Kisah Mereka yang Jadi Tawanan Perang Rusia

Kisah Mereka yang Jadi Tawanan Perang Rusia

Deutsche Welle (DW) - detikNews
Selasa, 01 Jul 2025 12:21 WIB
Jakarta -

Setelah dua setengah tahun ditawan Rusia, Jurij Khultschuk kembali ke Ukraina. Di sebuah video yang beredar di media sosial tampak sang ibu memeluknya, tetapi dia merespons dengan dingin. Beberapa hari kemudian, dia mulai menceritakan penyiksaan yang dialaminya.

Jurij Hultschuk yang berusia 23 tahun, lahir dan besar di Kyiv. Dia sempat belajar bahasa asing dan mengikuti pertukaran pelajar ke Hungaria dan Jerman. Ia juga pernah menjelajahi negara-negara Eropa dan Cina.

Saat tidak berhasil menemukan pekerjaan dan membutuhkan uang, dia secara sukarela bergabung dengan tentara Ukraina pada bulan Desember 2021. Dia bergabung dengan Brigade Marinir ke-36 turut serta bertempur di Mariupol saat invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina dimulai. April 2022, Jurij Hultschuk ditawan oleh Rusia selama dua setengah tahun di desa Olenivka, di wilayah Donetsk yang diduduki Rusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tempat penahanan tentara Ukraina ini juga disebut sebagai "kamp konsentrasi" karena kondisi penjara yang tidak manusiawi. Juli 2022, lebih dari 50 tahanan Ukraina tewas dalam sebuah ledakan. Moskow dan Kyiv saling tuding pihak lain sebagai penyebabnya. Jurij Hulchuk kemudian dipindahkan di wilayah Ryazan, Mordovia. Dia dapat kembali ke Ukraina lewat program pertukaran tahanan pada September 2024.

Balas dendam atau memaafkan para penyiksa?

Selain Jurij Hultschuk, Wlad Sadorin yang berusia 26 tahun, juga melaporkan penyiksaan sistematis di tahanan Rusia. Dia bergabung dengan angkatan bersenjata Ukraina pada tahun 2019 dan bertugas di Brigade Marinir ke-35.

ADVERTISEMENT

Pada awal invasi besar-besaran Rusia di bulan Februari 2022, dia ditugaskan di Zmiinyi Island yang terletak di Laut Hitam. Di sana, dia ditangkap oleh tentara angkatan laut Rusia. Pada bulan Januari 2024 sebagai bagian dari pertukaran tahanan, dia dibebaskan.

Meskipun menggambarkan pengalaman yang serupa, Jurij Hultschuk dan Wlad Sadorin merespons dengan berbeda.

"Saya diminta untuk mempublikasikan nama lengkap dan tempat tinggal karyawan pusat rahasia IK-10 di Mordovia," kata Jurij.

Penyiksaan fisik kerap diberikan pada tawanan Rusia dengan menggunakan alat kejut listrik yang menargetkan alat kelamin tahanan, pukulan pengawas penjara dengan pipa atau kain basah, bahkan menggunakan anjing sebagai metode penyiksaan.

Namun Jurij Hultschuk tidak mau mengungkapkan nama orang yang menyiksanya. "Bagi saya, apa yang dilakukannya hanyalah sebagian dari kejahatan yang dilakukan orang-orang kepada saya. Jika saya harus membalas dendam kepada orang-orang Rusia yang memperlakukan saya dengan sangat buruk, maka saya juga harus membalas dendam kepada orang-orang Ukraina yang memperlakukan saya dengan buruk," kata nya. Baginya "lebih mudah untuk melupakan hal tersebut dan fokus akan masa depan."

Wlad Sadorin tidak sependapat dengan Jutij Hultschuk. "Saya sangat membenci orang Rusia karena mereka telah membuat kami menderita dan menghina kami," katanya sembari menambahkan "Berat badan saya 120 kilogram saat ditangkap, dan saat bebas berat saya 60 kilogram. Saya harus makan tikus, tisu toilet, dan sabun."

Wlad juga menceritakan kekerasan fisik yang parah, termasuk dipukul pada bagian kepala dengan botol. "Dan saya harus mengasihi mereka, menganggap mereka sebagai saudara? Mereka datang untuk membunuh saya dan keluarga saya tanpa kami melakukan apa pun kepada mereka."

Sadorin mengatakan bahwa ia telah berhasil mengidentifikasi setiap penyiksanya. "Semua yang terlibat dalam kejahatan perang ini akan dihukum cepat atau lambat. Seperti yang terjadi sebelumnya," katanya.

Bantuan negara bagi para tawanan

Keduanya menerima kompensasi besar dari negara selama menjadi tawanan Rusia. Jurij menggunakan uang tersebut untuk membeli sebuah apartemen di Kyiv.

Meski belum ada ketentuan untuk pensiun seumur hidup bagi mereka yang ditahan. Namun, mereka berhak atas pensiun disabilitas karena mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Diagnosa PTSD ini secara praktis diberikan kepada siapa pun yang menjadi tawanan Rusia.

"Kini telah diputuskan, penahanan juga menjadi dasar untuk mengajukan pensiun disabilitas," kata Wlad Sadorin, yang berencana untuk memperoleh surat keterangan disabilitas.

"Disabilitas juga berdampak negatif seperti sulit untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi bisa mendapatkan tunjangan. Saya belum memutuskan. Penting bagi saya untuk melihat diri saya bukan sebagai penyandang disabilitas dan penting mengatakan kepada diri sendiri, bahwa saya sehat." tegasnya.

Bebas dari tawanan, apa selanjutnya?

Baik Jurij Hulchuk maupun Wlad Sadorin dapat memutuskan apakah akan kembali bertugas di militer atau tidak.

Keduanya pun memilih untuk meninggalkan militer.

Sejak keluar dari militer, Jurij bekerja paruh waktu sebagai guru bahasa Inggris. "Saya ingin hidup tenang tahun ini, memulihkan diri secara fisik dan mental. Kemudian saya ingin pergi ke Jerman untuk belajar dan mencari pekerjaan di sana," jelasnya.

Setelah berhenti bergabung dengan militer Ukraina, Wlad memilih berkarya di sektor informasi. Dia pun menetap di Odessa, dan bekerja untuk "Break the Fake," sebuah organisasi yang memerangi disinformasi Rusia. Wlad muncul di media dan berbagai acara di Eropa, membagikan pengalamannya.

Menurutnya, otoritas Rusia seringkali tidak mengklasifikasikan warga Ukraina yang ditangkap sebagai tawanan perang, terutama tentara Ukraina yang masuk ke dalam daftar hilang dalam tugas.

Dengan tidak mengakui tentara Ukraina yang ditangkap sebagai tawanan perang, Rusia menghindari tanggung jawab hukum Internasional. Hal ini menyebabkan para tentara tersebut berada dalam situasi sangat berbahaya baik secara fisik maupun hukum. Keluarga mereka pun hidup dalam ketidakpastian.

Wlad Sadorin menganggap angka-angka yang dipublikasikan oleh media mengenai tawanan Ukraina di Rusia terlalu minim.

Ada lebih dari 250 tempat penahanan di Rusia. Dia sendiri pernah ditahan di tujuh tempat yang berbeda. "Beberapa penjara punya kondisi yang normal, tawanan tidak sering dipukuli dan mungkin mendapat cukup makanan," jelasnya. Menurutnya inilah yang menentukan, apakah seorang tawanan akan kembali pulang sebagai orang normal atau tidak.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Rusia
Diadaptasi oleh Sorta Caroline
Editor: Hendra Pasuhuk

Melihat Ladang Ranjau di Donetsk Ukraina Timur:

(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads