Solo - Mbah Min, salah satu pejuang Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda II. Meski kian menua, semangatnya masih menyala untuk Indonesia.
Foto
Kisah Mbah Min, Dulunya Pengintai Agresi Militer Belanda II

Mbah Min atau Ngadimin Citro Wiyono (88) ditemani penggiat sosial melakukan tabur bunga dan menceritakan kisah hidupnya kepada anak-anak di TMP Kusuma Bakti, Solo, Jawa Tengah, Rabu (11/11/2020).
Saat berusia 15 tahun mbah Min menjadi mata-mata untuk negara Indonesia dalam perang melawan Belanda saat agresi militer Belanda II.
Diusianya yang semakin menua tersebut mbah Min masih heroik saat bercerita bagaimana beliau sering menjadi mata-mata di kawasan lapangan terbang Adi Soemarmo yang dulu juga menjadi gudang senjata pasukan Belanda.
Mbah menceritakan awalnya desa tempat dia tinggal diserbu tentara Belanda, hingga orang tua dan seluruh tetangganya tewas. Saat itulah dia bertekad membalas dendam kematian keluarganya.
Kini Mbah Min telah renta. Badannya tidak tegap lagi bahkan giginya mulai tanggal satu persatu. Namun yang masih menyala adalah semangat hidupnya dalam menyambung hidup dan mencari nafkah buat keluarganya.
Mbah Min kini menjadi penjual mainan keliling di beberapa tempat. Namun salah satu lokasi favoritnya untuk berjualan yakni di depan pintu gerbang kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.
Salah seorang rekan sesama pedagang di kampus UNS Solo, Purnomo (39) mengaku tahu tentang kisah Mbah Min yang merupakan seorang pejuang kemerdekaan. Mbah Min, kata Purnomo, sudah berjualan di lokasi itu selama enam tahun.
Di antara perjuangannya menyambung hidup dengan berjualan mainan, Mbah Min juga berharap mendapat pengakuan sebagai seorang veteran. Meski tidak ada selembar suratpun diterima Mbah Min dari Komandannya waktu itu.
Kendati demikian, setiap hari nasional seperti hari kemerdekaan dan hari pahlawan, Mbah Min selalu ingin mengambil peran.
Ia ingin mencontohkan kepada generasi muda untuk tetap menghormati para pahlawan yang sudah berjuang semasa hidupnya.