×
Ad

Budaya Brutal di Internal Militer Rusia, Mengapa Tak Dihukum?

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Selasa, 18 Nov 2025 10:49 WIB
Jakarta -

"Mereka membunuh anak saya," ratap Tatjana Bykova dalam sebuah pesan video. Ia menggunakan istilah "dibatalkan" untuk menggambarkan bagaimana putranya, Andrej, dibunuh oleh komandan militer Rusia. Ia menyebut nama-nama mereka dan mengatakan bahwa ia membenci mereka.

Awalnya, mereka memeras Andrej, menuntut setengah dari kompensasi yang ia terima atas cederanya. Ketika ia menolak memberikan uang itu dan malah membeli sebuah mobil, mereka menuntut agar ia menyerahkan mobil tersebut. Ia dibunuh karena menolak menyerahkan mobil itu.

Bykova mengajukan keluhan ke Komite Investigasi Federasi Rusia dan kantor kejaksaan, tetapi tidak ada yang terjadi. Andrej Bykov hanya dinyatakan hilang. "Saya diberi tahu bahwa ia dipukuli hingga tewas. Ia tergeletak di sebuah hutan dekat Galizynovka (sebuah desa di Oblast Donetsk, Ukraina)," kata Bykova kepada media independen Rusia, Verstka.

Pada Oktober 2025, situs berita investigatif tersebut meluncurkan sebuah proyek untuk menyoroti penyiksaan yang meluas dan apa yang disebut "pembatalan", istilah sehari-hari untuk pembunuhan terhadap rekan sendiri di dalam tentara Rusia.

Verstka juga menerbitkan nama-nama puluhan komandan yang terlibat. Keesokan harinya, Aleksandr Pashchtschenko, seorang deputi dari partai berkuasa Rusia Bersatu dari Khakassia di Siberia selatan, menanggapi kritik dari seorang warga yang marah dengan mengatakan, "Di garis depan, kamu akan dibatalkan karena pernyataan seperti itu." Secara tak sengaja, komentar ini menegaskan bahwa "pembatalan" sudah menjadi norma budaya.

Penyiksaan dan pembunuhan terjadi di dalam barisan militer Rusia

"Pembunuhan terhadap rekan sendiri hanyalah sebagian dari kondisi menyedihkan dalam tentara Rusia. Penyiksaan juga tersebar luas," kata pakar militer Yuri Fyodorov kepada DW. Video-video penyiksaan dapat ditemukan di kanal-kanal Telegram yang membahas perang. Menurutnya, misalnya, para prajurit dilempar ke dalam lubang dan diberi makan sampah selama satu atau dua minggu, tergantung suasana hati komandan. Atau para prajurit dipaksa untuk "memeluk pohon", mereka diikat ke batang pohon dan dibiarkan selama satu atau dua hari tanpa makanan atau minum.

Seorang prajurit dapat ditembak dan kemudian dinyatakan hilang atau gugur dalam tugas. Selain itu, para perwira dapat memutuskan apakah seorang prajurit ditempatkan di lokasi dengan risiko kematian yang sangat tinggi.

Alasan terjadinya "pembatalan" sangat beragam, ketidakpatuhan, pelanggaran disiplin, konsumsi alkohol, perselisihan dengan perwira, atau penolakan menyerahkan sebagian penghasilan.

"Jika Anda memandang orang sebagai sesuatu yang dapat dibuang dan mampu membunuh seseorang dengan mengirimnya ke pertempuran tanpa harapan, maka Anda juga akan membunuh karena seseorang melakukan pelanggaran, tidak menyerahkan uang, atau berselisih," kata pakar militer Jan Matveyev.

Psykoanalis Alina Putilovskaya mengatakan bahwa orang-orang "melampiaskan" atau "meneruskan" emosi agresif:

"Atasan yang melakukan tindakan kekerasan kejam ini juga memiliki atasan yang mengejek mereka, misalnya dengan memberi perintah yang tidak realistis dan menahan pasokan penting bagi unit mereka.

Para pejabat tinggi ini menampilkan citra superioritas, tak terkalahkan, dan kemakmuran. Hal ini memicu perasaan sangat sulit di kalangan komandan lapangan, yang kemudian mereka tumpahkan pada bawahan mereka."

Menurut Putilovskaya, para tentara takut menjadi sasaran agresi atasan mereka sendiri. Namun, mereka juga merasakan belas kasihan dan rasa bersalah terhadap rekan yang menjadi korban karena mereka tidak bisa menolong.

Budaya "pembatalan" untuk menanamkan disiplin

Yuri Fyodorov mengaitkan budaya "pembatalan" di tentara dengan perwira korup serta prajurit yang kriminal dan tidak disiplin. Ia mengatakan bahwa korps perwira Rusia menjadi lebih bermasalah sejak 1990-an. Sejak itu, banyak orang tetap berada di tentara karena tidak bisa menemukan pekerjaan lain.

Mereka menambah gaji rendah melalui praktik korupsi, seperti memaksa prajurit melakukan kerja tanpa upah. Perwira-perwira seperti inilah yang kini berperang di Ukraina.

Para ahli sepakat bahwa tentara Rusia juga berubah dalam perang Ukraina karena kini mencakup tentara bayaran yang bertempur demi uang dan narapidana yang memiliki nilai-nilai tersendiri.

"Untuk mengendalikan seluruh gerombolan ini, Anda harus menggunakan metode paling brutal," kata Fyodorov. Salah satu contoh awal yang terkenal adalah video yang beredar di media sosial pada November 2022, menunjukkan tentara bayaran Wagner membunuh rekan mereka dengan palu godam.

Mengapa kekerasan tidak dihukum?

Menurut Jan Matveyev, alasan utama budaya kekerasan ini adalah kurangnya disiplin dan tidak adanya sistem militer yang terstruktur dengan baik.

"Semua ini mendorong impunitas, yang membuat kepemimpinan tidak mungkin dijalankan. Tidak ada seorang pun di tentara Rusia yang dihukum atas kejahatan perang serius seperti pembunuhan di Bucha dan Mariupol. Ini langsung memberi sinyal bahwa Anda bisa membunuh orang tanpa dihukum," kata Matveyev.

Ia yakin penyalahgunaan kekuasaan ini telah merusak disiplin dalam tentara. Ia menambahkan bahwa kegagalan tentara untuk menindak kekerasan membuat kekejaman semakin meningkat.

Kedua ahli tersebut meyakini bahwa tentara Rusia tidak akan mampu bertempur jika budaya penyiksaan, pelecehan, pemerasan, "pembatalan", dan kejahatan perang itu dihentikan. "Pada kenyataannya, fungsi tentara bergantung pada impunitas dan pada memperlakukan prajurit sebagai sumber daya, sebagai budak," kata Fyodorov.

Dari perspektif Putilovskaya, pembunuhan dan penyiksaan merupakan metode pemaksaan, kontrol, dan intimidasi.

"Pimpinan tentara tidak tertarik membangun hubungan jangka panjang dengan orang-orang karena mereka tahu akan selalu ada orang baru. Dua hal yang menyatukan komunitas, bahkan dalam perang: ikatan emosional dan paksaan. Jika salah satunya hilang, dalam hal ini, ikatan emosional, maka paksaan mengambil alih, dan paksaan itu berubah menjadi kekejaman yang meningkat sampai titik ekstrem."

Matveyev juga menambahkan bahwa para tentara Rusia tidak memahami apa yang mereka perjuangkan. "Tentara Ukraina tahu apa yang mereka perjuangkan, meskipun mereka berada dalam situasi yang sangat sulit dan menghadapi banyak masalah. Mereka mempertahankan negara mereka.

Sebagian besar tentara Rusia sangat sadar bahwa ini adalah kejahatan perang yang serius dan keji, yang melibatkan banyak kejahatan kecil lainnya, dan bahwa mereka harus menerimanya," kata sang ahli.

Artikel ini pertama kali terbit di Rusia

Diadaptasi oleh Rahka Susanto

Editor: Yuniman Farid

Tonton juga video "Rusia Kibarkan Bendera Usai Rebut 2 Wilayah Ukraina"




(ita/ita)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork