Trump Mengetes Kesabaran Seoul

Trump Mengetes Kesabaran Seoul

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Kamis, 30 Okt 2025 11:15 WIB
Beberapa warga Korsel merasa AS menekan ambisi sepihaknya dalam negosiasi dengan Seoul (Jung Ui-Chel/Matrix Images/picture alliance)
Seoul -

Presiden Amerika Serikat Donald Trump memiliki dua prioritas utama dalam kunjungannya ke Korea Selatan pada hari Rabu (29/10) sebagai bagian dari tur lima harinya di Asia.

Pertama, dia ingin pemerintah Korea Selatan menuntaskan paket investasi senilai USD 350 miliar (Rp 6745 triliun) di Amerika Serikat, dan kedua, ia ingin mengatur pertemuan tatap muka dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un.

Setelah sukses mengunjungi Malaysia dan Jepang dan membuahkan kesepakatan dagang dan keamanan yang menguntungkan, para analis skeptis Trump akan sulit memaksimalkan ambisinya di Korea Selatan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Investasi $350 miliar

Pemerintahan Korea Selatan di bawah Presiden Lee Jae-myung masih resisten atas paket investasi besar yang diminta Trump sebagai imbalan pengurangan tarif AS atas impor Korea.

Pejabat Korea Selatan mengatakan sebagian besar dari investasi $350 miliar (Rp 6745 triliun) itu telah dialokasikan untuk pinjaman dan jaminan pinjaman bagi perusahaan Korea Selatan yang membangun fasilitas baru di Amerika Serikat. Namun, Trump ingin Seoul membayar jumlah tersebut secara tunai atau ekuitas di muka. Lee menyatakan bahwa pengeluaran tunai sebesar itu akan mengguncang pasar keuangan Korsel, membuat kesepakatan sempat diragukan.

ADVERTISEMENT

Saat artikel ini diterbitkan, staf kepresidenan menyatakan bahwa Korsel akan berinvestasi senilai $350 miliar secara bertahap dan memecah investasi tersebut dalam proyek strategis bersama AS. Sebagai imbalan, AS akan mengurangi tarif Korsel dari 25% menjadi 15%. Namun hingga kini belum ada kesepakatan antar kedua negara yang ditandatangani.

Sambutan dingin dengan mahkota

Selama beberapa hari terakhir, telah terjadi beberapa demonstrasi di depan kedutaan besar AS di pusat kota Seoul. Sebagian warga Korea Selatan bahkan merasa negara mereka sedang dipaksa menandatangani kesepakatan dagang. Mereka khawatir Trump akan kembali mengancam untuk menarik pasukan AS jika tuntutannya tidak dipenuhi.

Kekesalan terhadap Trump sebelumnya diakibatkan oleh penggerebekan Dinas Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) di pabrik Hyundai di negara bagian Georgia bulan September lalu. Lebih dari 300 pekerja Korea Selatan ditahan sebelum akhirnya dipulangkan ke Seoul.

Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Hyun mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat(24/10) setelah penggerebekan ICE di pabrik Hyundai tersebut, Seoul dan Washington sepakat membentuk kelompok kerja pembuatan kategori visa baru untuk proyek-proyek investasi Korea Selatan di masa depan.

Namun sebelum melakukan pertemuan dengan Presiden Lee, Trump disambut secara berbeda dengan pasukan kehormatan dan hadiah spesial. Trump menerima medali emas Grand Order of Mugunghwa, penghargaan tertinggi Korea Selatan dan juga replika mahkota kerajaan dari Kerajaan Silla (57 SM hingga 935 M). Hadiah tersebut diberikan seabagai pengakuan atas kontribusi AS terhadap perdamaian di Semenanjung Korea.

Menimbang harga dari aliansi AS

"Bagi banyak warga Korea Selatan, Amerika Serikat telah lama menjadi mitra keamanan terpenting negara ini," kata Hyobin Lee, profesor di Universitas Sogang, Seoul. "Namun, di bawah pemerintahan Trump, ada persepsi luas bahwa aliansi ini dimanfaatkan untuk keuntungan ekonomi sepihak."

"Gagasan bahwa Korea Selatan harus melakukan investasi besar-besaran hanya untuk menghindari kerugian akibat tarif AS dirasakan oleh banyak orang sebagai bentuk pengkhianatan," ujarnya kepada DW.

Dalam wawancara dengan Bloomberg, Lee mengatakan masih ada beberapa hal yang belum disepakati, termasuk jumlah investasi, jangka waktu, metode investasi, dan bagaimana pembagian keuntungan serta kerugian akan dilakukan.

"AS tentu saja akan berusaha memaksimalkan kepentingannya, tetapi itu tidak boleh sampai menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan Korea Selatan," kata Lee.

Kim Sang-woo, mantan politisi dari Partai Kongres Korea Selatan untuk Politik Baru yang berhaluan kiri, yang kini menjadi anggota dewan Yayasan Perdamaian Kim Dae-jung, mengatakan bahwa tuntutan AS "sangatlah besar."

"AS meminta Korea untuk melakukan investasi sebagian besar dalam bentuk tunai, sementara Seoul menginginkannya dalam bentuk kredit. Totalnya mencapai sekitar 6,5% dari total PDB kami, dan jika Korea menyetujuinya, hal itu bisa berdampak sangat negatif terhadap stabilitas keuangan kami," ujarnya.

Keamanan di Asia Timur Laut

Presiden Lee dijadwalkan untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Trump di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di kota Gyeongju, Korea Selatan.

Namun di atas pesawat Air Force One dalam penerbangan dari Malaysia ke Jepang pada hari Senin(27/10), Trump menyatakan harapannya untuk menghidupkan kembali "hubungan akrab" dengan Kim Jong Un, seperti pada masa jabatan pertamanya.

"Saya ingin menemuinya, jika dia juga ingin bertemu," kata Trump kepada wartawan. Ia juga menyampaikan hal serupa pada hari Jumat(24/10), dengan mengatakan, "Aku sudah mengumumkannya di internet bahwa aku akan datang ke Korea Selatan, dan jika ia ingin bertemu, saya terbuka untuk itu."

Sejauh ini belum ada tanda positif dari Pyongyang. Trump bertemu dengan Kim terakhir kali pada Juni 2019 di desa Panmunjom, wilayah perbatasan Korea Utara dan Selatan. Pertemuan pertama keduanya terjadi di Singapura pada Juni 2018 dan berlangsung positif. Namun hubungan Trump-Kim memburuk setelah kegagalan pembicaraan di Hanoi pada Februari 2019.

Di lain pihak Kim telah menandatangani aliansi militer dan dagang dengan Rusia, yang mengatasi secara dramatis kekurangan pasokan bahan bakar, pangan, dan kebutuhan pokok lainnya akibat sanksi internasional terhadap rezimnya.

"Selalu ada kemungkinan mereka bisa bertemu, tetapi saya melihat Kim akan berusaha mendapatkan sebanyak mungkin keuntungan dari Trump jika pertemuan itu terjadi," kata Kim Sang-woo.

"Di sisi lain, Trump tampaknya lebih fokus pada citra pertemuan itu ketimbang menawarkan sesuatu yang substansial. Hal tersebut tidak cukup untuk meyakinkan Kim," imbuhnya.

Saling menguntungkan, tidak sepihak

Profesor Lee dari Universitas Sogang mengatakan bahwa pemerintahan AS perlu memahami bahwa kepemimpinan politik Korea Selatan "telah berubah," terutama dalam urusan perdagangan.

"Pemerintahan saat ini diperkirakan akan melakukan negosiasi dengan cara yang lebih tegas dan percaya diri," ujarnya.

Lee menambahkan bahwa Trump "mungkin berharap dapat menyelesaikan kesepakatan investasi besar untuk memperkuat reputasinya sebagai negosiator ulung," namun juga menekankan bahwa pemerintah Korea Selatan diperkirakan akan mendekati pembicaraan secara pragmatis, dengan memprioritaskan kepentingan ekonomi dan otonomi strategis.

"Apakah kesepakatan dapat tercapai atau tidak akan bergantung pada apakah syarat-syaratnya saling menguntungkan, tidak sepihak."

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor: Yuniman Farid

Simak juga Video: Trump Tiba di Korsel, Jadi Akhir dari Perjalanannya ke Asia

(nvc/nvc)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads