Akankah Serangan Israel di Qatar Luapkan Perang di Timur Tengah?

Akankah Serangan Israel di Qatar Luapkan Perang di Timur Tengah?

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Jumat, 12 Sep 2025 16:45 WIB
Jakarta -

Sejauh ini, respons Qatar terhadap serangan Israel terhadap sebuah gedung di ibu kota Doha, pada Selasa (9/9), masih terbatas pada kecaman verbal.

Insiden itu menewaskan lima pemimpin politik berpangkat rendah kelompok militan Hamas serta seorang petugas keamanan lokal.

Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, mengecam serangan tersebut dan menyatakan negaranya menuntut Israel "bertanggung jawab atas segala konsekuensi."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut serangan itu "sepenuhnya dibenarkan" mengingat Hamas merupakan dalang serangan teror pada 7 Oktober 2023 di Israel yang menewaskan lebih dari 1.200 orang dan membuat sekitar 250 orang disandera.

Netanyahu juga mengaitkan hal itu dengan penembakan di Yerusalem Timur yang diduduki, yang menewaskan enam orang pada Senin (8/9) yang diklaim Hamas.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Hamas β€” kelompok militan Islam yang dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh Israel, AS dan Uni Eropa, hanya mengonfirmasi bahwa Himam al-Hayya, putra negosiator utama Hamas Khalil al-Hayya, turut tewas.

Menurut kantor berita AFP, Khalil al-Hayya dan pemimpin Hamas di luar negeri Khaled Meshaal juga berada di gedung yang menjadi target. Sejauh ini, keduanya belum bisa dihubungi oleh media Prancis tersebut.

Diplomasi atau eskalasi militer?

"Serangan ini adalah alarm bagi seluruh kawasan, di mana batas-batas kemitraan dan aliansi tradisional sedang didefinisikan ulang," ujar Sanam Vakil, Direktur Program Timur Tengah dan Afrika Utara di lembaga kajian Chatham House yang berbasis di London, kepada DW.

"Negara-negara Teluk tahu bahwa kemitraan mereka dengan Amerika Serikat (sekutu terkuat Israel, red.) penting secara ekonomi maupun keamanan, jadi sulit membayangkan adanya perpecahan segera," tambahnya.

Hugh Lovatt, peneliti di European Council on Foreign Relations, meragukan situasi saat ini akan berkembang menjadi konflik langsung antara Qatar dan Israel.

"Qatar sama sekali tidak akan membalas secara militer," katanya kepada DW. Dia berspekulasi Qatar bisa menggunakan dana kekayaan negara untuk menekan secara ekonomi.

Pandangan serupa disampaikan Neil Quilliam, pakar hubungan luar negeri di firma konsultan Azure Strategy yang berbasis di London.

"Qatar tidak siap untuk meningkatkan eskalasi," ujarnya. "Pembalasan dengan senjata hanya akan mengundang respons Israel dengan kekuatan lebih besar, dan keyakinan Doha terhadap perlindungan AS pasti terguncang saat ini."

Qatar dan AS, yang merupakan sekutu utama Israel sekaligus pendukung kuat perang Israel di Gaza, juga memiliki aliansi strategis. Qatar menampung pangkalan militer terbesar AS di kawasan dan menggunakan sistem pertahanan udara buatan AS.

Presiden AS Donald Trump mengatakan kepada media AS bahwa dirinya "tidak senang" dengan serangan tersebut. Dalam sebuah unggahan di media sosial, dia menyebut tidak diberi tahu sebelumnya mengenai serangan di Qatar. "Ini keputusan Perdana Menteri Netanyahu; bukan keputusan saya," tulisnya.

"Saya memandang Qatar sebagai sekutu dan sahabat dekat AS, dan sangat menyesalkan lokasi serangan itu," lanjut Trump, seraya menekankan bahwa menurutnya mengeliminasi Hamas tetap merupakan "tujuan yang pantas."

Apakah negosiasi Gaza terancam?

Serangan Israel di Doha juga dikhawatirkan mengganggu putaran terbaru perundingan mengenai gencatan senjata di Gaza serta kemungkinan pembebasan sandera Hamas setelah hampir dua tahun perang.

Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman mengatakan kepada wartawan bahwa pihaknya tidak gentar akibat serangan itu.

"Qatar tidak pernah berhenti berupaya menghentikan perang ini dan akan melakukan apa pun untuk menghentikan perang, menghentikan permusuhan di Gaza," ujarnya, menambahkan bahwa mediasi "akan berlanjut, dan tidak ada yang akan menghalangi kami untuk terus memainkan peran ini."

Posisi Qatar sebagai mediator utama antara Israel dan Hamas berakar dari hubungan uniknya dengan kedua pihak.

Menurut Quilliam, "Qatar benar-benar mediator luar biasa di kawasan ketika menyangkut Israel."

Peran ini kian menonjol sejak 2012, ketika pimpinan politik Hamas pindah dari Suriah ke Doha. Saat itu, Washington ingin mencegah Hamas berpindah ke Iran β€” pendukung kuat kelompok militan itu yang juga menentang Israel dan AS. Di Doha, menurut asumsi Washington, Hamas akan lebih mudah diawasi.

Quilliam menyebut hubungan Qatar dengan Hamas sebagai hubungan kerja. "Qatar lebih condong pada ekspresi Islam politik di kawasan," katanya. Negara tetangga seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab lebih vokal menentang kelompok Islamis.

Dia menambahkan, Qatar juga merupakan pengkritik keras Israel, berbeda dengan negara lain di kawasan, seperti Bahrain atau Uni Emirat Arab yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel melalui Abraham Accords yang ditengahi AS pada 2020.

Namun, dia menekankan bahwa meskipun Qatar menghormati Hamas sebagai gerakan politik dan perlawanan, Doha tidak pernah secara terbuka mendukung kontrol penuh Hamas atas Gaza.

Sikap Qatar secara umum dihargai Israel, yang telah menumbuhkan kepercayaan pada kemampuan mediasi Qatar. Meski demikian, Qatar dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik formal, namun tetap menjalin hubungan pragmatis sejak 1990-an.

Bagi pemerintahan Netanyahu, mempertahankan Qatar di meja perundingan sangat penting mengingat meningkatnya tekanan dari dalam Israel maupun luar negeri untuk mengakhiri perang di Gaza yang dipicu serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Sejak saat itu, lebih dari 64.500 warga Palestina telah tewas menurut angka yang belum terverifikasi tetapi dianggap kredibel dari Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas. Sekitar 50 sandera masih ditahan Hamas, dengan hanya 20 yang diyakini masih hidup.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Editor: Yuniman Farid

Simak juga Video: Qatar Gelar Pemakaman 6 Korban Serangan Israel di Doha


(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads