Jakarta - Mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Ia terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi.
Foto
Ekspresi Bowo Sidik Usai Divonis 5 Tahun Bui

Majelis hakim menjatuhkan hukuman 5 tahun dan denda Rp 250 juta atau pidana kurungan selama 4 bulan bagi Bowo Sidik Pangarso.
Bowo terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi.
Bowo terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Selain itu, Hakim juga mencabut hak politik Bowo Sidik selama 4 tahun. Itu terhitung setelah Bowo menjalani masa hukuman pokok.
Sebelumnya, Bowo dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Bowo Sidik diyakini jaksa bersalah menerima suap dan gratifikasi.
Selain tuntutan pidana, Bowo Sidik Pangarso juga dituntut hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik. Jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman pada mantan anggota DPR itu untuk tidak dapat menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah tuntas menjalani hukuman pidananya.
Bowo diyakini jaksa menerima suap USD 163.733 dan Rp 311 juta (bila dikurskan dan dijumlah sekitar Rp 2,6 miliar lebih). Suap itu diterima dari Asty Winasty sebagai General Manager Komersial atau Chief Commercial Officer PT Humpus Transportasi Kimia (HTK) dan Taufik Agustono sebagai Direktur Utama PT HTK. Pemberian suap itu diterima Bowo melalui orang kepercayaannya bernama M Indung Andriani K.
Bowo juga diyakini bersalah menerima Rp 300 juta dari Lamidi Jimat selaku Direktur Utama PT AIS. Jaksa menyebut Lamidi meminta bantuan Bowo menagihkan pembayaran utang. PT AIS memiliki piutang Rp 2 miliar dari PT Djakarta Lloyd berupa pekerjaan jasa angkutan dan pengadaan BBM.
Selain itu, jaksa mengatakan, Bowo Sidik menerima gratifikasi SGD 700 ribu dan Rp 600 juta (sekitar Rp 7,7 miliar). Penerimaan gratifikasi tersebut berkaitan pengurusan anggaran di DPR hingga Munas Partai Golkar.