Kulon Progo - Parjan (51) tunanetra asal Kulon Progo dalam sehari bisa memanjat hingga 20 pohon kelapa untuk menyadap nira. Yuk lihat perjuanganya demi menghidupi keluarga.
Foto
Kisah Tunanetra Penderes Nira di Kulon Progo

Keterbatasan fisik tak menghalangi semangat Parjan (51) dalam menjalani hidupnya. Dalam sehari penyandang disabilitas tunanetra asal Kulon Progo ini bisa memanjat hingga 20 pohon kelapa untuk menyadap nira demi menghidupi keluarganya. Β
Parjan tinggal di RT 78/RW 24, Dusun Plampang III, Kalurahan Kalirejo, Kapanewon Kokap, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Mata bapak dua anak mulai menjadi buta saat dia mulai menderita katarak pada awal 2000 lalu. Β
Parjan mengaku menjadi penderes nira sejak usia masih belia yakni 15 tahun. Meski kini sudah berusia senja, tubuh kurusnya masih kuat untuk memanjat puluhan pohon nira dalam sehari. Parjan tampak tengah mempersipakan peralatan untuk menyadap nira. Β
Setiap harinya, Parjan mengawali aktivitas pada pukul 07.00 WIB pagi. Berbekal peralatan seadanya seperti potongan bambu sebagai wadah nira, dan sebilah parang, Parjan berangkat ke pekarangan di sekitar rumahnya yang banyak ditumbuhi pohon kelapa. Β
Keterbatasan penglihatan tak menjadi masalah buatnya, sebab Parjan mengandalkan daya ingatnya untuk menemukan lokasi pohon kelapa. Β
Setiba di pohon kelapa yang dia pilih, Parjan langsung memanjatnya dan mulai mengambil air nira yang ada dalam wadah bambu. Hanya butuh waktu sekitar 15 menit, Parjan sudah turun dari pohon kelapa yang tinggi. Β
Untuk pengolahan nira, Parjan dibantu istrinya Kamsih (43). Kamsih lalu mengolah air nira itu menjadi gula Jawa. "Kalau sudah dapat niranya, tinggal disaring lalu direbus sekitar 2-3 jam, nanti nira akan mengeras dan jadi gula Jawa," terang Kamsih. Β
Kamsih juga berperan membantu sang suami untuk mencari kayu bakar. Β
Dalam sehari pasangan suami istri ini mampu menghasilkan 3 kg gula Jawa. Harga jual 3 kg gula Jawa ini sekitar Rp 50 ribu, atau dalam sebulan mereka bisa mengantongi uang sebesar Rp 1,5 juta. Β
Penghasilan minim itu membuat kedua pasutri ini tinggal dalam keterbatasan. Mayoritas uang hasil penjualan gula Jawa itu, digunakan untuk membiayai kedua anak perempuan mereka sekolah. Satu di antaranya menempuh pendidikan di pondok pesantren, dan seorang lagi di sekolah umum. Β
Kamsih menuturkan sejauh ini masih sedikit bantuan yang diterima keluarganya yang terbilang keluarga miskin ini. Mereka juga tidak masuk dalam program bantuan pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH)). Β
Dukuh Plampang III, Kemidi mengatakan mayoritas warganya termasuk Parjan mengais Rupiah dari menyadap nira. Dari total 216 kepala keluarga, ia menyebut lebih dari separuhnya bekerja sebagai penderes nira. Β