Dengan adanya papan reklame yang memajang gambar Gedung Joang, masyarakat yang selama ini tidak mengetahui apa itu Gedung Joang, bisa melihat dan mungkin bahkan mengunjungi gedung tersebut.
"Nggak masalah. Malah itu mempopulerkan Gedung Joang kalau dipampang. Yang tidak tahu sebelumnya jadi melihat. Menurut saya banyak efek positifnya," kata Asvi kepada detikcom, Selasa (2/9/2008).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai biaya yang dipungut, setahu Asvi, tidak ada aturan yang mengatur sebuah gedung bersejarah dijadikan iklan kemudian dipungut biaya. Namun jika biaya yang dipungut itu terbatas dan digunakan untuk perawatan gedung itu sendiri, hal itu tidak menjadi masalah.
"Kalau ada bayarannya belum tentu itu untuk komersialisasi. Kalau terbatas atau sekadar sedikit uang untuk bisa digunakan perawatan gedung itu malah bisa mempopulerkan, ya nggak masalah," imbuhnya.
Namun, lanjut sejarahwan dari LIPI ini, pemerintah juga harus membuat aturan yang jelas mengenai ketentuan biaya tersebut. Pemerintah baik itu apakah Pemprov DKI Jakarta ataupun di bawah Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi harus jelas merinci biaya itu masuk dalam non anggaran atau tidak.
"Ini jadi momentum untuk mengatur hal itu lebih rinci. Uangnya ke mana. Kalau memang diatur apakah pendapatannya disetor ke negara atau tidak," tuturnya. (gus/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini