Dideportasi Iran, Pengungsi Afghanistan Hadapi Aturan Ekstrem Taliban

Dideportasi Iran, Pengungsi Afghanistan Hadapi Aturan Ekstrem Taliban

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Selasa, 05 Agu 2025 15:44 WIB
Jakarta -

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut lebih dari 1,3 juta pengungsi Afganistan terpaksa meninggalkan Iran sepanjang tahun 2025. Salah satunya adalah keluarga Zahra.

Mereka meninggalkan Afganistan menuju Iran sekitar 30 tahun yang lalu. Kini, perempuan berusia 23 tahun, yang telah menikah dan memiliki seorang anak perempuan itu, hidup dalam bayang-bayang deportasi. Suaminya, yang juga melarikan diri dari Afganistan, bekerja sebagai buruh tani di Iran.

"Dia (suami Zahra) bisa ditangkap kapan saja dalam perjalanan ke tempat kerja atau rumah dan dideportasi ke Afganistan, seperti banyak orang lainnya," terang Zahra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut laporan PBB yang diterbitkan pada bulan Juli 2025 tersebut, banyak pengungsi Afganistan yang ditangkap dan dideportasi. Sementara, ada juga yang kembali secara sukarela karena takut ditangkap secara sewenang-wenang.

Lahir dan besar di Iran, Zahra hanya memiliki izin tinggal sementara. "Saya terdaftar di paspor keluarga orang tua saya, yang berlaku hingga September (2025)," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Dokumen perjalanan tersebut diperiksa secara teratur dan diperbarui setiap enam bulan.

Para pengungsi Afganistan tersebut tidak diberikan kewarganegaraan Iran, meskipun mereka telah tinggal di Iran selama beberapa generasi, bahkan banyak dari mereka merupakan generasi kedua atau ketiga.

Selama lebih dari 40 tahun , orang-orang telah melarikan diri dari Afganistan demi menghindari perang, kemiskinan, dan sekarang menghadapi pemerintahan Taliban.

Banyak dari mereka yang pada awalnya mencari perlindungan di negara-negara tetangga seperti Iran atau Pakistan. Mirisnya, mereka sering kali menjadi pihak yang pertama kali disalahkan atas meningkatkan angka pengangguran dan kriminalitas.

Ditangkap dan dideportasi tanpa alasan jelas

Setelah perang selama 12 hari antara Israel dan Iran baru-baru ini, pihak berwenang Iran menggencarkan kampanye deportasi berskala besar terhadap warga Afganistan. Pihak Iran menuduh para pengungsi Afganistan tersebut tinggal secara ilegal.

Merespons kampanye deportasi itu, lebih dari 1.300 aktivis, jurnalis, seniman, dan warga negara Iran dan Afganistan telah menulis surat terbuka kepada pemerintah Iran.

Mereka menyerukan agar penindasan, misalnya upaya penangkapan dan deportasi secara sewenang-wenang, terhadap pengungsi Afganistan segera dihentikan. Mereka meminta rakyat Iran untuk menentang serangan-serangan ini agar sikap diam mereka tidak dianggap sebagai keterlibatan.

Para pengungsi Afganistan telah lama mengeluhkan sikap rasis yang sistematis dan semakin meningkat di masyarakat, mereka menduga hal tersebut disulut oleh pihak berwenang.

Pemberitaan negatif di media Iran menyalahkan masalah sosial dan ekonomi kepada para pengungsi. Akibatnya, memicu kebencian di antara kelompok-kelompok yang kurang beruntung dan membuat mereka berbalik melawan para migran.

Sebagai pengungsi yang terdokumentasi, Zahra menceritakan bahwa dia bahkan tidak diberi tempat di sekolah, dengan alasan tidak ada cukup tempat untuk warga lokal.

"Deportasi yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini sering kali dilakukan tanpa memperhatikan standar internasional," papar aktivis hak asasi manusia Afganistan, Abdullah Ahmadi.

"Banyak dari mereka yang dideportasi dibawa ke perbatasan dalam semalam, tanpa tempat tinggal, perawatan medis, atau makanan yang memadai. Beberapa bahkan harus membayar sendiri biaya perjalanannya."

Di antara para pengungsi yang kembali, ada banyak keluarga yang pulang ke Afganistan atas inisiatif mereka sendiri karena takut akan penangkapan sewenang-wenang. Banyak dari mereka mengatakan belum menerima pendapatan dari pekerjaan yang belum dibayar atau pengembalian uang muka yang telah mereka bayarkan untuk apartemen mereka.

Kerja sama dengan Taliban

Merespons kritik yang berkembang,otoritas Iran menekankan bahwa pihaknya telah meminta semua pengungsi 'ilegal' untuk meninggalkan negara tersebut. Pengumuman itu telah disampaikan sejak enam bulan lalu atau sekitar awal tahun 2025.

Kepada kantor berita pemerintah IRNA pada awal Juli 2025, Kepala Pusat Orang Asing dan Pengungsi di Kementerian Dalam Negeri Iran, Nader Yarahmadi, mengatakan "Iran telah mengumumkan pada bulan Maret, bahwa semua migran ilegal harus meninggalkan negara itu paling lambat 15 Juli 2025."

Meningkatnya jumlah imigran gelap dari Afghanistan setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban telah memberikan beban yang sangat besar pada sumber daya Iran yang terbilang cukupterbatas.

Pada bulan Januari 2025, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, berkunjung ke ibukota Afganistan, Kabul, untuk merundingkan kerja sama dengan Taliban, termasuk deportasi para pengungsi.

Pengumuman perundingan itu secara luas dapat ditafsirkan sebagai potensi bahwa iran akan mengakui Taliban. Namun, Kemenlu Iran mengklarifikasi bahwa pernyataan itu merupakan sebuah ekspresi kepentingan pribadi dan bukan merupakan dari agenda politik resmi.

Deportasi massal ini menyebabkan meningkatnya kritik terhadap Iran di komunitas masyarakat Afganistan. "Situasi saat ini tidak kondusif untuk melakukan perjalanan diplomatik," menurut Ahmad Ehsan Sarwaryar, seorang pakar hubungan internasional.

"Hanya dalam waktu 40 hari, hampir satu juta orang telah dideportasi. Ini sangat membebani layanan dasar di Afganistan barat," ujarnya.

Sarwaryar mendukung akomodasi bagi para pengungsi yang kembali di Kota Herat, Afganistan barat. Dia menggambarkan bencana kemanusiaan yang semakin parah terjadi di sana.

Hampir 23 juta orang di Afganistan sudah bergantung pada bantuan kemanusiaan. Kini, ada ratusan ribu pengungsi yang kembali bergabung dengan mereka, tanpa tempat tinggal, pekerjaan, atau prospek masa depan.

"Rencana saya adalah kembali ke Afganistan setelah sekolah dan belajar di sana," kata Zahra kepada DW.

"Di Iran, saya harus membayar biaya kuliah karena saya tidak memiliki paspor Iran. Taliban berkuasa di Afganistan sejak Agustus 2021 dan menghancurkan impian saya."

Empat teman dan kenalannya, yang dideportasi dari Iran bersama keluarga mereka dalam beberapa bulan terakhir, kini tinggal bersama anak-anak mereka yang masih kecil di sebuah rumah kecil dengan perabotan seadanya dan tanpa listrik.

Saat ini, perbatasan sepanjang 950 kilometer dengan Afganistan, yang mayoritas di antaranya melintasi pegunungan tinggi yang tidak dapat diakses, sebagian besar masih belum dikontrol oleh pihak berwenang Iran, sehingga penyeberangan perbatasan sulit untuk dipantau.

Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman.

Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

Editor: Yuniman Farid

Tonton juga video "Taliban Bebaskan Ekstremis Anti-Imigran Austria" di sini:

(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads