Tradisi mainan telok abang ini sudah muncul sejak awal kemerdekaan. Sebab sebelumnya telok abang telah menghiasi tradisi perkawinan, sunatan, maupun hajatan lainnya.
Diperkirakan, tradisi ini dibawa oleh masyarakat etnis Tionghoa. Karena hingga kini, telok abang banyak dijual saat mereka sedang melaksanakan hari-hari besar yang terkait dengan ajaran Konghucu maupun Budha.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya telor ini ditempelkan pada mainan dengan cara menusukan bambu ke tengah-tengah telok abang hingga menembus badan mainan.
Mainan itu dihiasi dengan bendera merah-putih yang terbuat dari kertas. Warna kuning, hijau, biru, atau merah diberikan pada mainan itu agar terlihat mencolok.
Di Palembang, sudah sepekan ini kita bisa mendapatkan pedagang telok abang yang mulai menjajakan dagangannya di setiap pasar tradisional. Begitu juga di Plasa Benteng, Kuto Besak, dan seputaran Jalan Merdeka, dengan mudah kita bisa mendapatkan pedagang telok abang.
Harganya tidak main-main. Mulai dari harga Rp 15 ribu untuk ukuran kecil hingga Rp 150 ribu untuk yang berukuran besar. โMahal ini lantaran membuatnya rumit, seperti miniature jembatan Ampera dan kapal layar,โ kata Jhoni, pedagang telok abang yang mangkal di Plasa Benteng Kuto Besak, Minggu (17/8/2008).
(tw/mok)