Jaringan internet fiber optik dan layanan data seluler di seluruh Afganistan terputus pada Selasa (30/09) tanpa penjelasan langsung dari pemerintah Taliban.
Namun, ada kekhawatiran bahwa Taliban memperluas pemadaman internet di beberapa provinsi di bagian Utara Afganistan yang sudah diberlakukan sejak awal bulan September. Saat itu, juru bicara gubernur Provinsi Balkh mengatakan pemutusan internet dilakukan untuk "mencegah perilaku tidak bermoral." Kini, warga Afganistan menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.
Saluran berita swasta Afganistan, TOLO, mengutip seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada DW bahwa salah satu kemungkinan yang akan terjadi ke depan adalah Taliban akan membatasi akses internet seluler hanya pada jaringan 2G berkecepatan rendah, yang hanya memungkinkan pengiriman teks.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
TOLO juga melaporkan bahwa Taliban telah memberi batas waktu satu minggu kepada operator jaringan untuk menghentikan layanan internet seluler 3G dan 4G.
Belum pernah terjadi sebelumnya
Doug Madory, analis jaringan di Kentik Network Intelligence, mengatakan kepada DW bahwa data menunjukkan Taliban mengeluarkan perintah pemutusan internet pada pukul lima sore pada Senin (29/09).
Madory menjelaskan bahwa meskipun Afganistan tidak memiliki sistem sensor internet nasional seperti Great Firewall milik Cina, Taliban mampu memerintahkan perusahaan telekomunikasi untuk "memutuskan koneksi internet negara tersebut secara efektif."
"Kami mendengar bahwa kemungkinan ini akan berlangsung selama 30 hari, yang akan menjadi periode pemadaman komunikasi total yang sangat lama," kata Madory.
Dia menambahkan bahwa rencana Taliban untuk mengembalikan jaringan seluler ke kecepatan 2G "belum pernah terjadi sebelumnya."
"Kalau benar kembali ke 2G, itu belum pernah dilakukan di tempat lain," ujarnya.
Internet Outage Detection and Analysis, yang memantau konektivitas internet global, menunjukkan bahwa hampir seluruh koneksi internet di Afganistan terputus pada Senin (29/09) sore.
Langkah ini merupakan pemutusan internet nasional pertama di Afganistan dan akan menyebabkan "pemadaman total yang menyeluruh," menurut NetBlocks, lembaga pemantau internet dan keamanan siber yang berbasis di London.
Madory juga menepis kemungkinan bahwa pemadaman tersebut disebabkan oleh gangguan teknis.
"Kalau seluruh negara bergantung pada satu kabel fiber optik yang terputus karena kecelakaan, mungkin bisa dijelaskan. Kenyataannya, infrastruktur di sana tidak memiliki titik kegagalan tunggal seperti itu," katanya.
Dampak terhadap perekonomian
"Gangguan internet menandai dimulainya penindasan besar-besaran di seluruh Afganistan," kata pakar keamanan Bismillah Taban kepada DW awal bulan September saat pemadaman pertama terjadi.
"Taliban bisa memperluas tindakan represif mereka dan menghindari pengawasan internasional. Ini sangat mengkhawatirkan."
Para pedagang dan pelaku usaha memperingatkan konsekuensi serius jika akses internet seluler dibatasi. Internet fiber optik sebagian besar digunakan oleh perusahaan, bank, dan lembaga pemerintah.
"Saat ini, 80% transaksi bisnis dilakukan secara online. Kami sudah menghadapi tantangan besar. Jangan memperlebar kesenjangan antara rakyat dan pemerintah lebih jauh lagi," kata Khan Jan Alokozai, Wakil Presiden Kamar Dagang Afganistan, di X setelah pemblokiran pertama.
Afganistan hadapi masa suram
Sayed Ahmad Shah Sadaat, mantan Menteri Pendidikan Afghanistan (2016β2018), juga memperingatkan dampaknya.
"Jaringan fiber optik yang digunakan masyarakat untuk pendidikan daring, perdagangan, dan sistem perbankan akan terdampak di semua aspek kehidupan. Taliban tidak punya sistem internet alternatif. Jika jaringan diputus, Afganistan akan memasuki masa suram," katanya kepada DW.
"Lembaga pemerintah seperti kantor paspor, kantor pendaftaran, bea cukai, bank, dan media sangat bergantung pada koneksi fiber optik. Jika mereka lumpuh, tekanan terhadap struktur administrasi pusat akan makin besar."
Organisasi media internasional juga menyuarakan kekhawatiran.
"Melarang internet broadband adalah bentuk sensor yang belum pernah terjadi sebelumnya dan akan menghambat kerja jurnalis serta hak publik untuk mendapatkan informasi," kata Beh Lih Yi, Direktur Regional Committee to Protect Journalists.
"Taliban harus menghentikan siklus penindasan ini dan segera memulihkan akses internet tanpa syarat karena itu adalah alat penting bagi jurnalisme."
Ancaman bagi pendidikan perempuan Afganistan
Bagi perempuan dan anak perempuan, keputusan ini bisa berdampak sangat serius. Setelah dilarang bersekolah dan berkuliah, banyak dari mereka mengandalkan pendidikan daring sebagai satu-satunya cara untuk tetap belajar.
"Murid-murid saya memiliki Wi-Fi, tapi sekarang tidak berfungsi lagi," kata sutradara film Afganistan Sahraa Karimi, yang mengajar murid-muridnya dari luar negeri. "Saya membaca di berita bahwa Taliban telah mematikan internet di banyak kota. Saya sangat sedih. Bagaimana saya bisa mengajar para gadis sekarang?"
Aktivis di Afganistan juga menyuarakan kekhawatiran mereka.
"Mematikan internet adalah langkah terakhir menuju kemunduran, kebodohan, dan kehancuran," kata seorang perempuan dalam pesan video kepada DW.
Yang lain menyebutnya sebagai "serangan langsung terhadap martabat, kebebasan, dan masa depan bangsa."
"Ketika Taliban memutus internet, ini bukan sekadar masalah teknis," kata Pashtana Durrani, pendiri jaringan sekolah daring LEARN Afghanistan. "Ini adalah serangan terhadap masa depan negara."
Bagi banyak pelajar, internet adalah satu-satunya penghubung mereka dengan guru dan pelajaran. Terutama bagi anak perempuan, yang dilarang bersekolah dan berkuliah, ini adalah satu-satunya kesempatan untuk terus belajar.
"Setiap pemadaman," tambah Durrani, "membuat generasi muda Afganistan makin tertinggal, melemahkan fondasi intelektual negara, dan memperdalam keputusasaan mereka."
Laporan tambahan oleh Helay Asad dan Sushmitha Ramakrishnan
Artikel ini telah diperbarui dari versi sebelumnya untuk menyertakan penutupan total layanan internet oleh Taliban di Afganistan
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Algadri Muhammad
Editor: Hani Anggraini