Presiden AS Donald Trump telah mengeluarkan sebuah dekret yang mengklasifikasikan fentanil sebagai "senjata pemusnah massal" β sebuah istilah politik yang sangat radikal untuk suatu zat yang telah secara diam-diam membunuh manusia dalam jumlah besar selama puluhan tahun."Obat ini bahkan lebih parah dari efek ledakan bom," ujar Trump. Ia mengklaim bahwa sedikitnya 200.000 hingga 300.000 orang per tahun meninggal dunia akibat penggunaan fentanil.
Angka sebenarnya, sebagaimana dicatat oleh otoritas kesehatan masyarakat AS, yaitu Centers for Disease Control and Prevention (CDC), memang mengkhawatirkan, tetapi jauh lebih rendah dari klaim tersebut. CDC melaporkan bahwa lebih dari 76.000 orang meninggal akibat overdosis fentanil pada tahun 2023. Namun pada tahun 2024, jumlah tersebut turun menjadi 48.422 kematian. Di Eropa, jumlah kematian akibat fentanil tetap berada di kisaran ratusan orang.
Apa yang membuat obat iniβyang sebenarnya dirancang untuk meredakan rasa sakit yang ekstrem - menjadi begitu berbahaya? Dan apakah benar fentanil dapat digambarkan sebagai sebuah senjata pemusnah massal?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Makna resmi dari kategorisasi baru ini
Pengkategorian ulang yang dilakukan oleh Trump berarti bahwa fentanil tidak lagi hanya diatur oleh undang-undang kesehatan dan pidana. Kini, fentanil juga dianggap sebagai isu keamanan nasional. Badan intelijen dan militer, secara prinsip, dapat terlibat lebih jauhβmisalnya dalam memerangi kartel narkoba, atau jika seseorang dicurigai merencanakan penggunaan fentanil dalam suatu serangan.
Dalam studinya pada tahun 2019 berjudul "Fentanyl as a Chemical Weapon" (Fentanil sebagai Senjata Kimia), Center for the Study of Weapons of Mass Destruction (CSWMD) menyimpulkan bahwa tidak tampak adanya "dasar atau kebutuhan apa pun untuk secara resmi menetapkan senyawa fentanil sebagai senjata pemusnah massal, setidaknya bagi Departemen Pertahanan AS."
CSWMD berada di bawah Institute for National Strategic Studies, sebuah departemen dari National Defense University (NDU) di Washington, D.C., yang didanai oleh Departemen Pertahanan AS.
Namun demikian, penulis laporan tersebut, John P. Caves, juga memperingatkan bahwa "setidaknya terdapat risiko bahwa senyawa fentanil dapat digunakan sebagai senjata kimia." Ia merekomendasikan agar penggunaan agen berbentuk aerosol yang mempengaruhi sistem sarafβseperti fentanilβdalam penegakan hukum harus dilarang secara tegas, karena hal itu "tidak sejalan dengan Konvensi Senjata Kimia." Ia juga menulis bahwa Departemen Pertahanan seharusnya "terus meningkatkan pemahamannya mengenai senyawa fentanil sebagai potensi senjata kimia."
Keputusan Trump dinilai sebagai 'manuver politik'
Dennis Fitzpatrick, seorang pakar keamanan nasional dan mantan asisten jaksa distrik AS, mengkritik pengkategorian baru ini. Ia menyebutnya sebagai sebuah "manuver politik" yang "tidak memiliki alasan praktis," karena, menurutnya: "Kita sudah memiliki undang-undang yang berlaku, yang telah diuji, yang sudah biasa digunakan oleh jaksa dan aparat penegak hukum, yang sangat jelas, dan yang mencapai tujuan yang sama."
National Public Radio (NPR) berbicara dengan banyak pakar kesehatan masyarakat dan penanggulangan kecanduan, yang menekankan bahwa secara teknis sangat sulit untuk menggunakan fentanil layaknya senjata pemusnah massal konvensional dalam suatu serangan teroris. Mereka mengatakan bahwa sebagian besar kematian akibat fentanil terjadi pada pengguna narkoba jalanan yang telah dicampur atau dipalsukan, bukan akibat sebuah serangan yang disengaja.
Para ahli di bidang ini menyatakan bahwa pengkategorian baru tersebut tidak akan mengurangi ketersediaan fentanil di jalanan maupun jumlah kematian akibat overdosis. Sebaliknya, mereka melihatnya sebagai bentuk militerisasi lebih lanjut dari "perang melawan narkoba." Sementara itu, upaya pencegahan, pengobatan, dan kebijakan sosial tetap kekurangan dana dan masih menerima perhatian yang jauh dari memadai.
Langkah ini juga membuat kerja sama internasional menjadi lebih sulitβkhususnya dengan Cina, terkait dengan zat-zat prekursorβkarena menimbulkan kesan bahwa Beijing secara tidak langsung dituduh mendukung produksi "senjata pemusnah massal."
Orang-orang dalam komunitas keamanan yang mendukung langkah ini, serta organisasi korban seperti Families Against Fentanyl, berpendapat bahwa jumlah kematian dan kerusakan ekonomi yang ditimbulkan setara dengan sebuah "senjata pemusnah massal dalam gerak lambat", sehingga negara dinilai sah mengerahkan seluruh instrumennya, mulai dari intelijen dan militer hingga tekanan internasional.
Fentanil: Asal-usul, penggunaan medis, dan risikonya
Fentanil adalah opioid sintetis. Ia merupakan obat pereda nyeri yang sangat kuat, yang terutama digunakan dalam anestesi dan dalam perawatan akhir hayat bagi pasien kanker stadium terminal.
Kekuatan fentanil jauh melebihi opioid klasik seperti morfin atau oksikodon. Bahkan dalam jumlah yang sangat kecil, fentanil sudah cukup untuk menghambat rasa sakit yang parah. Fentanil awalnya dikembangkan sebagai anestesi yang sangat efektif dan mudah dikendalikan. Dalam dunia medis, obat ini dianggap penting, tapi dengan dosis dan cara pemberian yang diawasi secara ketat.
Cara kerja fentanil β hanya beberapa miligram bisa mematikan
Fentanil bekerja dengan mengikat reseptor opioid di sistem saraf pusat, menekan sensasi nyeri, dan sering kali memicu perasaan euforia serta relaksasi yang kuat. Justru kombinasi inilah yang membuatnya menarik sebagai narkoba rekreasional sekaligus sangat berbahaya. Hanya beberapa miligram dapat menurunkan dorongan pernapasan sedemikian rupa sehingga seseorang hanya bernapas sangat dangkal atau bahkan berhenti bernapas sama sekali.
Akibatnya adalah kekurangan oksigen, kehilangan kesadaran, koma, dan dalam skenario terburuk, henti napas, yang dapat menyebabkan kematian dengan sangat cepat. Fentanil juga sangat adiktif, dan tingkat toleransi pada pecandu meningkat dengan cepat, sehingga mereka terdorong untuk menaikkan dosis. Jarak antara dosis yang menimbulkan efek "high" dan dosis yang mematikan sangat tipis.
Tablet, plester, dan campuran yang mematikan
Di rumah sakit, fentanil biasanya diberikan melalui suntikan intravena atau dalam bentuk plester yang menyalurkan obat melalui kulit secara perlahan dan terus-menerus. Di pasar gelap, fentanil umumnya tersedia dalam bentuk bubuk atau pil hasil produksi ilegal. Semakin sering pula ditemukan dalam bentuk yang dapat diisap atau dihirup.
Masalahnya adalah produsen ilegal tidak menakar dosis secara akurat. Mereka juga mencampur fentanil dengan obat lain, seperti kokain atau heroin, sehingga konsumen tidak pernah tahu seberapa kuat produk yang mereka gunakan.
Fentanil sebanyak dua miligram saja sudah dapat mematikan. Cukup dengan satu plester yang tercampur buruk atau satu tarikan terlalu banyak. Bahkan plester fentanil bekas masih dapat mengandung cukup zat aktif untuk membahayakan nyawa seseorang jika disalahgunakan.
Rantai pasokan global: Cina, Amerika Latin, dan Amerika Serikat
Fentanil adalah zat sepenuhnya sintetis yang dibuat di laboratorium kimia. Ia sudah beredar sebagai narkoba ilegal sejak tahun 1970-an, dan produksi yang tidak terkendali meningkat pesat sejak tahun 1980-an.
Saat ini, prekursor dan komponen kimia dari Cina merupakan bagian penting dari rantai pasokan ilegal. Bahan-bahan tersebut diproses menjadi bubuk dan pil fentanil, terutama di Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Dari sana, narkoba ini diselundupkan ke Eropa dan terutama ke Amerika Serikat.
Pada tahun 2022, Drug Enforcement Administration (DEA) AS menyita lebih dari 50,6 juta pil palsu yang mengandung fentanil, serta sekitar 4,5 ton bubuk fentanil. DEA memperkirakan bahwa jumlah ini setara dengan lebih dari 379 juta dosis yang berpotensi mematikan. Menurut Anne Milgram, kepala DEA saat itu, jumlah tersebut "cukup β¦ untuk membunuh setiap warga Amerika."
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman.
Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
Editor: Yuniman Farid
Tonton juga video "Trump Resmi Longgarkan Peraturan Ganja Demi Medis"
(ita/ita)










































