Sejatinya, Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Mark Rutte tiba di Berlin pada Kamis (11/12) kemarin untuk memaparkan gagasan dasar soal masa depan aliansi dalam forum Munich Security Conference (MSC). Salah satunya adalah peran negara-negara Eropa, yang menurutnya harus mengemban tanggung jawab lebih besar, ketika Amerika Serikat—penopang utama pakta militer selama puluhan tahun—menjadi kian sulit ditebak.
Strategi Keamanan Nasional terbaru AS membuat sekutu NATO di Eropa tersentak. Di sana, Uni Eropa digambarkan lemah, lumpuh oleh persoalan migrasi, dan bukan lagi mitra utama Washington. Rutte mencoba mencairkan suasana saat bertemu Kanselir Friedrich Merz di Berlin: dokumen itu, katanya, tetap menegaskan komitmen Amerika terhadap keamanan Eropa. "AS tetap pada kewajibannya di NATO," ujar mantan Perdana Menteri Belanda itu.
Namun, apakah sekarang waktu yang tepat untuk merumuskan ulang visi keamanan Eropa? Saat ini adalah masa krusial bagi nasib Ukraina di bawah invasi Rusia Rusia. Apakah AS—pelindung Eropa selama beberapa dekade—akan mengorbankan Ukraina, dan juga negara-negara anggota NATO di Eropa? Merz berkata: "Sekarang, tak ada lagi yang seperti dulu. Kita hidup di dunia berbeda, di masa berbeda—dan masa ini membutuhkan jawaban yang berbeda dari sebelumnya."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eropa ingin gencatan senjata dan jaminan keamanan
Jawaban berbeda itu, untuk saat ini, merupakan manajemen konflik. Eropa berusaha menurunkan ongkos yang harus dibayar dalam rencana AS bagi perdamaian Ukraina. Merz mengulangi poin penting bagi Eropa: "Kami menginginkan gencatan senjata yang akhirnya menghentikan perang mengerikan ini setelah hampir empat tahun. Gencatan itu harus dijamin secara hukum dan material."
Jaminan itu melibatkan NATO, Uni Eropa, dan, tentu saja, Amerika Serikat. "Hasil negosiasi harus pula melindungi kepentingan keamanan Eropa. Tidak boleh merugikan UE dan NATO."
Zelensky siap gelar pemilu di tengah perang
Pertanyaannya: sanggupkah Merz, Rutte, Presiden Prancis Emmanuel Macron, serta Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyukseskan misi tersebut? Rencana yang disusun pemerintahan Trump berisi 28 butir, yang dinilai terlalu menguntungkan Moskow hingga muncul gosip bahwa naskahnya ikut ditulis di Moskow.
Meski rencana itu kini tidak lagi menjadi acuan utama, Presiden Donald Trump belakangan menuntut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky segera menggelar pemilu—di tengah perang—untuk membuktikan legitimasi bagi proses perundingan. Dia menyatakan siap, meski artinya harus mengamandemen konstitusi.
Kini, Ukraina dikabarkan telah menyerahkan rancangan rencana damai tandingan kepada AS.
Pertemuan berikutnya di Berlin
Ketika Merz dan Rutte berbicara, kabar simpang-siur beredar di Berlin soal agenda beberapa hari ke depan. Disebutkan bahwa Senin (15/12) mendatang, Starmer dan Macron akan datang ke Berlin menemui Merz.
Apakah utusan Washington juga akan hadir? Merz hanya mengatakan bahwa akhir pekan ini semua pihak kembali membedah "rencana"—mengenai wilayah timur Ukraina yang mungkin harus diserahkan kepada Rusia demi mengakhiri perang. Sebuah tuntutan berat bagi Ukraina, kendati tampaknya sulit dihindari.
Rutte peringatkan ancaman lanjutan Rusia
Dalam forum MSC di Perwakilan Negara Bagian Bayern, Berlin, Rutte memperingatkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tak akan berhenti di Ukraina. "Kita adalah target berikutnya," katanya. Infrastruktur di Eropa Barat, menurut dia, nyaris setiap hari diserang, sementara disinformasi dan drone terus menebar ketakutan. "Tapi terlalu banyak dari kita yang belum melihat urgensinya. Terlalu banyak yang masih percaya waktu berpihak pada kita. Padahal tidak."
Rutte menegaskan negara-negara NATO harus membayangkan diri berada dalam "mode perang" dan mempercepat kesiapan pertahanan sendiri. Untuk saat ini, katanya, hanya ada satu orang yang bisa menghentikan Putin: Presiden AS Donald Trump. Dan Eropa harus mampu kembali meyakinkan penguasa Gedung Putih—seperti yang selama ini sudah berkali-kali dilakukan. Dan hasilnya akan sudah bisa dilihat dalam beberapa hari ke depan.
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Yuniman Farid
Tonton juga video "Sekjen NATO Bicara Ancaman Perang dengan Rusia: Kita Dalam Bahaya"











































