di Era Jokowi.
Foto
Setengah Abad Safari Perjanjian Ekstradisi RI-Singapura

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura telah dirintis oleh Indonesia sejak tahun 1972. Sempat timbul tenggelam, perjanjian ekstradisi mulai diupayakan pemerintah Indonesia pada tahun 1998 dalam setiap kesempatan, baik dalam pertemuan bilateral maupun regional dengan Pemerintah Singapura. dok. detikcom
Mengutip Britannica, dalam hukum internasional, ekstradisi merupakan sebuah proses di mana satu negara dapat meminta orang yang menurut hukumnya dinilai melakukan kejahatan meskipun yang bersangkutan berada di luar negeri. Dalam kasus Indonesia, Singapura kerap menjadi 'surga' bagi buronan RI terutama koruptor untuk lari dari jeratan hukum. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Beberapa buronan korupsi RI yang pernah lari ke Singapura yakni Sjamsul Nursalim, tersangka kasus korupsi BLBI Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI); Samadikun Hartono, tersangka korupsi BLBI Bank Modern; Sujiono Timan tersangka korupsi BPUI; tersangka korupsi Cassie Bank Bali, Djoko S Tjandra; hingga Harun Masiku, tersangka kasus suap penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024. Ari Saputra/detikcom
Salah satu alasan Singapura kerap menjadi tujuan para buronan koruptor RI adalah karena kedua negara hingga kini belum memiliki perjanjian ekstradisi. Ari Saputra/detikcom
Dahulu pada 16 Desember 2002, bertempat di Istana Bogor, Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri dan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Thong melakukan pertemuan bilateral guna membahas hal terkait pengembangan kerja sama kedua negara di segala bidang. Salah satu hasil pertemuan tersebut adalah tercapainya kesepakatan bahwa Indonesia dan Singapura akan menyusun action plan/rencana aksi pembentukan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura. Dok. DPP PDI Perjuangan
Lalu pada 27 April 2007, bertempat di Istana Tampaksiring, Bali, Indonesia, Menteri Luar Negeri Indonesia (Hassan Wirajuda) dan Menteri Luar Negeri Singapura (George Yeo) menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura yang disaksikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. ANTARA FOTO
Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura yang ditandatangani pada 2007 tersebut tidak dapat diberlakukan oleh kedua negara karena Pemerintah Indonesia dan Singapura belum meratifikasi perjanjian tersebut. Getty Images/Suhaimi Abdullah
Lama waktu berjalan hingga pada 8 Oktober 2019 di era Presiden Joko Widodo, digelar Leaders' Retreat Indonesia-Singapura membahas kembali tentang Persetujuan Penyesuaian Batas Wilayah Informasi Penerbangan Indonesia-Singapura (Realignment Flight Information Region/FIR) dan Perjanjian Kerja Sama Keamanan. Biro Pers Sekretariat Presiden/Laily Rachev
Menindaklanjuti hasil Leaders' Retreat 2019, Menteri Hukum dan HAM RI kemudian mengusulkan agar Perjanjian Ekstradisi yang sejak awal diparalelkan dengan Perjanjian Kerja Sama Keamanan juga dibahas kembali dalam framework for discussion. Rengga Sancaya/detikcom
Setelah melakukan korespondensi, konsultasi dan perundingan, pada 22 Oktober 2021, Pemerintah Singapura menerima usulan Indonesia tersebut di atas. Feline Lim/REUTERS
Hingga akhirnya setelah menempuh jalan panjang, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura ditandatangani di Bintan, Kepulauan Riau, pada 25 Januari 2022. Dok. Sekretariat Presiden RI
Presiden RI Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menyaksikan penandatanganan yang diteken Menkumham Yasonna Laoly serta pihak Singapura. Dok. Sekretariat Presiden RI