Bos Asaba Hingga Artalyta

Tentara Jadi \'Ajudan Swasta\'

Bos Asaba Hingga Artalyta

- detikNews
Selasa, 17 Jun 2008 08:36 WIB
Jakarta - "Artalyta itu siapa, kok intel Kodam jadi ajudannya?" Itu adalah pertanyaan sinis Yusron Ihza Mahendra, anggota Komisi I DPR, yang bisa jadi juga menjadi pertanyaan di benak khalayak umum.

Artalyta hanyalah orang sipil biasa. Namun orang dekat Sjamsul Nursalim ini cukup mampu membayar seorang tentara untuk menjadi ajudannya. Ajudan itu adalah Serka Agus Heriyanto, anggota intelijen Kodam Jaya.

Jika Agus tidak dipanggil jaksa KPK untuk bersaksi di Pengadilan Negeri Tipikor, tentu identitas ajudan Artalyta ini tidak akan terkuak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memang bukan rahasia lagi, banyak tentara yang nyambi menjadi 'pengawal swasta'. Kejadian besar yang menguak tabir 'side job' para serdadu ini misalnya adalah tewasnya Dirut PT Asaba Boedyharto Angsono pada 19 Juli 2003.

Boedyharto tewas bersama pengawal pribadinya, Serka Edy Siyep. Edy tercatat sebagai anggota Sat 81 Gultor Kopassus TNI AD, satuan elit di lingkungan militer.

Otak pembunuhan itu adalah Gunawan Santoso alias A Cin, bekas menantu Boedyharto yang sakit hati pada konglomerat itu. Gunawan menghabisi eks mertuanya dengan menyewa 'ajudan swasta' yaitu empat personel Brigade Marinir/BS Cilandak.

Hukuman yang dijatuhkan majelis hakim pada dua dia antara empat eksekutor  yaitu Letnan Dua (Marinir) Sam Ahmad Sanusi dan Kopral Dua (Marinir) Suud Rusli adalah hukuman mati dan dipecat dari dinas militer. Sam sendiri tewas didor aparat karena berusaha melawan saat hendak ditangkap.

Pengamat intelijen, Wawan Purwanto, menilai, longgarnya waktu kerja di kantor dijadikan peluang bagi sejumlah aparat TNI untuk mencari kerja sampingan sebagai pengawal pribadi atau ajudan. Padahal tindakan ini jelas-jelas melangggar aturan.

"Secara resmi tidak diperbolehkan. Tetapi banyak yang melakukan secara diam-diam dan personal. Karena proses pertemanan, kedekatan, dan minta tolong," katanya.

Kadispen TNI AD Brigjen Ricardo Siagian mengakui, praktek personel TNI merangkap 'ajudan swasta' biasa terjadi pada zaman Orba. Tapi kini tidak lagi. "Wong itu bukan tentara bayaran kok," ujar Ricardo menjelaskan alasan pelarangan itu.

Sementara, Yusron Ihza Mahendra mendesak agar praktek nyambi itu tidak diteruskan lagi. "TNI harus dibenahi. Panglima TNI harus menertibkan hal-hal semacam itu, tidak cuma terhadap kasus Artalyta ini saja. Tapi semua anggota yang nyambi harus ditertibkan," tegas politisi PBB ini. (nrl/aba)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads