Partai penguasa di Thailand, Pheu Thai, menyatakan telah meminta persetujuan kerajaan untuk membubarkan parlemen dan menggelar pemilu baru. Langkah ini diumumkan beberapa saat setelah penguasa parlemen menyatakan dukungannya kepada partai oposisi untuk membentuk pemerintahan baru.
Pernyataan yang disampaikan pada Rabu (03/09) itu sontak membuat politik Thailand dilanda kekacauan.
Kepada Reuters, Ketua Fraksi Pheu Thai mengatakan bahwa partainya telah memutuskan untuk menggelar pemilu sesegera mungkin. Pheu Thai telah kehilangan Perdana Menterinya, Paetongtarn Shinawatra, pada akhir Agustus 2025 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Partai Rakyat, yang menguasai hampir sepertiga kursi di majelis rendah, menyatakan telah mendukung pemimpin ambisius dari Partai Bhumjaithai, Anutin Charnvirakul, untuk maju menjadi perdana menteri. Dukungan tersebut berpotensi menjadi titik balik yang bisa memecah kebuntuan politik di Thailand selama beberapa waktu ini.
Babak baru krisis politik Thailand
Perdana Menteri Paetongtarn diberhentikan pada Jumat (29/08) lalu karena pelanggaran etika. Hal ini memicu perebutan kekuasaan. Partai Pheu Thai bergegas memperkuat koalisi yang sedang rapuh dengan suara mayoritas yang tipis.
Sementara mantan sekutu koalisinya, Partai Bhumjaithai, justru melancarkan manuver berani untuk membentuk pemerintahannya sendiri.
Pencopotan ini menjadi babak terbaru dalam pertarungan politik selama dua dekade antara para elit yang bersaing di Thailand. Paetongtarn merupakan perdana menteri keenam dari keluarga miliarder Shinawatra, yang digulingkan militer atau peradilan, dan yang kedua dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
Langkah Pheu Thai untuk membubarkan parlemen dilakukan di tengah merosotnya dukungan terhadap partai populis yang tadinya sempat dominan. Tak hanya itu, protes pun kian gencar dilakukan publik yang menentang pemerintahannya.
Partai itu sendiri didirikan oleh Thaksin Shinawatra, ayah Paetongtarn, yang juga seorang miliarder.
Namun, sejumlah pakar hukum di Thailand berbeda pendapat mengenai kewenangan pemerintahan sementara untuk meminta pembubaran parlemen.
Pemimpin Partai Rakyat, Natthaphong Ruengpanyawut, mengatakan partainya mendukung Partai Bhumjaithai demi mencegah kembalinya pemerintahan koalisi lama yang dianggap tidak layak memerintah lagi. Meski demikian, dia menegaskan bahwa partainya tidak akan bergabung dalam pemerintahan baru tersebut.
Dia menyebut pemungutan suara parlemen untuk memilih perdana menteri baru bisa digelar pada Jumat (05/09).
"Ada risiko kembalinya koalisi lama yang gagal memimpin negara dalam dua tahun terakhir, dan juga risiko kembalinya pelaku kudeta sebagai perdana menteri," katanya dalam konferensi pers, merujuk pada Prayuth Chan-ocha, jenderal yang merebut kekuasaan pada 2014 dan masih memenuhi syarat untuk menjadi perdana menteri meski sudah pensiun.
Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris
Penulis adaptasi: Muhammad Hanafi
Editor: Adelia Dinda Sani dan Rahka Susanto
Tonton juga video "Ribuan Biksu Gelar Aksi Damai Minta Thailand-Kamboja Gencatan Senjata" di sini:
(ita/ita)