Setahun terakhir, Yudha Yudiana kerap nongkrong di sebuah rumah di Cililitan, Jakarta Timur. Lantaran dekat dengan tempat tinggalnya, Yudha hobi berjalan kaki ke sana. Kegiatan Yudha di rumah tersebut beragam, mulai dari bercakap dengan kawan-kawannya, hingga membuat konten edukasi bersama.
Rumah tersebut merupakan Sekretariat Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI). Diresmikan pada 2015, komunitas yang didirikan Bagus Utomo tersebut berfokus pada edukasi mengenai Skizofrenia: sebuah gangguan mental kronis yang terkait dengan distorsi dalam penilaian realitas.
"Kegiatan KPSI, yang paling utama kami memang edukasi buat orang dengan skizofrenia dan keluarganya. Bagaimana mengelola gejala yang baik, bagaimana membangun kedisiplinan minum obat dan berkonsultasi. Dan juga bagaimana beradaptasi dengan kondisi baru setelah dia mengalami skizofrenia," terang Bagus di program Sosok detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan Yudha dengan Bagus dan KPSI dimulai setahun lalu. Kala itu, Yudha datang ke KPSI atas saran sang kakak. Rupanya, perjumpaan tersebut begitu membekas bagi Yudha. Sebab, berkat momen itu, mata Yudha semakin terbuka atas kondisinya sebagai Orang dengan Skizofrenia (ODS).
"Kakak saya cari info, soal penyakit saya, dia bingung. 'Apa sih ini? Kok mengurung diri di kamar?' gitu kan. 'Kok agresif, marah-marah, kenapa ini anak, adik gua?' gitu kan. Akhirnya, browsing-browsing, ketemulah KPSI. Datang ke sana," jelas Yudha.
Sebagai ODS, Yudha menyadari bahwa stigma negatif kerap melekat pada orang-orang sepertinya. Dianggap berbahaya, tukang marah-marah, hingga 'gila' adalah beberapa anggapan miring masyarakat yang sayup-sayup ia dengar.
"Mereka menganggap kita tuh gimana ya, sebelah mata, gitu. Bukan sebelah mata, gimana ya. Makhluk yang mungkin berbahaya, gitu ya. Mungkin berbahaya karena agresif, gelandangan, jalan-jalan berjalan tanpa baju, gitu. Itu sih yang saya pikir saya tahu," kata Yudha.
Yudha tak menampik, Skizofrenia yang ia alami memang sempat membuatnya seperti terputus dari realita. Ia pernah mengalami masa-masa bersembunyi di rumah dan takut menemui orang lain. Yudha juga mengaku sempat mudah terpelatuk dan menjadi agresif. Semua ini mengharuskan Yudha untuk direhabilitasi di rumah sakit jiwa sebanyak enam kali.
Amat sulit bagi Yudha untuk menerima kondisinya. Ia bahkan sempat ogah minum obat. Sebab, obat-obatan tersebut membuatnya linglung dan tidak nyaman.
Namun, hal-hal mulai berubah saat ia bertemu Bagus Utomo dan KPSI. Yudha tak lagi merasa sendiri. Di KPSI, Yudha bisa berbagi cerita dan pengalaman dengan kawan-kawan sesama ODS. Ia juga mendapat banyak ilmu dari Bagus, yang membuka matanya tentang kondisi yang dialaminya.
"Di sini ada banyak teman-teman yang senasib sepenanggungan. Jadi, kita bisa sharing, tukar cerita, ide-ide tersampaikan. Sering ngobrol juga sama Pak Bagus. Dijelasin, Skizofrenia itu apa, bagaimana cara menanganinya. Harus berdamai dengan penyakit sendiri. Akhirnya saya menerima, mulai dari sini mungkin saya menerima, oke, saya harus minum obat seumur hidup, gitu," aku Yudha.
Hal ini senada dengan tujuan Bagus saat mendirikan KPSI. Bagus ingin menumpas stigma yang melekat pada Skizofrenia dan pengidapnya. Langkah utama yang ditempuh Bagus adalah edukasi, baik kepada pengidap, keluarga pengidap, serta masyarakat luas.
"Masih sering banyak yang meremehkan, gitu. Karena masih ada yang nganggep misalnya kurang iman, ya. Kurang bersyukur, itu yang menjadi sebab gangguan jiwa. Ya saya berbesar hati aja sih, kalau menghadapi pandangan seperti itu. Saya anggap, ya, memang ini tantangannya kita untuk memberikan kesadaran ke masyarakat, gitu," tutur Bagus.
Seiring dengan perjalanannya di KPSI, kondisi Yudha semakin membaik. Ia mengaku sudah rutin mengonsumsi obat yang diberikan Psikiater barunya. Yudha bertutur, bahwa agresivitasnya sudah menurun menjadi nol. Yudha mampu menerima kondisinya, dan menjadi lebih produktif.
Kini, Yudha bertanggung jawab atas desain media sosial KPSI. Selain itu, wajahnya juga sering terpampang di konten-konten edukasi YouTube KPSI. Salah satu serial edukasi yang dilakukannya bertajuk 'Kongko Bujangs', sebuah podcast edukasi kesehatan mental yang dipandu oleh Yudha dan kawan-kawannya di KPSI.
Sejak bergabung di KPSI, Yudha menyadari satu hal. Ia jadi tahu betapa pentingnya lingkungan yang mendukung untuk pemulihan Skizofrenia. Ia pun punya misi untuk tetap menjadi relawan di KPSI selama yang ia bisa. Yudha berharap, cerita yang dibagikannya sebagai ODS mampu bermanfaat bagi masyarakat luas.
"Saya ingin menceritakan aja pengalaman hidup saya. Semoga, mudah-mudahan sih berguna bagi para caregiver, dan mainly untuk para ODS (Orang dengan Skizofrenia), dan ODMK (Orang dengan Masalah Kejiwaan)," pungkas Yudha.
(nel/vys)