Dalam film fiksi ilmiah tahun 1999, The Matrix, peretas Neo dihadapkan pada sebuah keputusan. Pejuang perlawanan Morpheus memberinya dua pil. Jika Neo menelan pil biru, semuanya akan tetap sama — kehidupan yang nyaman di dunia fantasi. Jika ia menelan pil merah, ia akan melihat "realitas sejati" — dunia distopia tempat manusia diperbudak oleh mesin. Neo memilih pil merah, yang membawa pengetahuan, tetapi juga rasa sakit, kehilangan, dan perjuangan.
Sejak awal tahun 2000-an, pengguna di forum-forum daring telah mengadopsi metafora ini. Awalnya muncul di kalangan para pick-up artist — pria yang mengklaim diri sebagai ahli dalam "menaklukkan" perempuan dengan teknik-teknik yang kontroversial — dan kemudian menyebar ke kelompok pria di Amerika Serikat yang menyebut diri mereka sebagai pembela hak-hak laki-laki. Dari sinilah lahir apa yang dikenal sebagai "manosphere" atau manosfer: Sebuah kumpulan longgar blog dan forum tempat misogini, teori konspirasi, dan ideologi swakendali diri saling bercampur.
Hingga kini, komunitas-komunitas tersebut masih menyuarakan narasi bahwa feminisme telah menguasai masyarakat dan menekan laki-laki. Peran gender dianggap telah ditentukan secara biologis: Perempuan, menurut mereka "diprogram" untuk mendambakan pria yang dominan dan superior secara fisik — bahkan jika pria tersebut merendahkan atau mengontrol mereka.
Ekspor AS
Amerika Serikat hingga kini dianggap sebagai pusat ideologis dari subkultur ini. Dari forum-forum r"ed pill", berkembanglah apa yang disebut sebagai budaya incel — yang sejak penembakan massal di Isla Vista pada tahun 2014, yang menewaskan enam orang, mulai menjadi perhatian para peneliti.
Incel merupakan singkatan dari involuntary celibate (selibat tak disengaja), merujuk pada komunitas daring pria-pria yang tidak memiliki kehidupan seksual dan memandang hal tersebut sebagai bentuk ketidakadilan sosial.
Pelaku penembakan di Isla Vista meninggalkan sebuah manifesto dan video yang secara eksplisit menyampaikan kebenciannya terhadap perempuan serta rasa bencinya pada pria-pria yang dianggap "berhasil" secara seksual.
Banyak motif dalam budaya ini — mulai dari keluhan tentang "perempuan yang dianggap berpikiran dangkal" hingga narasi tentang diri sendiri sebagai pria lajang yang tak diinginkan — masih terus diasosiasikan dengan komunitas Pil Merah atau "red pill" dan incel hingga hari ini.
Tokoh-tokoh seperti Andrew Tate menunjukkan betapa kuatnya subkultur ini telah terjalin dengan arus utama. Mantan kickboxer Inggris-Amerika ini telah mendapatkan jutaan pengikut di media sosial dengan renungannya tentang dominasi laki-laki. Ia kini juga menghadapi tuduhan perdagangan manusia dan pemerkosaan. Fakta bahwa komentator konservatif di stasiun televisi AS Fox News menggunakan istilah "red-pill" dengan cara yang sama seperti selebritas seperti Elon Musk atau Kanye West menunjukkan bagaimana konsep gerakan ini telah meresap ke dalam bahasa politik.
Penyebaran digital
Peran penting dalam penyebaran ini dimainkan oleh logika platform digital itu sendiri. Algoritma YouTube atau TikTok cenderung mengganjar konten provokatif yang memicu emosi — termasuk narasi-narasi anti-feminis yang sengaja dipertajam. Banyak influencer Red-Pill secara sadar memanfaatkan mekanisme ini, menggabungkan pesan-pesan self-improvement dengan retorika misoginis. Dengan cara ini, mereka berhasil menjangkau audiens muda di luar komunitas inti mereka.
Jerman: Kedekatan dengan ekstremisme
Di Jerman, sejak 2019, komunitas ini mulai lebih terlihat melalui YouTube dan Instagram. di bidang kebugaran dan bisnis seperti Karl Ess mulai mengadopsi istilah dan narasi khas red pill — sering kali dibungkus dalam retorika pengembangan diri dan pelatihan sukses.
Sejalan dengan itu, berbagai penelitian — seperti Studi Otoritarianisme Leipzig 2024 — menunjukkan adanya penyebaran sikap antifeminisme yang semakin meluas. Menurut studi tersebut, seperempat masyarakat Jerman menganut pandangan antifeminisme secara menyeluruh.
Pandangan seperti ini sering kali menjadi jembatan menuju lingkungan ekstremis,di mana antifeminisme merupakan elemen ideologis inti.
Dalam serangan teror di Halle tahun 2019, seorang pelaku ekstremis sayap kanan membunuh dua orang setelah gagal menyerang sebuah sinagoga. Hasil penyelidikan setelahnya menunjukkan bagaimana di berbagai forum daring, konten "red-pill" dan incel kerap menyatu dengan teori konspirasi berhaluan ekstrem kanan.
Seruan di seluruh dunia
Ideologi "red-pill" telah menjadi fenomena global. Di Brasil, misalnya, seorang influencer bernama Thiago Schutz (dikenal sebagai "Coach do Campari") meniru konten-konten Andrew Tate dan berhasil meraih ratusan ribu pengikut, sebelum kemudian menjadi sorotan media karena mengancam seorang aktris.
Para peneliti melihat adanya penyebab struktural di balik meluasnya teori-teori semacam ini. Di Brasil, sejak tahun 2010, perdebatan mengenai keadilan gender semakin dipolitisasi dan bahkan tersingkirkan dari ranah pendidikan formal di sekolah-sekolah. Sebagai gantinya, muncul peran influencer dan aktor konservatif yang mengaitkan konten red-pill dengan nilai-nilai moral tradisional.
Konsep yang adaptif secara budaya
Gerakan pil merah juga terbukti beragam dan adaptif secara regional. Peneliti Universitas Bielefeld, Vildan Aytekin, telah mengikuti kaum incel muslim yang dikenal sebagai "Mincels." Dalam masyarakat muslim, hierarki daya tarik yang dipengaruhi Barat digantikan oleh konsep "spiritualitas dan maskulinitas," katanya.
Feminitas diidealkan, bukan untuk menciptakan kesetaraan, tetapi untuk melegitimasi peran tradisional atas dasar agama. "Penyebab banyaknya frustrasi yang diungkapkan dalam lingkup incel dikaitkan dengan gaya hidup Barat yang 'sesat', yang sangat dipengaruhi oleh gaya hidup hedonisme dan nihilisme," papar Aytekin.
Sebuah studi tahun 2022 oleh Sahar Ghumkhor dan Hizer Mir dalam jurnal ReOrient juga menjelaskan bagaimana manosfer muslim telah muncul. Contohnya termasuk tokoh-tokoh seperti pengkhotbah daring Daniel Haqiqatjou dan penulis Nabeel Aziz, yang menggoda dengan istilah-istilah seperti "Syariah Putih." Mereka menggabungkan narasi antifeminisme dengan argumen-argumen keagamaan, campuran subkultur Barat dan arus tradisionalis dalam Islam.
Memakan rasa tidak aman kaum pria
Tetapi seberapa relevankah sebenarnya adegan pil merah? Terutama terbatas pada forum daring, cakupannya kemungkinan relatif kecil. Tetapi kode dan meme telah menyusup ke arus utama, tandas Brigitte Temel, yang meneliti incel dan manosfer di Institut Penelitian Konflik Wina. "Banyak anak muda yang akrab dengan istilah-istilah itu," katanya, menambahkan bahwa pusat konseling Austria yang berfokus pada aliran sesat juga melaporkan adanya kebutuhan yang semakin meningkat di bidang ini. Namun, masih sulit untuk mengukur pengaruh kualitatif adegan tersebut.
Studi menunjukkan bahwa gerakan ini tidak hanya mendapatkan pengikut baru, tetapi juga menggabungkan dan memperkuat kebencian yang sudah ada. Metafora pil merah memberikan narasi sederhana yang menerjemahkan frustrasi pribadi menjadi kebenaran sosial yang tampaknya lebih besar. Selain komponen ideologis, kepentingan ekonomi juga berperan bagi para influencer dan pelatih (coach), seperti yang dijelaskan Temel: "Mereka mengambil uang dari kantong pria-pria yang merasa tidak aman."
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
Editor: Yuniman Farid
Tonton juga video "Sisi Maskulin Putri Marino Bakal Terungkap di Film 'Kabut Berduri'" di sini:
(ita/ita)