1 Jam Sudah Cukup di Tachileik

Laporan dari Myanmar

1 Jam Sudah Cukup di Tachileik

- detikNews
Rabu, 28 Mei 2008 17:12 WIB
Tachileik - Cara masuk ke Myanmar, jelas berbeda dibanding masuk ke negara Asean lainnya. Kebanyakan pemegang paspor dari Asean harus memiliki visa untuk memasuki negara ini. Termasuk Indonesia. Tapi bisa juga masuk ke Myanmar tanpa visa melalui Tachileik.

Tachileik merupakan sebuah kota kecil yang berjarak sekitar 700 kilometer dari Yangon di Myanmar yang berbatasan dengan Kota Mae Sai, di Provinsi Chiang Rai, Thailand. Ini pintu perlintasan warga kedua negara. Wartawan detikcom Khairul Ikhwan mencoba jalur ini bersama tim dari Dompet Dhuafa - Indonesia Care Connection (DD-ICC), Selasa (27/5/2008) kemarin saat mengirimkan bantuan bagi korban topan Nargis.

Warga Thailand bisa melewatinya dengan hanya membawa kartu identitas, mengisi formulir untuk melintas dan membayar 30 Baht atau sekitar Rp 9.000 dengan kurs Rp 300/Baht di Imigrasi Thailand dan membayar 10 Bath di Imigrasi Myanmar. Warga Myanmar juga begitu persyaratannya. Bisa membayar dengan mata uang Baht atau nilai yang sama dalam mata uang Myanmar, Kyat.
 
Di Tachileik, seluruh warga asing bisa masuk, namun tidak boleh keluar dari kota ini. Paling ke kawasan sekitarnya seperti Kengtung atau Mengla. Prosesnya mudah. Begitu keluar dari Imigrasi Thailand, warga asing tinggal jalan kaki menyeberangi jembatan Nam Ruak dan 200 meter berikutnya langsung memasuki Imigrasi Myanmar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah, paspor kemudian diserahkan kepada petugas. Disuruh duduk di depan petugas, dan wajah pun difoto. Paspor itu tetap dipegang petugas dan hanya bisa diambil jika keluar nanti. Gantinya akan diberikan entry permit, kartu izin masuk berwarna coklat seukuran paspor dengan tulisan Union of Myanmar. Lengkap dengan foto yang dijepret petugas di ruang imigrasi tadi. Untuk izin yang berlaku maksimal 14 hari ini, dipungut biaya. Silakan pilih, bayar 500 Baht Thailand atau US$ 10. Mau tinggal selama 14 hari atau hanya satu detik, biayanya sama.

Begitu keluar Imigrasi, suasana berbeda langsung terlihat. Ibarat gula datang ke sarang semut, para pengasong rokok, makanan, paket wisata, dan pengemis langsung merubung. Semua berbicara cepat dalam bahasa Myanmar atau Thailand. Jika tidak mengerti kedua bahasa itu, suaranya akan terdengar seperti bunyi tiang telepon dipukul dengan batu, tang.. tung.. tang.. tang..

Namun yang membuat spot jantung justru penguntit. Dia melangkah pelan mengikuti ke mana pun objek incarannya pergi. Memastikan turis tidak macam-macam. Kegiatan memotret di kawasan perbatasan ini juga mencemaskan. Bisa saja tiba-tiba datang seorang intel dengan ekspresi marah dan bertanya mengapa memotret sembarangan, tentu saja dengan bahasa lokal.

Setelah ditunjukkan entry permit, sang intel biasanya paham dan kemudian melarang memotret ke arah pintu Imigrasi maupun petugas Imigrasi, lalu menunjukkan jari telunjuk ke atas. Oh, peringatan pertama.

Karena cuma sekadar meninjau dan tidak bermaksud menginap, maka rentetan pengalaman selama satu jam ini sepertinya hampir menggambarkan bagaimana situasi di Myanmar selain Tachileik. Maka, satu jam terasa sudah demikian lama berada di Tachileik, saatnya kembali ke Thailand.

Di imigrasi Thailand, turis tak perlu bayar apa-apa, tak banyak larangan, dan yang terpenting mereka bisa memberi izin tinggal 30 hari tanpa visa. Setelah satu jam di Tachilek, rasanya menurun drastis minat mengurus visa untuk memasuki Myanmar. Satu jam mungkin sudah cukup di Myanmar. (rul/asy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads