Akankah Gencatan Senjata Pengaruhi Kasus Kejahatan Perang Israel di Gaza?

Akankah Gencatan Senjata Pengaruhi Kasus Kejahatan Perang Israel di Gaza?

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Jumat, 17 Okt 2025 10:00 WIB
In this aerial view, People walk amid the destruction in Gaza City in the northern Gaza Strip on October 11, 2025, a day after a ceasefire took effect. Israel declared a ceasefire in Gaza and began to pull back its forces on October 10, as tens of thousands of exhausted Palestinians made their way back to their devastated homes. (Photo by AFP)
Foto: Penampakan kehancuran di Gaza akibat serangan Israel (AFP/-)
Jakarta -

Dalam rencana berisi 20 poin yang diusulkan Presiden Amerika Serikat (AS)Donald Trump, Jalur Gaza nantinya dikelola oleh pemerintahan teknokrat. Itu salah satu isi kesepakatan gencatan senjata yang didukung AS, yang berhasil menghentikan konflik bersenjata selama dua tahun di wilayah pesisir itu.

Rencana itu juga menyebutkan bahwa Otoritas Palestina, yang saat ini menguasai Tepi Barat, tidak akan dilibatkan dalam pemerintahan baru di Gaza hingga mereka melakukan reformasi.

Dalam rencana tahun 2020 tersebut, AS menyatakan hanya akan mengakui negara Palestina jika pihaknya menghentikan "perang hukum terhadap negara Israel."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga menyinggung hal ini saat berkunjung ke Washington bulan lalu.

Reformasi "sejati" terhadap Otoritas Palestina, kata Netanyahu, berarti "mengakhiri perang hukum terhadap Israel di ICC (Mahkamah Pidana Internasional) dan ICJ (Mahkamah Internasional)," dua lembaga hukum internasional tempat berbagai kasus terhadap Israel sedang berjalan.

ADVERTISEMENT

Kasus apa saja yang ada di pengadilan Internasional?

Kedua pengadilan itu berbasis di Belanda. Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) menuntut individu yang diduga melakukan kejahatan perang, sedangkan Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) menangani perkara antarnegara, biasanya terkait pelanggaran perjanjian atau konvensi.

Pada akhir 2023, Afrika Selatan menggugat Israel di ICJ dengan tuduhan melanggar Konvensi Genosida 1948 yang disahkan PBB setelah Perang Dunia II. Keputusan kasus itu kemungkinan baru keluar paling cepat akhir 2027.

Ada pula kasus lain di ICJ, yang membahas tuduhan Nikaragua terhadap Jerman yang dinilai terlibat dalam genosida karena mendukung Israel.

Sementara itu, pada 2024 ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, meski tidak atas tuduhan genosida. ICC juga sempat mengeluarkan surat perintah untuk tiga pimpinan senior Hamas, tetapi dibatalkan setelah mereka tewas.

Kemungkinan ICC juga telah menyiapkan surat perintah penangkapan untuk politisi Israel lain yang belum diumumkan secara publik. Bahkan sebelum perang terakhir, Otoritas Palestina telah meminta ICC menyelidiki situasi di wilayah Palestina yang diduduki. Permintaan seperti ini dikenal sebagai pengajuan perkara.

Apa gencatan senjata bisa mengubah situasi?

Jika Otoritas Palestina menarik diri dari kasus ICC, seperti yang diinginkan Netanyahu, apakah itu berarti proses hukum berakhir?

Tidak. Otoritas Palestina menyerahkan pengajuan perkara ke ICC sejak 2018. Kasus ini telah diselidiki sejak 2021 dan mencakup dugaan pelanggaran sejak 2014, sebelum serangan Hamas pada Oktober 2023. Fokus awalnya adalah pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat.

Pada November 2023, sejumlah negara lain seperti Afrika Selatan, Bangladesh, Bolivia, Chili, dan Meksiko ikut bergabung dalam kasus ICC tersebut, menilai situasi yang dilaporkan Otoritas Palestina memang perlu diselidiki.

Selain itu, sejumlah organisasi HAM juga terlibat. Misalnya, hingga akhir September 2025, Reporters Without Borders telah mengajukan lima pengaduan terhadap Israel ke ICC, menuduh militer Israel sengaja menargetkan jurnalis Palestina.

Awal bulan ini, Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni mengungkapkan bahwa ia dan beberapa menteri lainnya juga dilaporkan ke ICC oleh kelompok advokasi Palestina atas tuduhan "terlibat dalam genosida," karena Italia memasok senjata ke Israel.

Artinya, terlepas dari sikap Otoritas Palestina, berbagai proses hukum internasional tetap akan berjalan karena banyak pihak lain juga menjadi penggugat.

Apa gencatan senjata menyulitkan pembuktian genosida?

Menurut para ahli hukum, gencatan senjata tidak akan mengubah jalannya kasus di ICC maupun ICJ. Fakta bahwa Israel kini menghentikan serangan udara di Gaza tidak membatalkan dugaan pelanggaran sebelumnya.

"Semua proses hukum, baik di tingkat nasional maupun internasional, tidak akan terpengaruh oleh perkembangan terkini," kata Kai Ambos, profesor hukum pidana internasional di Universitas Gttingen, Jerman.

Rencana 20 poin itu juga menawarkan amnesti bagi militan Hamas yang menyerahkan senjata. Namun, menurut Ambos, amnesti seperti itu "tidak mengikat sistem peradilan nasional seperti di Jerman, maupun ICC." Kesepakatan itu hanya mengikat pihak-pihak yang berkonflik.

"Gencatan senjata tidak akan berpengaruh terhadap penuntutan atau akuntabilitas atas kejahatan masa lalu di kedua sisi," ujar Susan Akram, Direktur Klinik HAM Internasional di Fakultas Hukum Universitas Boston.

Dia menambahkan masalah justru mungkin muncul dari sisi pembuktian karena banyak bukti kemungkinan hilang di bawah reruntuhan di Gaza, sementara ribuan saksi, termasuk ratusan jurnalis, telah tewas.

Namun, Akram menambahkan, banyak bukti sudah terkumpul. Komisi Penyelidikan PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina yang pada September lalu menyimpulkan bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza, memiliki basis data sendiri yang kemungkinan akan digunakan di pengadilan.

Dampak pada kasus di pengadilan Jerman

Hal ini juga berlaku untuk kasus yang diajukan di Jerman. Dalam waktu dekat, gugatan yang diajukan oleh Pusat Eropa untuk Hak Konstitusional dan Hak Asasi Manusia (European Center for Constitutional and Human Rights/ECCHR) terhadap pemerintah Jerman akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi Federal. ECCHR berpendapat Jerman seharusnya tidak mengekspor senjata atau komponen senjata ke Israel.

"Secara non-hukum, wajar bila ada yang bertanya apakah situasi terbaru bisa berdampak pada kasus ini," kata Alexander Schwarz, salah satu direktur program kejahatan internasional di ECCHR. "Namun secara hukum, gencatan senjata, berapa pun lamanya, tidak mengubah dasar hukum klaim kami."

Menurutnya, kasus ECCHR hanya menilai situasi hingga Januari 2025. Selain itu, aturan perdagangan senjata internasional mewajibkan Jerman untuk menilai apakah senjata ekspor mereka berpotensi digunakan dalam kejahatan perang.

Pada Agustus lalu, Jerman sempat menangguhkan sebagian izin ekspor senjata ke Israel. Namun setelah gencatan senjata diumumkan, sejumlah politisi Jerman menyerukan agar pembatasan itu dicabut.

"Setelah dua tahun pelanggaran sistematis terhadap hukum kemanusiaan oleh Israel, risiko bahwa senjata Jerman akan digunakan dalam kejahatan perang masih sangat nyata. Butuh waktu sebelum Jerman bisa kembali mengekspor senjata ke Israel secara sah," ujar Schwarz.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Prita Kusumaputri

Editor: Yuniman Farid

Simak Video 'Netanyahu Tegaskan Israel Akan Capai Tujuan Perang di Gaza':

(haf/haf)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads