"Maaf, ini bisa jadi pertentangan kepentingan. Sebab Adnan Buyung sebagai anggota Wantimpres adalah pejabat negara. Sementara dalam sidang ini, negara berhadapan dengan terdakwa (Artalyta). Dampaknya itu, dampaknya...," kata hakim anggota Andi Bachtiar.
Hal itu dia sampaikan dalam sidang kasus suap jaksa Urip dengan terdakwa Artalyta Suryani di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (16/6/2008). Saksi yang hadir dalam sidang itu adalah dua pengacara Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail dan Eri Hertiawan dari Kantor Pengacara ABNP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim anggota Andi Bachtiar menilai, sejak menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Adnan Buyung seharusnya tidak menggunakan namanya untuk kantor pengacara yang dia dirikan. Hal itu dinilai bertentangan dengan kode etik advokat.
"Papan nama (kantor pengacara) saya di daerah saja saya cabut. Saya tidak mau ada pertentangan kepentingan," kata Andi yang dulunya seorang advokat ini.
Soal Sakit
Dalam sidang itu, Andi juga mempertanyakan kebenaran kondisi Sjamsul yang dikatakan sakit sehingga tidak dapat memenuhi panggilan Kejagung. Sebab, surat jawaban yang dikirimkan pengacara Sjamsul tidak disertai rekam medis dari dokter.
"Dari mana saksi (Eri) tahu kalau Sjamsul Nursalim sakit?" tanya Andi.
"Ada trust antara lawyer dan klien yang mulia," kata Eri.
Hal senada juga disampaikan Maqdir Ismail. Pengacara berambut putih itu juga menyebut alasan kepercayaan (trust) yang membuatnya yakin kliennya benar-benar sakit.
"Apakah tidak pernah meminta medical record?" tanya jaksa KPK, Sarjono Turin.
"Tidak pernah," jawab Maqdir.
(fiq/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini