17 Agustus dan Kenegarawanan

17 Agustus dan Kenegarawanan

- detikNews
Selasa, 12 Agu 2008 07:25 WIB
Jakarta - Momen 17 Agustus di sisi lain juga bisa dilihat sebagai tolok ukur hubungan Megawati Soekarnoputri selaku mantan Presiden RI dengan penggantinya, Presiden SBY. Selama empat tahun terakhir hubungan dua tokoh politik ini tak ubahnya main kucing-kucingan.

Sesuai aturan panitia, puncak peringatan HUT RI atas nama Presiden RI mengundang para mantan pejabat tinggi negara menghadiri upacara bendera kenegaraan di Istana Merdeka. Termasuk di sini adalah presiden, wapres, menteri dan pimpinan lembaga tinggi negara beserta keluarga.

Tapi pada 17 Agustus 2004, SBY selaku mantan Menko Polhukam RI tidak mendapat undangan tersebut. Ketika itu SBY yang kebetulan pemenang de-facto Pilpres 2004 lalu memperingati HUT RI di kediaman pribadinya di Cikeas, Bogor, bersama warga sekitar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk 17 Agustus 2005, Presiden SBY mengundang seluruh pendahulunya hadir dalam upacara bendera kenegaraan puncak peringatan HUT RI. Hanya mantan presiden BJ Habibie yang hadir, sementara Soeharto dengan alasan kesehatan mewakilkan pada putrinya.

Megawati tidak memenuhinya, tidak ada penjelasan mengapa dia mengabaikan undangan itu. Tapi yang jelas Mega lalu membuat alibi dengan meniru apa yang pernah dilakukan SBY, yaitu "memperingati HUT RI bersama rakyat" di kediaman pribadi. Alibi ini pula yang dipakainya hingga 17 Agustus 2008.

Kejadian ini seolah menguatkan dugaan bahwa Megawati belum berbesar hati menerima kekalahannya dari SBY yang mantan pembantunya itu di Pilpres 2004. Oleh karena itu Mega senantiasa menghindar bertemu SBY, meski dalam acara pernikahan ponakannya sendiri.
Pertanyaannya kemudian, apakah sebenarnya motivasi Mega rutin 'memperingati HUT RI bersama rakyat' di kediaman pribadinya. Jangan-jangan memang sekadar ada alasan tidak memenuhi undangan mengikuti upacara kenegaraan di Istana Merdeka, danย  Mega otomatis tidak bertemu SBY.

Semoga saja dugaan itu salah. Sebab bila benar, maka sungguh kadar sikap negarawan Megawati patut dipertanyakan. Padahal Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu berniat kuat kembali maju dalam Pilpres 2009 mendatang.

Apakah sikap negarawan diukur dari seberapa sering seseorang hadir mengikuti upacara bendera kenegaraan di Istana Merdeka? Tentu saja tidak.

Salah satu tolok ukur penting sikap negarawan adalah tidak memanfaatkan rakyat sebagai alibi demi menutupi pribadi yang kerdil. Jangan sampai kegembiraan polos rakyat kecil mengikuti aneka lomba 17 Agustus hanya dijadikan kedok atas kepentingan sempit para politikus berjiwa kerdil. (lh/anw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads