Jakarta - Orang Rimba masih memegang teguh kearifan lokal yang dianut secara turun-temurun. Alih fungsi hutan menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup mereka kini.
Foto
Potret Kehidupan Orang Rimba yang Bertahan di Tengah Modernisasi

Suku Anak Dalam atau dikenal pula dengan Orang Rimba merupakan salah satu suku pedalaman yang menetap di Pulau Sumatera, khususnya di sejumlah hutan di kawasan Jambi. Mereka terbiasa hidup nomaden atau berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya di pedalaman hutan Sumatera.
Data Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menyebutkan, berdasarkan survei 2018 kelompok Orang Rimba di provinsi Jambi menyebar di lima kabupaten meliputi Sarolangun, Merangin, Tebo, Batanghari, dan Bungo dengan jumlah total 5.235 jiwa. Namun, derasnya arus Modernisasi mengepung mereka untuk melakukan hal serupa seperti yang dilakukan oleh masyarakat saat ini, yaitu hidup menetap.
Alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit membuat Orang Rimba tak lagi leluasa untuk hidup nomaden. Mereka pun kini tinggal di sebuah perumahan yang berada di tengah perkebunan sawit. Perumahan senilai Rp 25 juta per unit tersebut telah ditempati oleh puluhan kepala keluarga (KK) Orang Rimba setempat sejak awal 2018 dengan cara membeli secara tunai dan cicil kepada seorang warga pemilik kebun yang sekaligus menjadi penampung hewan buruan Orang Rimba.
'Pengandangan' Orang Rimba ini pun menarik perhatian sejumlah orang. Menurut seorang Akademisi Universitas Padjajaran, Miranda Risang Ayu PhD kebijakan pemerintah dengan merumahkan Orang Rimba atau Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi adalah kebijakan yang terlalu memaksa karena tidak memberikan solusi untuk kesejahteraan mereka.
Masih menurut Miranda, kebijakan merumahkan Orang Rimba justru akan menimbulkan problem tersendiri, karena mereka merupakan komunitas yang memiliki kearifan lokal dan tak bisa menerima menetap di luar kawasan hutan dengan cara dibuatkan rumah permanen.