Perdana Menteri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, menggelar konferensi pers, Selasa (09/09).
Ketika ditanya apakah pembicaraan damai Gaza akan berlanjut, Sheikh Mohammed mengatakan bahwa ia tidak melihat ada hal yang valid dalam pembicaraan saat ini setelah Doha diserang. Namun, ia menegaskan, "Qatar telah mengerahkan segala upaya dan akan melakukan apa pun yang bisa dilakukan untuk menghentikan perang di Gaza."
Qatar, bersama Mesir dan Amerika Serikat (AS), telah menjadi mediator utama antara Israel dan Hamas selama konflik di Gaza.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sheikh Mohammed menyalahkan Israel atas gagalnya negosiasi damai dan melontarkan kritik tajam terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Ia menyebut Netanyahu melakukan "terorisme negara" dan "membawa kondisi negara ke titik yang tidak dapat diperbaiki."
Netanyahu menyebut serangan tersebut sebagai "sepenuhnya dibenarkan," yang dilakukan setelah serangan di Yerusalem dan tewasnya empat tentara Israel di Gaza.
Perdana Menteri Qatar juga mengatakan bahwa pejabat AS baru memberi peringatan kepada pemerintahnya 10 menit setelah serangan dimulai, dan menyebut serangan itu sebagai "100% pengkhianatan."
Kementerian Luar Negeri Qatar sebelumnya menyatakan bahwa klaim bahwa Qatar telah diberi tahu sebelumnya tentang serangan itu adalah "tidak berdasar."
"Panggilan dari pejabat AS muncul saat suara ledakan akibat serangan Israel terdengar di Doha," tulis juru bicara kementerian, Majed al-Ansari, lewat platform X.
Lewat unggahan di Truth Social, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa pemerintahannya telah berupaya memperingatkan Doha, tetapi peringatan tersebut "sayangnya terlambat untuk menghentikan serangan."
Sheikh Mohammed menyerukan agar negara-negara di Timur Tengah bersatu untuk mengendalikan serangan Israel.
"Hari ini, kita telah mencapai titik balik yang menuntut adanya respons dari seluruh kawasan terhadap perilaku yang sangat brutal," kata Mohammed sebagaimana dikutip oleh lembaga Al Jazeera.
Trump: Serangan Israel ke Qatar "bukan keputusan saya"
Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan bahwa keputusan menyerang pemimpin Hamas di Qatar sepenuhnya berasal dari Israel. Ia mengatakan telah mencoba memberi peringatan kepada Doha, tetapi waktunya tidak cukup.
"Ini adalah keputusan Perdana Menteri Netanyahu, bukan keputusan saya," tulis Trump di platform Truth Social.
Trump mengatakan bahwa pemerintahannya menerima informasi mengenai serangan tersebut dari militer AS.
"Saya segera menginstruksikan Utusan Khusus, Steve Witkoff, untuk memberi tahu pihak Qatar tentang serangan yang akan terjadi. Ia lantas melakukannya, tapi sayangnya terlalu terlambat untuk menghentikan serangan itu," kata Trump. "Saya memandang Qatar sebagai sekutu dan sahabat kuat Amerika Serikat, dan sangat menyesalkan lokasi serangan tersebut."
Meski begitu, Trump juga menegaskan bahwa "menghancurkan Hamas, yang telah mengambil keuntungan dari penderitaan warga Gaza, adalah tujuan yang layak."
Trump menyatakan bahwa ia telah meyakinkan Emir dan Perdana Menteri Qatar bahwa "hal seperti ini tidak akan terjadi lagi di wilayah mereka."
"Saya telah menginstruksikan Menteri Luar Negeri, Marco Rubio, untuk menyelesaikan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan dengan Qatar," tambahnya.
Jerman: Serangan Israel di Qatar "tidak bisa diterima"
Kanselir Jerman Friedrich Merz menelepon Emir Qatar, Tamim bin Hamad Al Thani, dan menyatakan bahwa pelanggaran kedaulatan dan integritas wilayah Qatar oleh serangan Israel adalah "tidak dapat diterima".
Merz memuji upaya mediasi Qatar dalam konflik Gaza untuk mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera, serta memperingatkan potensi meluasnya perang di kawasan.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Jerman, Johann Wadephul, telah merilis pernyataan resmi pemerintah Jerman sebagai tanggapan atas serangan tersebut.
"Serangan Israel di Doha tidak hanya melanggar kedaulatan teritorial Qatar, tetapi juga membahayakan seluruh upaya kami dalam membebaskan para sandera," ujar Wadephul.
Ia juga menyatakan sangat prihatin terhadap keselamatan para sandera yang masih berada di tangan Hamas, termasuk warga negara Jerman.
Wadephul menyerukan agar Hamas meletakkan senjata dan "meninggalkan aksi teror terhadap Negara Israel."
"Eskalasi saat ini juga merupakan akibat dari serangan teroris Hamas yang mengerikan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023," tambahnya.
Meski Jerman merupakan sekutu kuat Israel, belakangan negara tersebut mulai mempertanyakan tindakan Israel di Gaza, terutama terkait krisis kemanusiaan yang dialami warga sipil di wilayah tersebut.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Joan Aurelia
Editor: Hani Anggraini
Tonton juga video "Netanyahu di Ruang Operasi Militer Israel saat Serangan ke Qatar" di sini:
(ita/ita)