Mampir di 'Jakarta Mini' Kuala Lumpur

Laporan dari Malaysia

Mampir di 'Jakarta Mini' Kuala Lumpur

- detikNews
Rabu, 06 Agu 2008 16:01 WIB
Kuala Lumpur - Jika berkesempatan melancong ke negeri jiran Malaysia dan bekeliling di Kuala Lumpur, jangan lupa untuk mampir ke 'Jakarta'. Maksudnya?

Meski jauh dari Indonesia, di ibukota negeri Petronas tersebut ada satu kawasan seluas kecamatan yang populer disebut 'Mini Jakarta'. Meski tidak seluas Jakarta sebenarnya, tapi lebih dari 75 persen penduduk kawasan tersebut adalah WNI atau keturunan WNI.

"Ramai orang yang menyebut kawasan ini sebagai Mini Jakarta," kata tokoh masyarakat Sumbawa NTB di Chow Kit, Mahmud bin Husein (59) saat berbicang-bincang dengan detikcom di sebuah kedai makan di pinggiran jalan Tun Abdul Rahim, Chow Kit, Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (5/8/2008).

Pria yang akrab disapa Pak Mad ini mengatakan, sebutan Chow Kit sebagai Mini Jakarta di KL sudah sejak tahun 90-an. Sebabnya, setiap WNI yang datang ke Malaysia, khususnya KL, selalu menyempatkan diri untuk mampir sekadar berbelanja, makan-makan, dan kumpul-kumpul dengan kelompok mereka yang satu suku. Sebutan 'Mini Jakarta' juga diberikan warga melayu setempat terhadap kawasan tersebut.

"Bahkan tidak hanya itu, kalau WNI ada janji dengan teman-temannya atau pertemuan kelompok, pastinya mereka selalu di sini. Pendatang yang baru tiba di Malaysia juga 'wajib' mampir ke sini dulu sebelum ke tempat kerja mereka. Karena semua bus di KL lewat Chow Kit. Atau kalau kamu tersasar di KL, datanglah ke Chow Kit, pasti dibantu," imbuh Pak Mad.

Karena menjadi sentral bagi segala aktivitas WNI di KL, di Chow Kit pun kerap menjadi pusat untuk memperoleh berbagai informasi mengenai WNI di berbagai pelosok Malaysia. Karena sebab itulah, organisasi Persatuan Masyarakat Indonesia (Permai) dan sejumlah perwakilan partai politik Indonesia di Malaysia mendirikan kantornya di sini, seperti Partai Demokrat, PKB, Golkar, Hanura, dan PDIP.

Letak Chow Kit memang sangat strategis di pusat kota yang orang melayu menyebutnya 'Bandar'. Jaraknya hanya kurang dari 1 jam dari Kuala Lumpur International Airport (KLIA), atau 30 menit dari menara Petronas menggunakan mobil.

Dari 2 juta WNI yang tinggal di Malaysia, lebih kurang 500 ribu di antaranya tersebar di wilayah KL dan sekitar, dan 60 ribu di antaranya berada di Chow Kit. Sehingga tidak mengherankan jika setiap kali pemilu Indonesia digelar, Chow Kit selalu menjadi 'hidangan' yang diperebutkan partai politik untuk disuplai ke Dapil Jakarta.

Hampir setiap suku mulai dari Batak, Minang, Jambi, Riau, Sunda, Jawa, Borneo, Bugis hingga Sumbawa banyak terdapat di kawasan seluas kecamatan tersebut. "Kamu mau sebut suku apa? Ada di sini semua. Jadi kalau misalnya lempar batu ke atas, jatuh pasti kena kepalanya orang Indonesia," seloroh Pak Mad yang sudah tinggal di Malaysia sejak usia 18 tahun.

Kebanyakan WNI di Chow Kit mengais rezeki dengan berniaga. Sebagian besar toko dan warung yang berdiri di kawasan itu diusahakan oleh WNI, mulai dari restoran, toko elektronik, handphone, asesoris, pakaian, toko bunga, toko jam, jasa tiket, hingga jasa cukur rambut. Berbagai macam khas Indonesia ada di Chow Kit. Sebagian lagi ada yang bekerja sebagai buruh, baik kilang maupun bangunan.

Selain itu, ada juga kawasan lain di KL yang juga menjadi kantong WNI, yaitu Sigambut, dan Kampung Pandan. Namun kawasan-kawasan ini tidak seramai Chow Kit.

Citra Negatif

Meski 'Mini Jakarta', sebagaimana Jakarta sebenarnya, Chow Kit kerap mendapat citra negatif sebagai kawasan hitam, tidak saja oleh warga lokal, tapi juga masyarakat Indonesia sendiri.

"Karena semua jenayah (kriminal) di sini bermula dan ada. Mulai dari pencopetan, premanisme sampai seks bebas," kata teman Pak Mad, Yusuf bin Hamidi (39) yang merupakan tokoh masyarakat Madura di Chow Kit.

Bahkan konon, Yusuf bercerita, istilh 'Indon' yang sempat memperkeruh hubungan Indonesia-Malaysia beberapa waktu silam, berawal dan dipopulerkan sendiri oleh para TKI.

"Mungkin karena ketidaktahun saudara-saudara kita tentang arti kata itu, jadi mereka ada yang bangga menyebut dirinya 'Indon' saat ditanya asalnya oleh orang Malaysia. Tapi segala jenayah (kriminal) itu sudah berkurang sejak 5 tahun terakhir. Citra itu juga mulai membaik," jelas Yusuf yang tinggal di Malaysia sejak usia 5 tahun.

Meski didominasi WNI, warga asal Bangladesh, India, Pakistan, Cina dan Afrika juga seringkali terlihat di kawasan ini. Bahkan tidak jauh dari stasiun monorail Chow Kit, berdiri Masjid Jami Pakistan yang didirikan oleh komunitas Pakistan tahun 1975. Di tengah berbagai citra negatif tentang Chow Kit, jamaah muslim masjid itu sering menggelar pengajian selepas salat lima waktu. (rmd/asy)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads