Jakarta - Sejumlah negara dianggap telah berhasil menekan COVID-19 di negaranya. Beberapa negara tersebut dipimpin oleh perempuan yang dinilai berhasil kendalikan Corona.
Foto
6 Pemimpin Wanita di Dunia yang Sukses Atasi Pandemi Corona

Perdana Menteri Sint Maarten di Kepulauan Karibia, Silveria Jacobs, saat masa-masa awal pandemi Corona di tahun 2020 lalu mengatakan kepada 41.500 rakyatnya bahwa kasus virus Corona terus meningkat karena wilayah tersebut menerima setidaknya 500.000 turis setiap tahunnya. Istimewa/dok. sintmaartengov.org
Silveria tidak memberlakukan penguncian ketat atau lockdown untuk menangani pandemi, tetapi dia memberlakukan larangan tegas untuk warganya keluar rumah selama dua pekan. Perempuan berusia 51 tahun itu telah menyampaikan pesannya secara tegas, memberi contoh tindakan tegas, praktik komunikasi yang efektif, dan menunjukkan bahwa pemimpin perempuan dapat menyelesaikan pekerjaannya. Getty Images/Mario Tama
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern (39) tanpa pikir panjang membuat kebijakan untuk menutup perbatasan bagi setiap warga asing mulai 19 Maret lalu. Berselang empat hari, ia kemudian mengumumkan untuk melakukan penguncian wilayah (lockdown) skala nasional pada 23 Maret 2020 selama tiga minggu. Getty Images/Hagen Hopkins
Tindakan tegas dan cepat tersebut membuat Selandia Baru hingga kini hanya memiliki sekitar 2.399 kasus dengan sembilan kematian. Kendati kurva kasus dan angka kematian mulai melambat, Ardern menegaskan jika pemerintahannya belum berencana untuk melonggarkan atau mencabut kebijakan lockdown lebih cepat dari rencana awal. Getty Images/Fiona Goodall
Kanselir Jerman, Angela Merkel, melakukan pengawasan untuk program pengujian virus corona di Jerman yang menjadi skala terbesar di Eropa. Sekitar 350 ribu tes dilakukan setiap minggunya. Upaya ini berhasil mendeteksi virus lebih awal sehingga isolasi dan perawatan pasien menjadi efektif. Getty Images/Adam Berry
Merkel juga membuat tempat perawatan pasien virus Corona paling intensif di Eropa. Kepala Virologi Rumah Sakit Universitas di Heidelberg Hans-Georg Krausslich mengatakan keberhasilan Jerman dalam meminimalisir kematian dipengaruhi oleh pengambilan keputusan dan kapabilitas perawatan pasien yang terinfeksi. Getty Images
Empat dari lima negara di Eropa Timur dipimpin oleh perempuan dan sebagian besar mencatat tingkat kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Salah satunya adalah Perdana Menteri Islandia Katrin Jakobsdottir yang dinilai berhasil menekan angka penyebaran virus Corona. Ia melakukan pengujian besar-besaran secara gratis kepada semua warga negaranya. Pengujian gratis ini diberikan sepada semua, tidak hanya mereka yang menunjukkan gejala. Getty Images/Chris J Ratcliffe
Pengujian yang dilakukan di Islandia berhasil menemukan bahwa setengah dari semua orang yang dinyatakan positif terinfeksi virus ternyata tidak menunjukkan gejala awal. Fakta tersebut membuat negara lain meningkatkan kewaspadaan terhadap virus serupa SARS tersebut. Selain menggelar tes massal, Islandia juga secara agresif melacak kontak dan mengkarantina orang-orang yang diduga terinfeksi virus Corona. Getty Images/Sean Gallup
Beralih ke Asia, kali ini adalah Presiden dari Taiwan Tsai Ing-wen. Ia pun memimpin kerja penanganan COVID-19 dengan cepat dengan mengaktifkan pusat komando epidemi negara itu sejak awal Januari dan melakukan pembatasan perjalanan juga karantina. Getty Images/Carl Court
Keberhasilan Tsai mendapat pengakuan dari Departemen Luar Negeri AS yang mengapresiasi keberhasilannya membendung penyebaran COVID-19 di Taiwan. Deplu AS kemudian menyerukan agar Taiwan diberi status pengamat di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Setelah penyebaran kasus kian melemah, Taiwan kini mengekspor jutaan masker wajah untuk membantu Uni Eropa dan negara lain yang masih berjuang menaklukkan virus Corona. Getty Images/Carl Court
Kepala pemerintahan termuda di dunia, Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin juga terlihat ergerak cepat dan tegas menangani pandemi COVID-19.
Marin memberlakukan kuncian ketat, termasuk melarang semua perjalanan keluar dan masuk wilayah Helsinki, yang tidak penting. Kebijakan ini telah membantu negaranya menahan persebaran virus 10 kali lebih rendah dari yang terjadi di negara tetangganya, Swedia.