Jakarta - Nasib perempuan di Afghanistan jadi sorotan usai Taliban kembali kuasai negara itu. Lantas bagaimana kehidupan perempuan Afghanistan sebelum dikuasai Taliban?
Foto
Potret Kehidupan Wanita Afghanistan Sebelum Dikuasai Taliban

Sejumlah wanita beraktivitas di area sekitar kampus yang berada di kawasan Kabul, Afghanistan, sekitar tahun 1975. Photo by Zh. Angelov/Hulton Archive/Getty Images.
Seperti diketahui, Afghanistan kembali jadi sorotan dunia internasional usai Taliban menguasai negara tersebut. Nasib para perempuan dan anak perempuan di negara itu pun turut jadi sorotan karena Taliban dikenal memiliki pandangan yang cenderung membatasi aktivitas perempuan pada saat menguasai negara itu tahun 1996-2001. Hulton Archive/Getty Images.
Bicara soal hak-hak perempuan di Afghanistan, sosok Ratu Soraya, isti Raja Amanullah Khan, penguasa Kerajaan Afghanistan, pada 1920an, tak bisa dilepaskan. Melansir BBC Indonesia, Ratu Soraya dikenal sebagai pelopor hak dan pendidikan perempuan di Afghanistan. Dok. Wikipedia.
Bersama sang suami yang memegang tahta Kerajaan Afghanistan pada tahun 1919 hingga 1929, Soraya Tarmizi, memiliki komitmen untuk meningkatkan pendidikan untuk perempuan. Putri India, anak bungsu pasangan Raja Amanullah dan Ratu Soraya mengatakan, ibunya membuka sekolah perempuan pertama di Afghanistan dan menjadi contoh keluarga untuk mengizinkan dua anak perempuan tertuanya untuk bersekolah. Dok. Bundesarchiv via Wikipedia.
Komitmen Ratu Soraya dalam memberikan pendidikan untuk para perempuan di negaranya menghasilkan sekolah dasar pertama untuk perempuan di Afghanistan yakni Sekolah Masturat yang dibuka di Kabul pada 1921. Soraya juga menjadi sosok yang mengenalkan pendidikan modern pada perempuan Afghanistan yang meliputi sains, sejarah, dan pelajaran-pralajaran lain di samping pelatihan ekonomi rumahan dan topik-topik keagamaan yang lebih tradisional. V. Seykov/Keystone/Getty Images
Tak hanya soal pendidikan, Ratu Soraya bersama sang suami, Raja Amanullah Khan juga turut mengangkat isu-isu yang dinilai progresif seperti menentang poligami serta penggunaan kerudung untuk wanita Afghanistan. Keystone/Getty Images
Kebebasan para wanita dalam berekspresi dan menyuarakan aspirasi juga turut terlihat di masa sebelum Taliban menguasai Afghanistan. Salah satu contohnya seperti foto di atas yang menampilkan sejumlah perempuan ikut serta dalam aksi unjuk rasa di kawasan Kabul, Afghanistan, pada tahun 1979 silam. Keystone/Getty Images.
Namun, hal tersebut berubah saat Taliban menguasai Afghanistan pada tahun 1996 silam. Para perempuan diwajibkan mengenakan burka yang menutup seluruh tubuh. Saat berkuasa, Taliban juga melarang televisi, musik dan bioskop, juga tidak memperbolehkan anak perempuan di atas sepuluh tahun untuk sekolah. Bahkan Taliban memicu kemarahan internasional terkait pelanggaran HAM dan budaya, salah satunya dengan menghancurkan patung Buddha Bamiyan yang terkenal di Afghanistan tengah pada 2001. Kini, saat Taliban kembali menguasai Afghanistan, kekhawatiran akan kembalinya aturan-aturan yang dinilai membatasi perempuan itu membuat para perempuan di negara tersebut memilih meninggalkan negaranya untuk mencari suaka. Taliban pun belakangan telah berusaha membentuk citra yang lebih positif sejak mereka menguasai Afganistan. Namun banyak warga Afganistan meragukan janji tersebut dan memilih pergi meninggalkan negara mereka saat Taliban kembali berkuasa. Chris Hondros/Getty Images.