"Saya juga bingung. Kok dokter berani bilang begitu. Dokter nggak boleh buka rahasia pasien, rekam medisnya. Apalagi itu penyakit yang sangat sensitif, di mana orang bisa mendiskreditkan. Diagnosa TBC aja kita nggak boleh memberitahu," kata ujar Ketua Komisi IX (Komisi Kesehatan) DPR dr Ribka Tjiptaning.
Hal itu disampaikan Ribka pada detikcom, Selasa (24/6/2008).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menkes saya lihat heran gitu. Kita kan semua dokter, bukan saya saja, ada 8 orang di Komisi IX itu yang dokter. Apa karena bingung dokternya itu karena mahasiswa masuk minta medical record. Dokter kan harus siap menanggung risiko apa pun," kata politisi PDIP itu.
Ribka menuturkan, Menkes Siti Fadilah Supari dalam rapat kerja Senin malam menyatakan, tetap akan memberikan laporan secara rinci. Menkes masih mengumpulkan bukti-bukti dari dokter di berbagai rumah sakit yang disinggahi Maftuh.
"Bu Menteri ya harusnya sudah tahu. Tapi rapat semalam itu kan terbuka. Kita nanti tetap minta rinciannya, tapi nggak boleh dibuka (ke publik). Jangankan rahasia politik, rahasia negara saja kita rahasiakan kalau perlu," kata dia.
Komisi IX pun menargetkan Menkes agar secepatnya mengumpulkan data-data penyebab kematian Maftuh.
Lantas, apa beda pernyataan dokter tentang kondisi Maftuh dan pernyataan dokter tentang kondisi mantan Presiden Soeharto awal tahun ini?
"Kalau kondisi umum nggak apa-apa, boleh dibuka. Kalau diagnosa nggak boleh. Kalau Pak Harto sadar atau koma, hidup karena alat, itu keadaan umum, bukan diagnosa. Kalau Pak Harto stroke karena penyakit apa, itu nggak boleh. Penyebab keadaannya nggak boleh diungkapkan," kata dia.
Pada Senin kemarin, Menkes menyatakan, dokter RSPP membuka penyebab meninggalnya Maftuh karena merasa ditekan oleh ratusan mahasiswa Unas yang mengerubunginya. Dokter itu, kata Menkes, keceplosan. (nwk/nrl)