Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sudah 'langganan' melempar serangan ke KPK, yang terbaru soal minta KPK pindah ke Korut. Ini sederet serangan kontroversial Fahri
Foto
Serangan Fahri ke KPK Tak Berhenti: Minta Bubar hingga Pindah ke Korut

Fahri beberapa kali berpendapat bahwa KPK sebaiknya dibubarkan. "Kalau saya jadi presiden, KPK akan saya bubarkan," kata Fahri saat menjadi pembicara di Fakultas Ekonomi Syariah di IAIN Syekh Nurjati, Cirebon, Jawa Barat, Rabu (20/9/2017).
Fahri juga menganggap KPK sebagai sumber kegaduhan di Indonesia. "Yang bikin ribut di Indonesia cuma satu, cuma KPK. Yang lain kan nggak ada yang bikin ribut, diam-diam aja kan. Ini semua kan karena KPK," ujar Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (4/10/2017). Fahri ditanya soal KPK yang beberapa kali kalah dalam sidang praperadilan.
Fahri juga mengkritik mekanisme penyadapan di KPK. Dia curiga ada bisnis di baliknya. "Penyadapan yang dilakukan KPK ilegal semuanya dan penyadapan ini tebang pilih, karena SOP-nya kita nggak tahu. KPK nggak pernah mau terbuka tentang SOP yang mereka pakai," kata Fahri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (25/8/2017). "Jangan-jangan, ini dibisniskan sehingga ada transaksi," tuding Fahri.
Fahri juga pernah menyindir KPK yang mengusut dugaan korupsi pengadaan di Desa Dassok yang menggunakan dana desa dengan nilai proyek Rp 100 juta. "Itu namanya KPK masuk desa, dulu ABRI masuk desa, sekarang KPK masuk desa, hehehe," ujar Fahri Hamzah di Kediaman Idrus Marham, Jalan Kavling DPRD, Cibubur, Jakarta, Minggu (6/8/2017).
Fahri juga pernah menuding kasus e-KTP yang diusut KPK omong kosong. "Jadi gini loh, percaya, kasus e-KTP itu omong kosong. Permainannya Nazaruddin sama Novel, dan Agus Rahardjo. Udah percaya, bohong semua ini, masak ada rugi Rp 2,3 triliun, dari mana ruginya," ujar Fahri di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/7/2017).
Yang terbaru, Fahri mengkritik KPK soal banyaknya OTT yang dilakukan baru-baru ini. "KPK itu cocoknya pindah ke Korea Utara saja. Suruh jadi aparatnya Kim Jong Un itu cocok dia. Nggak bisa dia di negara demokrasi," kata Fahri di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).