Klaim Terjadi Pencurian Suara, Oposisi India Gugat Pemilu Terbesar di Dunia

Klaim Terjadi Pencurian Suara, Oposisi India Gugat Pemilu Terbesar di Dunia

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Sabtu, 16 Agu 2025 09:06 WIB
Pemilu umum di India berlangsung selama 6 minggu untuk memberi kesempatan kepada lebih dari 1 miliar pemilih untuk memilih pemerintahan berikutnya (Francis Mascarenhas/REUTERS)
New Delhi -

Pemimpin oposisi India, Rahul Gandhi, pekan lalu menyatakan bahwa otoritas pemilu India telah memungkinkan terjadinya "pencurian suara" demi mendongkrak suara Partai Bharatiya Janata (BJP) pimpinan Narendra Modi dalam pemilihan umum di India tahun 2024.

Dalam sebuah konferensi pers, Gandhi, sosok sentral dalam Partai Kongres Nasional India (INC) menuduh, dalam pemilu tahun lalu, daftar pemilih di sebuah negara bagian kunci telah dimanipulasi untuk menguntungkan BJP.

Pemimpin oposisi itu juga mengatakan bahwa partainya menemukan sejumlah ketidaksesuaian besar setelah menganalisis data pemilu yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum India (ECI).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Komisi Pemilu India segera membantah klaim Gandhi, sementara BJP menuduh oposisi mencoba menciptakan "keadaan anarki" dengan merusak kepercayaan publik terhadap proses pemilu.

Blok oposisi telah menggelar aksi protes di ibu kota, menyerukan kepada parlemen untuk mengadakan sesi guna membahas tuduhan tersebut. Gandhi ditahan di New Delhi pada awal pekan lalu, bersama pemimpin oposisi lainnya, saat mereka berbaris menuju kantor ECI untuk berunjuk rasa.

ADVERTISEMENT

"Pertarungan ini bukan pertarungan politik; pertarungan ini adalah demi menyelamatkan konstitusi," tandas Gandhi usai dirinya ditahan.

Apa dasar dari tuduhan tersebut?

Analisis pihak oposisi berfokus pada daerah pemilihan Mahadevapura, yang merupakan bagian dari segmen majelis Kota Bangalore di Negara Bagian Karnataka, India selatan. Hasil penghitungan resmi menunjukkan bahwa INC kalah dari kandidat BJP dengan selisih lebih dari 114.000 suara.

Namun Gandhi menuduh bahwa INC menemukan bukti pelanggaran dalam lebih dari 100.000 entri dalam daftar pemilih Mahadevapura untuk pemilu Lok Sabha (Majelis Rendah Parlemen) 2024.

Ia menuduh terdapat pemilih ganda, alamat fiktif, sejumlah besar pemilih tercatat di satu alamat yang sama, foto tak sah, serta penyalahgunaan formulir pendaftaran pemilih baru.

Dalam satu contoh, ia mengklaim bahwa 46 pemilih dari keluarga berbeda mencantumkan sebuah rumah satu kamar tidur sebagai bukti tempat tinggal mereka. Ia mengatakan bahwa ketika staf Kongres mengunjungi alamat yang dimaksud, ternyata orang-orang tersebut tidak tinggal di sana.

Ia pun mempertanyakan seberapa aman konsep "satu orang, satu suara" di India. Gandhi juga menyoroti penolakan ECI untuk membagikan daftar pemilih dalam format digital, hanya memberikan data yang tidak dapat dibaca mesin, serta membatasi akses terhadap rekaman CCTV dari tempat pemungutan suara—yang menurutnya, memungkinkan BJP untuk "mencuri" pemilu.

Ia juga menuduh adanya pelanggaran serupa dalam pemilihan tingkat negara bagian di Haryana dan Maharashtra pada Oktober dan November 2024.

Pemilihan umum India dianggap sebagai ajang demokrasi terbesar di dunia, dengan hampir satu miliar orang memberikan suara mereka pada tahun 2024 untuk memilih 543 anggota majelis rendah parlemen.

Upaya raksasa ini diawasi oleh ECI dan melibatkan 15 juta petugas pemilu di 28 negara bagian dan delapan wilayah persatuan. Proses pemungutan suara dilakukan dalam beberapa tahap dan memakan waktu enam minggu untuk diselesaikan.

Tahun lalu, BJP pimpinan Modi kehilangan mayoritas absolutnya, namun berhasil tetap berkuasa dan menjadi partai tunggal terbesar dengan meraih 240 kursi. Partai Kongres memperoleh 99 kursi.

Bagaimana respons ECI dan BJP?

Dalam sebuah unggahan di X, ECI menyatakan bahwa Gandhi berupaya menghindari prosedur dan menyesatkan pemilih India.

Dalam sebuah pernyataan, Kepala Petugas Pemilu Negara Bagian Karnataka menolak klaim Gandhi, dengan menyatakan bahwa hasil pemilu hanya dapat digugat melalui pengajuan petisi pemilu di hadapan Pengadilan Tinggi India. Komisi juga mendesak Gandhi untuk memberikan bukti di bawah sumpah.

"Tandatangani pernyataan atas isu-isu yang Anda angkat dalam konferensi pers, yang Anda yakini benar, atau mohon maaflah kepada bangsa," tulis ECI di X.

Namun, mantan kepala komisioner pemilu India, Om Prakash Rawat, mengatakan kepada DW bahwa ECI seharusnya melakukan lebih banyak hal untuk langsung menanggapi klaim Gandhi dengan segera meminta penyelidikan.

"Di masa lalu kami selalu mencari fakta dan mempublikasikannya secara terbuka untuk menyelesaikan segalanya. Permintaan sumpah seperti ini hanya memperpanjang masalah, menciptakan kebingungan di tengah masyarakat," ujarnya.

Sebaliknya, BJP justru menyerang balik pemimpin kongres tersebut, dengan juru bicara nasional Gaurav Bhatia menyatakan bahwa Gandhi seharusnya mengundurkan diri dari parlemen jika ia tidak percaya pada ECI. Partai penguasa juga mendesak agar Gandhi menyerahkan pernyataan di bawah sumpah.

Dalam sebuah unggahan di X, BJP menuduh Gandhi "menyebarkan kebohongan, menghindari bukti, mencemarkan lembaga-lembaga demokratis, dan menyesatkan masyarakat."

Gandhi dilaporkan mencantumkan hotel sebagai alamat pemilih

India memiliki populasi migran yang sangat besar, banyak di antaranya menggunakan kartu pemilih sebagai bentuk identifikasi dan untuk mencari pekerjaan. Banyak dari mereka kerap mencantumkan alamat sementara mereka untuk mendaftar kartu pemilih, yang mungkin menjelaskan mengapa sejumlah besar orang terdaftar di alamat yang sama.

Sebuah laporan dari surat kabar The Indian Express menemukan bahwa beberapa alamat yang disorot oleh Gandhi adalah akomodasi berbayar dan asrama.

Lebih lanjut, penggunaan formulir pendaftaran pemilih baru secara keliru—alih-alih formulir untuk pemindahan alamat tempat tinggal—berpotensi menciptakan banyak entri ganda.

Namun demikian, perangkat lunak milik ECI seharusnya dapat mendeteksi entri ganda dari orang yang sama dalam daftar pemilih.

Apa yang mungkin terjadi selanjutnya?

Selama masa jabatan Modi, ECI telah menghadapi sejumlah kontroversi. Ini termasuk undang-undang baru yang mengubah proses pengangkatan kepala lembaga pemilu, serta sikap bungkamnya terhadap pidato-pidato Modi yang menggunakan retorika provokatif terhadap umat muslim menjelang pemilu tahun lalu.

Tuduhan kecurangan suara oleh Gandhi juga muncul di saat ECI tengah berada dalam sorotan tajam akibat revisi kontroversial terhadap daftar pemilih di negara bagian Bihar bagian timur menjelang pemilu November.

Berbicara kepada DW dengan syarat anonim, seorang jurnalis senior yang telah satu dekade meliput ECI mengatakan bahwa tuduhan kecurangan pemilu bukanlah hal baru.

"Skeptisisme ini bukanlah sesuatu yang baru. Misalnya, setelah kekalahan BJP dalam pemilu 2004, beberapa anggota partai mengklaim bahwa mesin pemungutan suara telah direkayasa. Seorang pemimpin BJP bahkan menulis buku yang menyatakan bahwa mesin pemilu elektronik bisa dimanipulasi," katanya.

Namun, tuduhan Gandhi muncul di tengah situasi polarisasi yang ekstrem dan "telah memperparah ketakutan yang telah lama ada di kalangan pemilih mengenai keadilan dalam proses pemilu."

ECI "harus bertindak secara transparan" demi mengembalikan kepercayaan publik, pungkasnya.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
Editor :Rizki Nugraha

Lihat juga Video 'Trump Ancam Naikkan Tarif Impor untuk India gegara Beli Minyak Rusia':

(nvc/nvc)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads