Uranium Terkuras, Warisan yang Terlupakan dari Perang Kosovo

Uranium Terkuras, Warisan yang Terlupakan dari Perang Kosovo

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Selasa, 11 Nov 2025 10:49 WIB
Jakarta -

"Aku masih bisa mengingat dengan jelas hari terakhir itu," kata Emerico Maria Laccetti, mantan kolonel divisi militer Palang Merah Italia.

Selama Perang Kosovo pada 1999, ia ditempatkan di Albania, hanya beberapa ratus meter dari perbatasan dengan Kosovo. Ia menjabat sebagai komandan rumah sakit lapangan untuk para pengungsi dari provinsi tersebut, yang saat itu masih merupakan bagian dari Serbia.

"Kami berdiri di atas kontainer dan menyaksikan pengeboman," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rasanya seperti pesta kembang api Tahun Baru yang jahat. Bahkan dari kejauhan, kami bisa merasakan tekanan udara, gelombang kejut yang menembus tubuh kami. Tapi tidak, kami tidak diberitahu tentang bahaya spesifik dari senjata yang digunakan."

Pada Maret 1999, Operasi Allied Force oleh NATO melakukan intervensi dalam konflik antara negara Serbia dan penduduk mayoritas Albania di Kosovo, yang telah memanas selama bertahun-tahun.

ADVERTISEMENT

Selama 78 hari, aliansi itu menerbangkan hingga 1.000 pesawat untuk menyerang pasukan keamanan Serbia.

Menurut data resmi, lebih dari 28.000 bahan peledak dijatuhkan, termasuk amunisi uranium terkuras (depleted uranium, DU) yang kontroversial dan diduga dapat menyebabkan kanker.

Amunisi ini memiliki inti dari uranium terkuras, yang memiliki daya tembak tinggi karena kepadatan logamnya tiga kali lebih besar dari timah. Karena itu, senjata ini digunakan terutama untuk melawan tank dan target lapis baja.

Dampaknya dapat menghasilkan debu uranium halus yang tetap memancarkan radiasi dan dapat menyebabkan masalah kesehatan jika terhirup.

NATO menolak tuduhan penyebab kanker

Menanggapi pertanyaan mengenai risiko kesehatan akibat amunisi DU, NATO hanya memberikan pernyataan tertulis:

"Kami sangat memperhatikan isu kesehatan dan lingkungan," demikian bunyinya.

Pada 2001, sebuah komite tentang DU menyimpulkan bahwa penggunaan amunisi uranium terkuras di Kosovo "tidak menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang bagi penduduk", mengutip temuan independen.

NATO juga merujuk pada laporan PBB tahun 2014:

"Ini adalah bukti ilmiah yang dapat dipercaya, dan kami tetap berpegang padanya," kata aliansi militer itu dalam pernyataannya.

Namun, kesimpulan ini bertentangan dengan putusan pengadilan Italia atas gugatan sekitar 500 veteran Perang Kosovo yang mengembangkan kanker setelah diduga terpapar amunisi uranium terkuras.

Laccetti mengatakan bahwa ia menyadari rumah sakit lapangan yang ia pimpin di Morina, Albania, berada di "zona panas", dekat daerah konflik aktif selama pengeboman NATO, sesuatu yang memang berisiko tinggi.

"Yang tidak pernah kami diberitahu," katanya, "adalah bahwa jenis amunisi tertentu dapat menimbulkan bahaya jangka panjang, bahkan jika kita tidak terkena langsung, misalnya dari bahan peledak yang tidak meledak di dekat kita atau dari zat yang digunakan dalam pembuatan amunisi."

Penyakit jangka panjang

Ketika Laccetti pulang pada Juli 1999, ia mengalami kesulitan bernapas dan pergi ke rumah sakit untuk diperiksa.

"Para petugas medis tiba-tiba menjadi sangat panik," kenangnya.

Akhirnya, seorang dokter menunjukkan hasil pemeriksaan:

"Ada sesuatu di paru-paruku berukuran 24 x 12 x 14 sentimeter."

Pria yang saat itu berusia 36 tahun itu didiagnosis menderita tumor ganas yang sangat agresif.

Laccetti awalnya berhasil menjalani pengobatan, namun pada 2008, ia kembali terserang kanker.

Hasil pemeriksaan jaringan menunjukkan hal yang mengkhawatirkan:

"Mereka menemukan sejumlah besar partikel keramik yang berbentuk bulat sempurna, seolah-olah aku berdiri di dalam tungku peleburan logam."

Kesimpulannya jelas:

"Partikel-partikel ini telah tertanam dalam tubuhku selama bertahun-tahun dan dapat menyebabkan kerusakan baru melalui perpindahan atau peradangan."

Gugatan yang berhasil di Italia

Laccetti mengetahui bahwa ada tentara lain seusianya yang ditempatkan di wilayah yang sama dan mendapat diagnosis serupa. Ia kemudian menghubungi pengacara Angelo Tartaglia, yang mewakili para korban.

Sekitar 500 anggota militer berhasil menuntut negara Italia.

Di antara mereka ada Laccetti sendiri, yang oleh pengadilan di Roma pada 2009 diakui sebagai korban karena telah menjalankan tugas militernya.

Pengadilan memerintahkan agar ia mendapatkan kompensasi.

Setelah Perang Kosovo, komisi Kementerian Pertahanan Italia menyelidiki kemungkinan hubungan antara paparan DU dan kanker.

Komisi tersebut menemukan peningkatan signifikan secara statistik dalam kasus limfoma non-Hodgkin, sejenis kanker darah, di antara para tentara yang terdampak.

Namun, studi lain, seperti laporan WHO pada tahun yang sama, tidak menemukan bukti jelas tentang hubungan langsung antara DU dan kasus penyakit individu.

Sulit membuktikan hubungan dengan kanker

Bagi Wim Zwijnenburg, anggota Koalisi Internasional untuk Melarang Senjata Uranium (ICBUW), kasus ini jelas.

"Hakim mengakui bahwa negara Italia memiliki kewajiban untuk melindungi warganya, itulah sebabnya kompensasi diberikan," jelas Zwijnenburg, yang telah meneliti penggunaan dan dampak DU selama lebih dari 16 tahun.

Namun ia juga mengakui,

"Sangat sulit untuk membuat pernyataan yang benar-benar pasti," karena uranium terkuras hanya berdampak jika masuk ke dalam tubuh, biasanya dalam bentuk debu halus yang terhirup.

"Tapi jumlah pasti yang benar-benar diserap orang tidak pernah diukur dengan baik. Sangat sedikit studi jangka panjang yang dapat diandalkan."

Penyebab kanker juga sangat kompleks, melibatkan gaya hidup tidak sehat, pengaruh lingkungan, faktor genetik, dan lainnya.

"Sulit dibuktikan," kata Zwijnenburg.

"Apakah para korban pernah menyentuh granat DU atau berada di dekat tank yang terkontaminasi? Uranium bisa membutuhkan waktu setahun untuk menembus kulit. Dokter tidak bisa memastikan apa pun jika tidak jelas sepenuhnya. Orang mencari penyebab yang pasti, padahal kenyataannya jauh lebih rumit."

Apakah NATO telah cukup membersihkan Kosovo?

Pada 2002, PBB mengeluarkan resolusi yang mewajibkan negara-negara untuk memberi tahu negara terdampak setelah penggunaan amunisi uranium dan membantu membersihkan area yang terkontaminasi.

Namun, tidak jelas sejauh mana NATO memenuhi kewajiban ini di Kosovo, karena pasukan penjaga perdamaian NATO (KFOR) yang ditempatkan di sana sejak perang berakhir tidak memberikan informasi apa pun.

Kunjungan ke beberapa lokasi menunjukkan bahwa penduduk di banyak wilayah Kosovo tidak menyadari potensi risikonya, dan tidak ada upaya dekontaminasi yang dilakukan, kecuali di satu lokasi di Lugbunari dekat Gjakova.

"NATO bisa dikritik karena menggunakan senjata ini," kata Zwijnenburg, "tetapi lebih pantas lagi dikritik karena tidak melakukan pembersihan setelah perang. Ada protokol perlindungan yang jelas bagi tentara, tapi untuk warga sipil? Tidak ada. Sangat tidak dapat diterima menggunakan amunisi beracun lalu berpaling begitu saja."

Secara resmi, bahan pembuat amunisi DU diklasifikasikan sebagai limbah radioaktif tingkat rendah hingga menengah.

Namun, kata Zwijnenburg, "di iklim lembap seperti di Balkan, cangkang peluru bisa berkarat dan hancur, meninggalkan residu berbahaya."

Risikonya juga tidak berkurang seiring waktu, karena waktu paruh uranium hampir tak terbatas.

Bagi Zwijnenburg, ini menunjukkan adanya standar ganda dari negara-negara besar:

"Jika granat seperti itu ditemukan di taman di Belanda, area itu akan segera ditutup. Pasukan khusus dengan pakaian pelindung akan datang, menempatkan granat itu ke dalam wadah timbal, dan menyimpannya dengan aman."

"Tapi kalau terjadi di tempat lain, sikapnya berbeda. Risiko dianggap tidak penting."

Laccetti merasa kecewa karena kasusnya dan banyak kasus veteran lain tidak membawa perubahan mendasar.

"Amunisi uranium terkuras masih legal. Kami sudah mencoba dengan segala cara untuk melarangnya, seperti ranjau darat atau bom cluster," katanya. "Kami gagal."

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Rahka Susanto
Editor: Yuniman Farid

Simak juga Video 'Leony Vitria Keluhkan Pajak Waris':

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads