Siapa Sushila Karki yang Dipercaya Memimpin Transisi di Nepal?

Siapa Sushila Karki yang Dipercaya Memimpin Transisi di Nepal?

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Selasa, 16 Sep 2025 16:05 WIB
Jakarta -

Sushila Karki ditunjuk sebagai perdana menteri sementara Nepal pada Jumat (12/9), dan menjadi perempuan pertama yang memegang jabatan tertinggi di negeri Himalaya tersebut.

Penunjukan ini terjadi setelah demonstrasi berdarah menewaskan sedikitnya 72 orang dan melukai ribuan lainnya, serta memaksa Perdana Menteri Khadga Prasad Oli mengundurkan diri.

Pemberontakan yang dipimpin Generasi Z β€” istilah untuk mereka yang lahir antara 1997 hingga 2012 β€” dipicu larangan media sosial oleh pemerintah, serta kemarahan atas korupsi yang merajalela, gaya hidup mewah keluarga pejabat dan kelesuan ekonomi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan ketua Mahkamah Agung berusia 73 tahun itu ditunjuk sebagai perdana menteri interim, setelah perundingan selama berhari-hari antara Presiden Nepal Ram Chandra Paudel, para pemimpin protes kaum muda, serta tokoh masyarakat sipil.

"Kami ingin melihat Karki sebagai perdana menteri karena integritasnya, pengabdian seumur hidup pada keadilan, dan citranya sebagai sosok antikorupsi," kata Raksha Bam, salah satu penghubung utama kelompok Gen Z, kepada DW.

ADVERTISEMENT

Karki menggambarkan demonstrasi antikorupsi yang dipimpin Gen Z sebagai "revolusi yang membalikkan segalanya" setelah banyak kantor pemerintahan dan dokumen negara dihancurkan.

Siapa Sushila Karki?

Lahir pada tahun 1952, Karki aktif dalam politik mahasiswa melalui Partai Kongres Nepal yang berhaluan liberal, sebelum meninggalkan politik untuk meniti karier di bidang hukum.

Pada 2012, Karki menjadi salah satu dari dua hakim Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman penjara kepada seorang menteri aktif karena korupsi. Dia juga memberi hak kepada perempuan Nepal untuk mewariskan kewarganegaraan kepada anak-anak mereka.

Karki kemudian menjadi perempuan pertama yang menjabat ketua Mahkamah Agung. Selama masa jabatannya antara Juli 2016 hingga Juni 2017, dia dianggap gigih membela independensi peradilan, hak-hak perempuan, dan perjuangan melawan korupsi.

Pada 2017, pemerintah berusaha memakzulkan Karki setelah dia membatalkan penunjukan kepala kepolisian pilihan eksekutif, yang menurutnya melanggar prinsip seleksi berbasis rekam jejak dan kapabilitas. PBB menyebut pemakzulan itu "bermotif politik," dan pengadilan menggagalkan langkah tersebut.

Apa arti perdana menteri perempuan bagi Nepal?

Banyak yang meyakini, penunjukan Karki sebagai perdana menteri interim mencerminkan tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan.

"Pilihan terhadapnya di tengah krisis menunjukkan bahwa masyarakat kita dinamis dan tidak anti-perempuan," ujar Abhi Subedi, profesor sekaligus penyair dan dramawan Nepal, kepada DW.

"Kemampuannya berdiri teguh untuk keadilan adalah kekuatannya. Keberanian, karakter, dan visi itulah yang menginspirasi kaum muda Gen Z untuk melihatnya sebagai pemimpin mereka."

Meski begitu, struktur patriarki di Nepal sudah lama mulai terkikis. Sejak konstitusi baru diadopsi pada 2015, perempuan silih berganti menduduki jabatan tertinggi negara, termasuk presiden, ketua Mahkamah Agung, dan ketua parlemen.

Penulis Nepal Bhushita Vasistha berpendapat, peran Karki sebagai perdana menteri interim tidak seharusnya dilihat semata-mata dari lensa gender atau identitas.

"Ini revolusi akal sehat," ujarnya kepada DW. "Berbeda dengan revolusi berbasis kelas, di sini semua orang β€” tanpa memandang identitas dan ideologi β€” bersuara menuntut tata kelola yang baik dan melawan korupsi."

Tantangan di luar dan dalam

Segera setelah pelantikan, Karki membubarkan parlemen dan mengumumkan pemilu baru pada 5 Maret 2026.

Dia meminta kementerian terkait untuk mulai membangun kembali fasilitas publik yang hancur akibat protes β€” termasuk kompleks kantor perdana menteri, sejumlah kementerian, Mahkamah Agung, dan gedung parlemen.

Meski keadaan berangsur normal, tantangan terbesar penguasa baru Nepal adalah menyelenggarakan pemilu tepat waktu, dan menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan terpilih berikutnya.

Komunitas internasional β€” termasuk India, Cina, Amerika Serikat, Jepang, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa β€” menyambut baik penunjukkan Karki.

"Sekarang dia harus memenangkan kepercayaan partai-partai politik yang dulu pernah mencoba menyingkirkannya," kata Dev Raj Dahal, seorang ilmuwan politik, kepada DW.

"Ini juga menjadi peluang untuk mereformasi partai politik agar inklusif, tangguh, berorientasi pada rakyat, mengedepankan dialog antargenerasi, dan bebas dari kepemimpinan yang tidak kompeten."

Pemerintahan interim tampaknya mendapat dukungan dari aparat keamanan, kelompok politik populis, kalangan intelektual, dan kaum muda β€” sebuah dukungan luas yang menurut Dahal pada akhirnya memaksa partai-partai mapan ikut menyesuaikan diri.

Di luar ranah politik, Karki juga harus menyingkirkan politisi dan birokrat korup yang terlibat dalam skandal.

"Salah satu hambatan terbesar adalah perdana menteri harus bekerja dengan birokrasi yang justru menjadi akar korupsi," kata Mukunda Acharya, mantan asisten inspektur jenderal Kepolisian Nepal.

Balananda Sharma, pensiunan jenderal yang memimpin integrasi mantan pemberontak Maois ke dalam angkatan bersenjata nasional, menekankan pentingnya kerja sama militer.

"Kepemimpinan baru harus mendapatkan kepercayaan Tentara Nepal untuk menjaga ketertiban yang rapuh, sekaligus menahan tekanan yang merugikan cita-cita demokrasi," ujarnya kepada DW.

Selain itu, Karki juga harus tetap waspada terhadap upaya kelompok pro-monarki atau kekuatan asing yang ingin memanfaatkan kerentanan politik Nepal demi agenda mereka sendiri β€” termasuk menghidupkan kembali monarki, pemerintahan militer, atau dominasi eksternal.

Namun Bam menegaskan bahwa Generasi Z akan terus memperjuangkan mandatnya.

"Kami tidak sekadar menggerakkan protes, tapi ingin mencapai tujuan yang telah kami tetapkan," katanya kepada DW.

Secara keseluruhan, Nepal kini berada di titik penentu. Karki, dulu dikenal sebagai hakim antikorupsi yang berani melawan campur tangan politik, kini memikul tugas membimbing negara menuju stabilitas dan pembaruan demokrasi.

Apakah Sushila Karki mampu memenuhi harapan generasi muda yang gelisah akan menentukan bukan hanya warisannya, tetapi juga arah masa depan demokrasi Nepal yang rapuh.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Agus Setiawan

Simak juga Video Jadi PM Sementara Nepal, Sushila Karki: Saya Tak Incar Kekuasaan

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads