Angka Diabetes Melonjak di Turki, Tertinggi se-Eropa

Angka Diabetes Melonjak di Turki, Tertinggi se-Eropa

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Senin, 29 Sep 2025 15:09 WIB
Jakarta -

Selama 20 tahun terakhir, jumlah kasus diabetes di Turki melonjak 67%, dengan prevalensi saat ini mencapai 16,6% pada populasi dewasa. Federasi Diabetes Internasional mencatat Turki sebagai negara dengan angka diabetes tertinggi di kawasan Eropa.

Berdasarkan data Observatorium Kesehatan Global WHO, pada 2022 sekitar 16,6% orang dewasa di Turki menderita diabetes, yang terdiri dari 16% pria dan 17,1% perempuan. Sementara, rata-rata di Uni Eropa hanya 7-8%. Artinya, angka diabetes di Turki hampir dua kali lipat dari rata-rata Eropa.

Data WHO menunjukkan tren kenaikan konsisten: dari 9,9% pada 2002 menjadi 16,6% pada 2022. Pada 2008, prevalensi diabetes di Turki 11,4% naik menjadi 14,1% pada 2015, 15,9% pada 2020, dan 16,6% pada 2022.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, sekitar satu dari enam orang terdampak. Risiko ini terutama terlihat pada orang berusia di atas 30 tahun. Pada kelompok ini, prevalensi mencapai 22,2% atau lebih dari satu dari lima orang.

Angka prevalensi di Uni Eropa pada tahun 2022 sendiri jauh lebih rendah: 2,7% di Prancis, 6,6% di Jerman, dan 7,2% di Italia.

ADVERTISEMENT

Kritik terhadap kebijakan kesehatan

Para ahli menyebut bahwa tanggung jawab atas peningkatan kasus ini ada di tangan para politisi.

"Masalah terbesar di balik kenaikan ini adalah kebijakan pangan," kata Kayihan Pala, anggota parlemen dari Partai Rakyat Republik (CHP) sekaligus profesor kesehatan masyarakat. "Kementerian Kesehatan tidak menjalankan tanggung jawabnya."

Menurut Pala, kenaikan kasus lebih dipicu gaya hidup dan pola makan dibanding faktor genetik. Konsumsi karbohidrat, gula, serta kurangnya aktivitas fisik memperburuk situasi.

Laporan OECD pada tahun 2014 melaporkan, sekitar 45% penderita diabetes di Turki tidak sadar dengan kondisi mereka. Jumlah orang yang masuk rumah sakit akibat diabetes tidak terkendali pun amat tinggi. Kondisi ini terjadi ketika pengelolaan diabetes buruk hingga menimbulkan komplikasi. Rasio ini mencapai 402,6 per 100.000 penduduk, yakni delapan setengah kali lipat rata-rata OECD sebesar 47,3.

Data OECD terbaru pada 2023 menunjukkan belum ada perbaikan yang signifikan. Jumlah penderita diabetes di Turki tetap jauh di atas rata-rata, sementara angka keberhasilan pengobatan justru rendah.

Pala menyebut isu ini sebagai bukti kegagalan sistem kesehatan Turki. Menurutnya, diagnosis dini dan kontrol sistematis penyakit sangat diperlukan, begitu juga kebijakan politik untuk mendorong perubahan gaya hidup.

Akses medis yang tidak terjangkau

Penelitian Kementerian Kesehatan Turki menunjukkan banyak pasien baru terdiagnosis sudah memiliki kadar gula tinggi. Usia, jenis kelamin, dan lokasi tempat tinggal pasien jadi faktor penting yang dapat memengaruhi pengelolaan diabetes.

Tak hanya itu, masyarakat di wilayah miskin pun menjadi golongan yang lebih rentan. Itulah kenapa diabetes tidak hanya disebut sebagai masalah medis, tetapi juga sosial dan ekonomi.

Pala mengatakan bahwa situasi ini tidak akan berubah tanpa peningkatan pelayanan medis dan penyediaan obat-obatan yang lebih baik.

"Beberapa pasien mengalami kesulitan dalam mengakses obat-obatan mereka," katanya. "Dan komunikasi antara pasien dan dokter setelah diagnosis sering kali buruk."

Obesitas serta strategi yang tidak efektif

Pala yakin bahwa memerangi obesitas akan menjadi langkah kunci dalam mengurangi angka diabetes, tetapi strategi yang diterapkan Turki untuk hal ini masih belum memadai. Salah satu program yang sempat dilakukan telah menyasar 7,7 juta orang dengan slogan "temukan berat badan ideal anda". Namun, hasilnya tidak pernah dipublikasikan.

WHO sendiri menyebut 66,8% populasi Turki tergolong kelebihan berat badan dan menjadi yang tertinggi di Eropa.

Debat soal gula berbasis pati

Standar pangan Turki turut berkontribusi pada masalah ini. Persyaratan hukum untuk gizi sehat tidak memadai, dan tidak ada pembatasan terhadap iklan makanan tidak sehat.

Ahli pangan Turki, Bulent Sik, menjelaskan masalah ini dalam wawancara dengan DW. "Peningkatan konsumsi camilan murah dan mudah didapat serta minuman bersoda manis secara langsung terkait dengan peningkatan obesitas. Selama produksi barang-barang ini tidak dibatasi, banyak kebijakan hanyalah kebijakan simbolis," katanya.

Pala juga menyebut bahwa gula berbasis pati merupakan faktor penyumbang lainnya.

"Secara ilmiah terbukti bahwa mengonsumsi banyak sirup jagung, yang tinggi fruktosa, meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Orang yang tidak obesitas pun lebih berisiko sakit jika mengonsumsi gula ini," ujarnya.

Isu gula berbasis pati telah dibahas di Turki selama bertahun-tahun. Undang-Undang Gula yang disahkan pada 2001 menetapkan kuota produksi 10%. Pada 2008, kuota naik menjadi 15%, kemudian di tahun-tahun berikutnya mencapai 50%.

Pada 2018, kuota diturunkan kembali menjadi 5%, dan sejak itu, melalui keputusan Presiden Recep Tayyip Erdogan, kuota turun menjadi 2,5%.

Pentingnya pencegahan sejak dini

Pala mendesak adanya perubahan fundamental dalam kebijakan pencegahan diabetes di Turki.

"Kita membutuhkan program-program berbasis ilmu pengetahuan yang berdampak luas secara sosial dalam bidang gizi, pencegahan, dan perjuangan melawan diabetes dan obesitas. Proyek-proyek percontohan saja tidak akan membawa kita ke mana-mana."

Masalah ini harus ditangani sejak dini, kata Pala. Upaya untuk melawan diabetes juga harus fokus pada anak-anak. Gizi sehat pada masa kanak-kanak merupakan faktor penentu.

Pala mendesak agar semua anak mendapatkan makan siang gratis di sekolah, menyebutnya sebagai salah satu langkah paling efektif dalam melawan obesitas dan risiko diabetes.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Iryanda Mardanuz dan Adelia Dinda Sani

Editor: Hani Anggraini

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.

Hide Ads