Membaca Sinyal Kunjungan Putin ke India di Tengah Tekanan AS

Membaca Sinyal Kunjungan Putin ke India di Tengah Tekanan AS

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Kamis, 04 Des 2025 14:26 WIB
Membaca Sinyal Kunjungan Putin ke India di Tengah Tekanan AS
Jakarta -

Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan tiba di India pada Kamis (04/12) untuk kunjungan selama dua hari. Hal ini menjadi sebuah sinyal kemitraan antara Moskow dan New Delhi, yang telah bertahan selama hampir delapan dekade di tengah gejolak geopolitik.

Kunjungan Putin itu merupakan undangan dari Perdana Menteri India Narendra Modi, untuk menghadiri KTT tahunan India–Rusia ke-23 di ibu kota India. Ini merupakan kunjungan pertama Putin ke India sejak Rusia melancarkan invasi penuh ke Ukraina pada 2022.

Kedua negara telah menyatakan keinginan untuk memperkuat "kemitraan strategis khusus dan istimewa", istilah resmi hubungan India–Rusia yang diadopsi pada 2010, serta "bertukar pandangan mengenai isu-isu regional dan global yang menjadi kepentingan bersama," demikian laporan Kementerian Luar Negeri India.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menjelang kunjungan tersebut, Juru Bicara Kremlin sekaligus Kepala Staf Putin, Dmitry Peskov, menegaskan pentingnya mempertahankan hubungan dan perdagangan bilateral Rusia–India. Komentar itu muncul ketika India menghadapi tarif dari Amerika Serikat atas pembelian minyak Moskow, di saat Rusia juga terus berupaya mengatasi semakin banyaknya sanksi Barat terkait perang di Ukraina.

"Kita harus mengamankan perdagangan kita dari tekanan luar negeri," ujar Peskov kepada wartawan. Dia menambahkan, pembahasan mengenai mekanisme pembayaran alternatif untuk menghindari sanksi juga sedang berlangsung.

ADVERTISEMENT

Agenda lain dalam kunjungan ini adalah perpindahan tenaga kerja, seiring semakin banyak warga India yang mencari pekerjaan di Rusia. Peskov juga menyinggung kerja sama pertahanan, termasuk penjualan sistem pertahanan udara S-400, jet tempur Sukhoi-57, dan reaktor nuklir modular kecil.

India masih menjadi konsumen terbesar bagi Rusia dalam hal pembelian senjata. Selain itu, Rusia kini memasok lebih dari 35% impor minyak mentah India, jumlah ini jauh meningkat dari sekitar 2% sebelum perang Ukraina.

Namun, menurut lembaga intelijen maritim Kpler, langkah terbaru AS dengan menargetkan pihak-pihak yang berbisnis dengan produsen minyak Rusia membuat sejumlah kilang India mulai mendiversifikasi pemasok mereka.

Tarif AS dorong India dekati Rusia

Meski ada tekanan Barat, sejumlah pakar dan diplomat yang dihubungi DW mengatakan hubungan India-Rusia tetap bertahan, termasuk ketika Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif terhadap India.

"Kunjungan Putin mengirim pesan jelas ke blok Barat bahwa Rusia tidak terisolasi dalam urusan global," ujar Rajan Kumar dari Centre of Russian Studies, Universitas Jawaharlal Nehru.

Menurut Kumar, India melihat Rusia sebagai mitra strategis untuk menjaga keseimbangan hubungan dengan Barat dan Cina.

"Kebijakan Trump menciptakan defisit kepercayaan dengan AS dan meningkatkan arti penting Rusia. Mengisolasi Rusia berarti mendorongnya semakin dekat ke Cina, sesuatu yang tidak diinginkan India," katanya.

Di sisi lain, meski Rusia menjaga hubungan kuat dengan Cina, Moskow juga waspada terhadap meningkatnya pengaruh geopolitik Beijing. Karena itu, Rusia mendorong keterlibatan lebih besar India dalam geopolitik Eurasia melalui forum multilateral seperti SCO dan BRICS.

Tidak seperti negara-negara Barat, Rusia juga tidak mengkritik isu dalam negeri India atau memaksakan syarat dalam kerja sama bilateral.

"Kunjungan Putin memperkuat kemitraan 'khusus dan istimewa' yang dibangun atas keselarasan kepentingan, kepercayaan historis, dan kalkulasi geopolitik bersama," kata Kumar.

Alasan kedekatan Rusia dan India

Hubungan kedua negara berakar sejak kemerdekaan India pada 1947. Rusia (saat itu Uni Soviet) membangun citra positif dengan mendukung industrialisasi India dan memberikan dukungan diplomatik dalam sengketa Kashmir.

Pada 1971, Moskow secara terbuka mendukung India dalam perang dengan Pakistan, sementara AS dan Cina berada di pihak Islamabad. India kemudian mulai membeli senjata buatan Soviet dalam jumlah besar dan memproduksi beberapa di antaranya secara lokal, termasuk tank T-72.

Hubungan pertahanan itu tetap bertahan setelah Perang Dingin. Pada 1990-an, ketika Rusia membutuhkan dana, Moskow tetap membantu India memproduksi rudal dan jet tempur rancangan Rusia serta mengembangkan kapal selam bertenaga nuklir kelas Arihant.

Pada 2002, kedua negara menandatangani perjanjian eksplorasi luar angkasa. Sejak Modi mulai menjabat pada 2014, kerja sama diperluas ke energi nuklir dan penjualan uranium.

Ketika perang Ukraina memicu gejolak global pada 2022, India berhati-hati agar tidak memusuhi Rusia maupun Barat, termasuk ketika menyerukan penghentian perang tanpa mengecam langsung invasi Rusia.

"Sebagai mitra lama, India dan Rusia telah membangun modal kepercayaan yang besar dan hal itu kini sangat berguna ketika keduanya menghadapi tantangan geopolitik dari AS maupun Cina," kata D Bala Venkatesh Varma, mantan duta besar India untuk Rusia. Dia menambahkan bahwa hubungan kedua negara tetap kuat.

"KTT ini dapat diperkirakan menjadi momen bagi kedua pemimpin untuk menginvestasikan kembali komitmen dalam kemitraan strategis bilateral," tambahnya.

Rusia dan India ingin 'otonomi strategis'

Menurut Harsh Pant dari lembaga kajian ORF di New Delhi, "AS mungkin mendorong India untuk mengurangi hubungan dengan Moskow, tetapi India menilai kerja sama pertahanan dan energi dengan Rusia terlalu berharga untuk dikorbankan."

Dia menggambarkan sikap diplomasi Washington sebagai hal yang tidak bisa diprediksi, sehingga dapat mendorong India mempertimbangkan secara hati-hati dalam memilih kemitraan.

"Keseimbangan ini memungkinkan India mempertahankan hubungan kuat dengan Rusia sambil tetap mengelola kemitraan strategis dengan AS," kata Pant.

Dengan tujuan mencapai "otonomi strategis", hubungan India-Rusia dianggap telah berakar jauh lebih dalam dibanding tekanan sesaat dari pemerintahan Trump.

Kunjungan dua hari yang penuh sinyal politik

Menurut mantan Menteri Luar Negeri India sekaligus mantan duta besar untuk Rusia, Kanwal Sibal, kunjungan Putin menunjukkan prioritas kebijakan luar negeri India di tengah pergeseran kekuatan global.

"Momen kunjungan Putin ke Delhi menegaskan pendekatan dasar India sebagai kemitraan strategis, bukan permainan zero-sum," kata Sibal.

Dia menambahkan, "AS tidak bisa mendikte kebijakan luar negeri India. Kita harus mengakomodasi sekaligus menolak tekanan jika perlu."

Pendapat Sibal terlihat dalam strategi seimbang New Delhi. India sedang menegosiasikan kesepakatan dagang dengan AS untuk menurunkan tarif, menyikapi kekhawatiran Washington soal defisit perdagangan, dan memproses kesepakatan penting senilai US$1 miliar (sekitar Rp15,4 triliun) antara GE Aerospace (AS) dan Hindustan Aeronautics Limited (HAL) untuk memasok mesin jet bagi pesawat tempur Tejas, sementara pada saat yang sama menyambut Vladimir Putin sebagai tamu kehormatan.

Menurut Sibal, kerja sama pertahanan dengan Washington terus berlanjut, "tetapi hal ini tidak mengurangi pentingnya strategis Rusia."

"India mengakomodasi kemitraan Amerika Serikat di mana hal itu menguntungkan, sambil menahan tekanan untuk meninggalkan Moskow. Kunjungan Putin menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri India beroperasi berdasarkan syaratnya sendiri, bukan preferensi Washington," pungkasnya.

Artikel ini pertama kali terbit dalan bahasa Inggris

Diadaptasi oleh: Fika Ramadhani

Editor: Muhammad Hanafi

Simak juga Video Putin Yakin AS Paham Ruwetnya Masalah di Ukraina

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads